Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Trigonometri 4

  • Rabu, 25 Mei 2011
  • sanjayatrade
  • Label:
  • Trigonometri 5

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Trigonometri 3

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Trigonometri 1

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Kalkulus 1

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Kalkulus 2

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Kalkulus 4a

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Kalkulus 3

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Kalkulus 4b

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Kalkulus 5

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Matematika_4

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Matematika_3

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Matematika_2

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Matematika_1

  • sanjayatrade
  • Label:
  • Abu Nawas Mengecoh Monyet

  • Selasa, 24 Mei 2011
  • sanjayatrade
  • Label:


  • Abu Nawas sedang berjalan-jalan santai. Ada kerumunan masa. Abu Nawas
    bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa di tengah jalan.
    "Ada kerumunan apa di sana?" tanya Abu Nawas.
    "Pertunjukkan keliling yang melibatkan monyet ajaib."
    "Apa maksudmu dengan monyet ajaib?" kata Abu Nawas ingin tahu.
    "Monyet yang bisa mengerti bahasa manusia, dan yang lebih menakjubkan
    adalah monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja." kata kawan Abu
    Nawas menambahkan.
    Abu Nawas makin tertarik. la tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan
    keajaiban binatang raksasa itu.
    Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton. Karena
    begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukkan itu, sang pemilik
    monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja
    yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk.
    Tidak heran bila banyak diantara para penonton mencoba maju satu persatu.
    Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat monyet itu
    mengangguk-angguk, tetapi sia-sia. Monyet itu tetap menggeleng-gelengkan
    kepala.
    Melihat kegigihan monyet itu Abu Nawas semakin penasaran. Hingga ia maju
    untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan binatang itu Abu Nawas bertanya,
    "Tahukah engkau siapa aku?" Monyet itu menggeleng.
    "Apakah engkau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi. Namun monyet
    itu tetap menggeleng.
    "Apakah engkau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing. Monyet
    itu mulai ragu.
    "Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu." lanjut Abu
    Nawas mulai mengancam. Akhirnya monyet itu terpaksa mengangguk-angguk.
    Atas keberhasilan Abu Nawas membuat monyet itu mengangguk-angguk maka ia
    mendapat hadiah berupa uang yang banyak. Bukan main marah pemilik monyet
    itu hingga ia memukuli binatang yang malang itu. Pemilik monyet itu malu
    bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin menebus kekalahannya. Kali ini ia
    melatih monyetnya mengangguk-angguk.
    Bahkan ia mengancam akan menghukum berat monyetnya bila sampai bisa
    dipancing penonton mengangguk-angguk terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli
    apapun pertanyaan yang diajukan.
    Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini para penonton yang ingin mencoba, harus
    sanggup membuat monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Maka seperti hari
    sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa monyet itu
    menggeleng-gelengkan kepala. Setelah tidak ada lagi yang ingin mencobanya,
    Abu Nawas maju. la mengulang pertanyaan yang sama.
    "Tahukah engkau siapa daku?" Monyet itu mengangguk.
    "Apakah engkau tidak takut kepadaku?" Monyet itu tetap mengangguk.
    "Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?" pancing Abu Nawas. Monyet itu
    tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya
    daripada Abu Nawas.
    Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam panas.
    "Tahukah engkau apa guna balsam ini?" Monyet itu tetap mengangguk .
    "Baiklah, bolehkah kugosokselangkangmu dengan balsam?" Monyet itu
    mengangguk.
    Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu saja monyet itu
    merasa agak kepanasan dan mulai-panik.
    Kemudian Abu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan
    itu juga berisi balsam.
    "Maukah engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?"
    Abu Nawas mulai mengancam. Monyet itu mulai ketakutan. Dan rupanya ia lupa
    ancaman tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil
    mundur beberapa langkah.
    Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan
    sayembara meruntuhkan kegigihan monyet yang dianggap cerdik.
    Ah, jangankan seekor monyet, manusia paling pandai saja bisa dikecoh Abu
    Nawas!

    Abu Nawas Debat Kusir Tentang Ayam

  • sanjayatrade
  • Label:


  • Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil
    pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan
    sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi
    memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barangsiapa yang bisa
    menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan.
    Satu pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman
    yang menjadi akibatnya.
    Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang
    miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya
    hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya
    empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu
    Nawas.
    Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal.
    Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri.
    Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung.
    Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta
    pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya,
    "Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?" "Telur." jawab peserta pertama.
    "Apa alasannya?" tanya Baginda.
    "Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur." kata
    peserta pertama menjelaskan.
    "Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda. .
    Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas.
    la tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara.
    Kemudian peserta kedua maju. la berkata,
    "Paduka yang mulia, sebenarnya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang
    bersamaan."
    "Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda.
    "Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila
    teiur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa
    dierami." kata peserta kedua dengan mantap.
    "Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda
    memojokkan. Peserta kedua bjngung. la pun dijebloskan ke dalam penjara.
    Lalu giliran peserta ketiga. la berkata;
    "Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur."
    "Sebutkan alasanmu." kata Baginda.
    "Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina." kata peserta
    ketiga meyakinkan.
    "Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan
    ayam jantan tidak ada." kata Baginda memancing.
    "Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu
    menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan
    dewasa dan mengawini induknya sendiri." peserta ketiga berusaha
    menjelaskan.
    "Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa
    sempat mengawininya?"
    Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. la pun dimasukkan
    ke penjara.
    Kini tiba giliran Abu Nawas. la berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru
    ayam."
    "Coba terangkan secara logis." kata Baginda ingin tahu "Ayam bisa mengenal
    telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat.
    Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak nyanggah alasan Abu

    Abu Nawas Mengecoh Raja

  • sanjayatrade
  • Label:


  • Sejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang
    dilegalisir oleh Baginda, sejak saat itu pula Baginda ingin menangkap Abu
    Nawas untuk dijebloskan ke penjara.
    Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah
    Baginda, maka tak disangsikan lagi ia akan mendapat hukuman. Baginda tahu
    Abu Nawas amat takut kepada beruang. Suatu hari Baginda memerintahkan
    prajuritnya menjemput Abu Nawas agar bergabung dengan rombongan Baginda
    Raja Harun Al Rasyid berburu beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar
    tetapi ia tidak berani menolak perintah Baginda.
    Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah
    menjadi mendung. Baginda memanggil Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat
    Abu Nawas mendekati Baginda.
    "Tahukah mengapa engkau aku panggil?" tanya Baginda tanpa sedikit pun
    senyum di wajahnya.
    "Ampun Tuanku, hamba belum tahu." kata Abu Nawas.
    "Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Hutan masih jauh dari
    sini. Kau kuberi kuda yang lamban. Sedangkan aku dan pengawal-pengawalku
    akan menunggang kuda yang cepat. Nanti pada waktu santap siang kita
    berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus
    menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering.
    Sekarang kita berpencar." Baginda menjelaskan.
    Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak. Abu Nawas kini tahu
    Baginda akan menjebaknya. la harus mancari akal. Dan ketika Abu Nawas
    sedang berpikir, tiba-tiba hujan turun.
    Begitu hujan turun Baginda dan rombongan segera memacu kuda untuk
    mencapai tempat perlindungan yang terdekat. Tetapi karena derasnya hujan,
    Baginda dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap siang tiba Baginda
    segera menuju tempat peristirahatan. Belum sempat baju Baginda dan para
    pengawalnya kering, Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang lamban.
    Baginda dan para pengawal terperangah karena baju Abu Nawas tidak basah.
    Padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa mencapai tempat
    berlindung yang paling dekat.
    Pada hari kedua Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin ditunggangi
    Baginda Raja. Kini Baginda dan para pengawal-pengawalnya mengendarai kudakuda
    yang lamban. Setelah Abu Nawas dan rombongan kerajaan berpencar,
    hujan pun turun seperti kemarin. Malah hujan hari ini lebih deras daripada
    kemarin. Baginda dan pengawalnya langsung basah kuyup karena kuda yang
    ditunggangi tidak bisa berlari dengan kencang.
    Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba di tempat peristirahatan lebih
    dahulu dari Baginda dan pengawalnya. Abu Nawas menunggu Baginda Raja.
    Selang beberapa saat Baginda dan para pengawalnya tiba dengan pakaian yang
    basah kuyup. Melihat Abu Nawas dengan pakaian yang tetap kering Baginda jadi
    penasaran. Beliau tidak sanggup lagi menahan keingintahuan yang selama ini
    disembunyikan.
    "Terus terang begaimana caranya menghindari hujan, wahai Abu Nawas." tanya
    Baginda.
    "Mudah Tuanku yang mulia." kata Abu Nawas sambil tersenyum.
    "Sedangkan aku dengan kuda yang cepat tidak sanggup mencapai tempat
    berteduh terdekat, apalagi dengan kuda yang lamban ini." kata Baginda.
    "Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan.Tetapi begitu hujan turun
    hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu
    mendudukinya. Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti." Diam-diam Baginda
    Raja mengakui kecerdikan Abu Nawas.

    Membalas Perbuatan Raja

  • sanjayatrade
  • Label:



  • Abu Nawas hanya tertunduk sedih mendengarkan penuturan istrinya. Tadi pagi
    beberapa pekerja kerajaan atas titan langsung Baginda Raja membongkar
    rumah dan terus menggali tanpa bisa dicegah. Kata mereka tadi malam Baginda
    bermimpi bahwa di bawah rumah Abu Nawas terpendam emas dan permata
    yang tak ternilai harganya. Tetapi setelah mereka terus menggali ternyata
    emas dan permata itu tidak ditemukan. Dan Baginda juga tidak meminta maaf
    kepada Abu Nawas. Apabila mengganti kerugian. inilah yang membuat Abu
    Nawas memendam dendam.
    Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat
    untuk membalas Baginda. Makanan yang dihidangkan oleh istrinya tidak
    dimakan karena nafsu makannya lenyap. Malam pun tiba, namun Abu Nawas
    tetap tidak beranjak. Keesokan hari Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai
    menyerbu makanan Abu Nawas yang sudah basi. la tiba-tiba tertawa riang.
    "Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi." Abu
    Nawas berkata kepada istrinya.
    "Untuk apa?" tanya istrinya heran.
    "Membalas Baginda Raja." kata Abu Nawas singkat. Dengan muka berseri-seri
    Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana Abu Nawas membungkuk
    hormat dan berkata,
    "Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan
    perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba
    tanpa ijin dari hamba dan berani memakan makanan hamba."
    "Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" sergap
    Baginda kasar.
    "Lalat-lalat ini, Tuanku." kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya.
    "Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda junjungan hamba, hamba mengadukan
    perlakuan yang tidak adil ini."
    "Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?"
    "Hamba hanya menginginkan ijin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa
    dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu." Baginda Raja tidak bisa
    mengelakkan diri menotak permintaan Abu Nawas karena pada saat itu para
    menteri sedang berkumpul di istana. Maka dengan terpaksa Baginda membuat
    surat ijin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu di
    manapun mereka hinggap.
    Tanpa menunggu perintah Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya
    hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan tongkat besi yang
    sudah sejak tadi dibawanya dari rumah, Abu Nawas mulai mengejar dan
    memukuli lalat-lalat itu. Ada yang hinggap di kaca.
    Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hingga hancur, kemudian vas
    bunga yang indah, kemudian giliran patung hias sehingga sebagian dari istana
    dan perabotannya remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas
    tidak merasa malu memukul lalat yang kebetulan hinggap di tempayan BagindaRaja.
    Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruan yang
    telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya. Dan setelah merasa
    puas, Abu Nawas mohon diri. Barang-barang kesayangan Baginda banyak yang
    hancur. Bukan hanya itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu. Kini ia
    sadar betapa kelirunya berbuat semena-mena kepada Abu Nawas. Abu Nawas
    yang nampak lucu dan sering menyenangkan orang itu ternyata bisa berubah
    menjadi garang dan ganas serta mampu membalas dendam terhadap orang
    yang mengusiknya.
    Abu Nawas pulang dengan perasaan lega. Istrinya pasti sedang menunggu di
    rumah untuk mendengarkan cerita apa yang dibawa dari istana.

    Abu Nawas Mendemo Tuan Kadi

  • sanjayatrade
  • Label:


  • Pada suatu sore, ketika Abu Nawas sedang mengajar murid-muridnya. Ada dua
    orang tamu datang ke rumahnya. Yang seorang adalah wanita tua penjual
    kahwa, sedang satunya lagi adalah seorang pemuda berkebangsaan Mesir.
    Wanita tua itu berkata beberapa patah kata kemudian diteruskan dengan si
    pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas menyuruh
    murid-muridnya menutup kitab mereka.
    "Sekarang pulanglah kalian. Ajak teman-teman kalian datang kepadaku pada
    malam hari ini sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta
    batu."
    Murid-murid Abu Nawas merasa heran, namun mereka begitu patuh kepada Abu
    Nawas. Dan mereka merasa yakin gurunya selalu berada membuat kejutan dan
    berddfa di pihak yang benar.
    Pada malam harimya mereka datang ke rumah Abu Nawas dengan membawa
    peralatan yang diminta oleh Abu Nawas.
    Berkata Abu Nawas,"Hai kalian semua! Pergilah malam hari ini untuk merusak
    Tuan Kadi yang baru jadi."
    "Hah? Merusak rumah Tuan Kadi?" gumam semua muridnya keheranan.
    "Apa? Kalian jangan ragu. Laksanakan saja perintah gurumu ini!" kata Abu
    Nawas menghapus keraguan murid-muridnya. Barangsiapa yang mencegahmu,
    jangan kau perdulikan, terus pecahkan saja rumah Tuan Kadi yang baru. Siapa
    yang bertanya, katakan saja aku yang menyuruh merusak. Barangsiapa yang
    hendak melempar kalian, maka pukullah mereka dan iemparilah dengan batu."
    Habis berkata demikian, murid-murid Abu Nawas bergerak ke arah Tuan Kadi.
    Laksana demonstran mereka berteriak-teriak menghancurkan rumah Tuan Kadi.
    Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakukan mereka. Lebih-lebih
    ketikatanpa basa-basi lagi mereka iangsung merusak rumah Tua Kadi. Orang-orang
    kampung itu berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah

    murid-murid Abu Nawas terlalu banyak maka orang-orang kampung tak berani
    mencegah.
    Melihat banyak orang merusak rumahnya, Tuan Kadi segera keluar dan
    bertanya,"Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?"
    Murid-murid itu menjawab,"Guru kami Tuan Abu Nawas yang menyuruh kami!"
    Habis menjawab begitu mereka bukannya berhenti malah terus menghancurkan
    rumah Tuan Kadi hingga rumah itu roboh dan rata dengan tanah.
    Tuan Kadi hanya bisa marah-marah karena tidak orang yang berani membelanya
    "Dasar Abu Nawas provokator, orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya
    kepada Baginda."
    Benar, esok harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian semalam sehingga Abu
    Nawas dipanggil menghadap Baginda.
    Setelah Abu Nawas menghadap Baginda, ia ditanya. "Hai Abu Nawas apa
    sebabnya kau merusak rumah Kadi itu"
    Abu Nawas menjawab,"Wahai Tuanku, sebabnya ialah pada sliatu malam
    hamba bermimpi, bahwasanya Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya.
    Sebab rumah itu tidak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih bagus
    lagi.Ya, karena mimpi itu maka hamba merusak rumah Tuan Kadi."
    Baginda berkata," Hai Abu Nawas, bolehkah hanya karena mimpi sebuah
    perintah dilakukan? Hukum dari negeri mana yang kau pakai itu?"
    Dengan tenang Abu Nawas menjawab,"Hamba juga memakai hukum Tuan Kadi
    yang baru ini Tuanku."
    Mendengar perkataan Abu Nawas seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat. la
    terdiam seribu bahasa.
    "Hai Kadi benarkah kau mempunyai hukum seperti itu?" tanya Baginda.
    Tapi Tuan Kadi tiada menjawab, wajahnya nampak pucat, tubuhnya gemetaran
    karena takut.
    "Abu Nawas! Jangan membuatku pusing! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti
    ini !" perintah Baginda.
    "Baiklah ...... "Abu Nawas tetap tenang. "Baginda.... beberapa hari yang lalu
    ada seorang pemuda Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang
    sambil membawa harta yang banyak sekali. Pada suatu malam ia bermimpi
    kawin dengan anak Tuan Kadi dengan mahar (mas kawin) sekian banyak. Ini
    hanya mimpi Baginda. Tetapi Tuan Kadi yang mendengar kabar itu langsung
    mendatangi si pemuda Mesir dan meminta mahar anaknya. Tentu saja pemuda
    Mesir itu tak mau membayar mahar hanya karena mimpi. Nah, di sinilah
    terlihat arogansi Tuan Kadi, ia ternyata merampas semua harta benda milik
    pemuda Mesir sehingga pemuda itu menjadi seorang pengemis gelandangan dan
    akhirnya ditolong oleh wanita tua penjual kahwa."
    Baginda terkejut mendengar penuturan Abu Nawas, tapi masih belum percaya
    seratus persen, maka ia memerintahkan Abu Nawas agar memanggil si pemuda
    Mesir. Pemuda Mesir itu memang sengaja disuruh Abu Nawas menunggu di
    depan istana, jadi mudah saja bagi Abu Nawas memanggil pemuda itu ke
    hadapan Baginda.
    Berkata Baginda Raja,"Hai anak Mesir ceritakanlah hal-ihwal dirimu sejak
    engkau datang ke negeri ini."
    Ternyata cerita pemuda Mesir itu sama dengan cerita Abu Nawas. Bahkan
    pemuda itu juga membawa saksi yaitu Pak Tua pemilik tempat kost dia
    menginap.
    "Kurang ajar! Ternyata aku telah mengangkat seorang Kadi yang bejad
    moralnya."
    Baginda sangat murka. Kadi yang baru itu dipecat dan seluruh harta bendanya
    dirampas dan diberikan kepada si pemuda Mesir.
    Setelah perkara selesai, kembalilah si pemuda Mesir itu dengan Abu Nawas
    pulang ke rumahnya. Pemuda Mesir itu hendak membalas kebaikan Abu Nawas.
    Berkata Abu Nawas,"Janganlah engkau memberiku barang sesuatupun
    kepadaku. Aku tidak akan menerimanya sedikitpun jua."
    Pemuda Mesir itu betul-betul mengagumi Abu Nawas. Ketika ia kembali ke
    negeri Mesir ia menceritakan tentang kehebatan Abu Nawas itu kepada
    penduduk Mesir sehingga nama Abu Nawas menjadi sangat terkenal.