Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD

  • Rabu, 26 Januari 2011
  • sanjayatrade
  • Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini.
    Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat
    penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang
    dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.

    Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan
    fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan
    keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat
    mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi
    tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu,
    perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah
    dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan
    teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

    Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan
    reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan
    orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan
    kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam
    melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan,
    meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan
    berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

    B. Cara Anak Belajar
    Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
    menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif).
    Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem
    konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam
    lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi
    (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi
    (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua
    proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan
    pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat
    membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal
    tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam
    dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang
    proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
    Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut
    anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia
    secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan
    memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3)
    Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4)
    Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana,
    dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume
    zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
    Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia
    sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:

    1. Konkrit
    Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang
    dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada
    pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan
    menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa
    dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami,
    sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat
    dipertanggungjawabkan.

    2. Integratif
    Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu
    keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
    melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.


    3. Hierarkis
    Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari
    hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut,
    maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan
    keluasan serta kedalaman materi .

    C. Belajar dan Pembelajaran Bermakna
    Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa
    kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam
    tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

    Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak,
    anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan
    menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan
    memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya
    proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan
    lingkungannya.

    Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi
    baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
    Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya
    hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan
    komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak
    sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan
    menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga
    konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan
    demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan
    menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara
    harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.

    Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang
    dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan
    orang/guru menjelaskan.

    D. Pengertian Pembelajaran Tematik
    Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep
    belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awl SD
    sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah

    pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
    sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok
    pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983).
    Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
    1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
    2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
    3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
    4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
    5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
    6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;
    7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

    E. Landasan Pembelajaran Tematik
    Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
    Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat
    yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme
    memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas,
    pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan
    pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct
    experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah
    hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui
    interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak
    dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan
    sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan
    suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa
    ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme
    melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.

    Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi
    perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan
    terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa
    agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
    Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran
    tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus
    mempelajarinya.

    Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau
    peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan
    yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
    menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
    rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
    bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
    menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
    mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab
    V Pasal 1-b).

    F. Arti Penting Pembelajaran Tematik
    Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar
    secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman
    langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang
    dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang
    mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori
    pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan
    bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan
    perkembangan anak.

    Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan
    sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang
    pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman
    belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran
    lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk
    skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu,
    dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa,
    karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu
    sebagai satu keutuhan (holistik).

    Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan
    belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah
    dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak
    dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan
    bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan
    keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai
    dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6)
    Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan
    tanggap terhadap gagasan orang lain.

    Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh
    beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan
    indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi
    dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang
    bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan
    tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian
    mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan
    antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat,

    G. Karakteristik Pembelajaran Tematik
    Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki
    karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
    1. Berpusat pada siswa
    Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan
    pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek
    belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan
    kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
    2. Memberikan pengalaman langsung
    Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct
    experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang
    nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
    3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
    Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.
    Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat
    berkaitan dengan kehidupan siswa.
    4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
    Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam
    suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsepkonsep
    tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam
    memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
    5. Bersifat fleksibel
    Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan
    ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan
    mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan
    siswa berada.
    6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
    Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan
    minat dan kebutuhannya.
    7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

    H. RAMBU-RAMBU
    1. Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan
    2. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester
    3. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan.
    Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri.
    4. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik
    melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.
    5. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung
    serta penanaman nilai-nilai moral
    6. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, lingkungan, dan
    daerah setempat

    0 komentar:

    Posting Komentar