A. JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian hendaknya singkat dan spesifik tetapi cukup jelas mewakili gambaran tentang masalah yang akan diteliti dan tindakan yang dipilih untuk menyelesaikan atau sebagai solusi terhadap masalah yang dihadapi
B. BIDANG ILMU
Tuliskan bidang ilmu (Jurusan) dari Ketua Peneliti.
C. PENDAHULUAN
Penelitian dilakukan untuk memecahkan permasalahan pendidikan dan pembelajaran. Dalam pendahuluan kemukakan:
Latar belakang masalah secara jelas dan sistematis, yang meliputi: (a) Uraian tentang kedudukan mata kuliah dalam kurikulum (semester, mata kuliah yang ditunjang dan mata kuliah penunjang); (b) Gambaran umum isi mata kuliah tersebut termasuk pembagian waktunya (lampirkan Analisis Instruksional, SAP, GBPP dari mata kuliah yang bersangkutan); (c) Metode pembelajaran yang digunakan saat ini.
Masalah yang dihadapi ditinjau dari hasil belajar yang dicapai mahasiswa
D. PERUMUSAN MASALAH
Rumuskan masalah penelitian dalam bentuk suatu rumusan penelitian tindakan kelas. Dalam perumusan masalah dapat dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian. Rumusan masalah sebaiknya menggunakan kalimat tanya dengan mengajukan alternatif tindakan yang akan diambil dan hasil positif yang diantisipasi.
Kemukakan secara jelas bahwa masalah yang diteliti merupakan sebuah masalah yang nyata terjadi di kelas, penting dan mendesak untuk dipecahkan. Setelah didiagnosis (diidentifikasi) masalah penelitiannya, selanjutnya perlu diidentifikasi dan dideskripsikan akar penyebab dari masalah tersebut.
E. CARA PEMECAHAN MASALAH
Uraikan pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti, sesuai dengan kaidah penelitian tindakan kelas (yang meliputi: perencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklus). Cara pemecahan masalah telah menunjukkan akar penyebab permasalahan dan bentuk tindakan (action) yang ditunjang dengan data yang lengkap dan baik
F. TINJAUAN PUSTAKA
Uraikan dengan jelas kajian teori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan yang mendasari penelitian yang akan dilakukan. Kemukakan teori, temuan dan bahan penelitian lain yang dipahami sebagai acuan, yang dijadikan landasan untuk menunjukkan ketepatan tentang tindakan yang akan dilakukan dalam mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian akhir dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan tingkat keberhasilan tindakan yang diharapkan/diantisipasi.
G. TUJUAN PENELITIAN
Kemukakan secara singkat tujuan penelitian yang ingin dicapai dengan mendasarkan pada permasalahan yang dikemukakan. Tujuan umum dan khusus diuraikan dengan jelas, sehingga tampak keberhasilannya.
H. KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN
Uraikan kontribusi hasil penelitian terhadap kualitas pendidikan dan/atau pembelajaran, sehingga tampak manfaatnya bagi mahasiswa, dosen, maupun komponen pendidikan lainnya. Kemukakan inovasi yang akan dihasilkan dari penelitian ini.
I. METODE PENELITIAN
Uraikan secara jelas prosedur penelitian yang akan dilakukan. Kemukakan obyek, latar waktu dan lokasi penelitian secara jelas. Prosedur hendaknya dirinci dari perencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklis. Tunjukkan siklus-siklus kegiatan penelitian dengan menguraikan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam satu siklus sebelum pindah ke siklus lainnya. Jumlah siklus disyaratkan lebih dari dua siklus.
J. JADWAL PENELITIAN
Buatlah jadwal kegiatan penelitian yang meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk bar chart. Jadwal kegiatan penelitian disusun selama 10 bulan.
K. PERSONALIA PENELITIAN
Jumlah personalia penelitian maksimal 3 orang. Uraikan peran dan jumlah waktu yang digunakan dalam setiap bentuk kegiatan penelitian yang dilakukan. Rincilah nama peneliti, golongan, pangkat, jabatan, dan lembaga tempat tugas, sama seperti pada Lembar Pengesahan.
Lampiran-lampiran
Daftar Pustaka, yang dituliskan secara konsisten menurut model APA, MLA atau Turabian.
Riwayat Hidup Ketua Peneliti dan Anggota Peneliti (Cantumkan pengalaman penelitian yang relevan telah dihasilkan sampai saat ini )
(Penjelasan tentang penelitian car silahkan akses di www.ums.ac.id./qac/ )
Format Proposal PTK (Classroom Action Research)
Sistematika Proposal PTK
1.JUDUL
Judul PTK hendaknya dinyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi judul hendaknya singkat, jelas, dan sederhana namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK bukan sosok penelitian formal.
2.LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam latar belakang permasalahan ini hendaknya diuraikan urgensi penanganan permasalahan yang diajukan itu melalui PTK. Untuk itu, harus ditunjukkkan fakta – fakta yang mendukung, baik yang berasal dari pengamatan guru selama ini maupun dari kajian pustaka. Dukungan berupa hasil penelitian –penelitian terdahulu, apabila ada juga akan lebih mengokohkan argumentasi mengenai urgensi serta signifikansi permasalahan yang akan ditangani melalui PTK yang diusulkan itu. Karakteristik khas PTK yang berbeda dari penelitian formal hendaknya tercermin dalam uraian di bagian ini.
3.PERMASALAHAN
Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK itu dijabarkan secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar – benar di angkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Sebaliknya permasalahan yang dimaksud seyogyanya bukan permasalahan yang secara teknis metodologik di luar jangkauan PTK. Uraian permasalahan yang ada hendaknya didahului oleh identifikasi masalah, yang dilanjutkan dengan analisis masalah serta diikuti dengan refleksi awal sehingga gambaran permasalahan yang perlu di tangani itu nampak menjadi perumusan masalah tersebut. Dalam bagian ini dikunci dengan perumusan masalah tersebut. Dalam bagian inipun, sosok PTK harus secara konsisten tertampilkan.
4.CARA PEMECAHAN MASALAH
Dalam bagian ini dikemukakan cara yang diajukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Alternatif pemecahan yang diajukan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah. Disamping itu, juga harus terbayangkan kemungkinan kemanfaatan hasil pemecahan masalah dalam rangka pembenahan dan/atau peningkatan implementasi program pembelajaran dan/atau berbagai program sekolah lainnya.Juga harus dicermati artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.
5.TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara jelas.paparkan sasaran antara dan akhir tindakan perbaikan.perumusan tujuan harus konsisten dengan hakekat permasalahan yang dikemukakan dalam bagian – bagian sebelumnya. Dengan sendirinya,artikulasi tujuan PTK berbeda dari tujuan formal. Sebagai contoh dapat dikemukakan PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalaui penerapan strategi PBM yang baru, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan sebagainya. Pengujian dan/atau pengembangan strategi PBM baru bukan merupakan rumusan tujuan PTK. Selanjutnya ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif.Syukur apabila juga dapat dikuantifikasikan. Disamping tujuan PTK, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan – keuntungan yang dijanjikan, khususnya bagi siswa sebagai pewaris langsung (direct beneficiaries) hasil PTK, di samping bagi guru pelaksana PTK, bagi rekan – rekan guru lainnya serta bagi para dosen LPTK sebagai pendidik guru. Berbeda dari konteks penelitian formal, kemanfaatan bagi pengembangan ilmu. Teknologi dan seni tidak merupakan prioritas dalam konteks PTK, meskipun kemungkinan kehadirannya tidak ditolak.
6.KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Pada bagian ini diuraikan landasan substantive dalam arti teoritik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternative, yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian baik pengalaman peneliti pelakju PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku – pelaku PTK lain disamping terhadap teori – teori yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Argumentasi logic dan teoretik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Aras kerangka konseptual yang disusun itu, hipotesis tindakan dirumuskan.
7.RENCANA PENELITIAN
a.Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian
Pada bagian ini disebutkan di mana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dari kelas tersebut seperti komposisi siswa pria dan wanita. Latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan,tingkat kemampuan dan lain sebagainya. Aspek substantive permasalahan seperti Matematika kelas II SMPLB atau bahasa inggris kelas III SMLB, juga dikemukakan pada bagian ini.
b.Variabel yang diselidiki
Pada bagian ini ditentukan variabel – variabel penelitian yang dijadikan titik – titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar, dan lain sebagainya; (2) variabel proses pelanggaran KBM seperti interaksi belajar-mengajar, keterampilan bertanya, guru, gaya mengajar guru, cara belajar siswa, implementasi berbagai metode mengajar di kelas, dan sebagainya, dan (3) varaibel output seperti rasa keingintahuan siswa, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan, motivasi siswa, hasil belajar siswa, sikap terhadap pengalaman belajar yang telah digelar melalui tindakan perbaikan dan sebagainya.
c.Rencana Tindakan
Pada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan pembelajaran, seperti:
1)Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti penetapan entry behavior. Pelancaran tes diagnostic untuk menspesifikasi masalah. Pembuatan scenario pembelajaran, pengadaan alat – alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain – lin yang terkait bdengan pelaksanaan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan alternative – alternative solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah. Format kemitraan antara guru dengan dosen LPTK juga dikemukakan pada bagian ini.
2)Implementasi Tindakan yaitu deskripsi tindakan yang akan di gelar. Scenario kerja tindakan perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.
3)Observasi dan Interpretasi yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan perbaikan yang dirancang.
4)Analisis dan Refleksi yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan serta kriteria dan rencana bagi tindakan daur berikutnya.
d.Data dan cara pengumpilannya
Pada bagian ini ditunjukkan dengan jelas jenis data yang akan dikumpulkan yang berkenaan dengan baik proses maupun dampak tindakan perbaikan yang di gelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kekurangberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya. Di samping itu teknik pengumpilan data yang diperlukan juga harus diuraikan dengan jelas seperti melalui pengamatan partisipatif, pembuatan juranal harian, observasi aktivitas di kelas (termasuk berbagai kemungkinan format dan alat bantu rekam yang akan digunakan)penggambaran interaksi dalam kelas (analisis sosiometrik), pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen dan sebagainya.selanjutnya dalam prosedur pengumpulan data PTK ini tidak boleh dilupakan bahwa sebagai pelaku PTK, Para guru juga harus aktif sebagai pengumoul data, bukan semata – mata sebagai sumber data. Akhirnya semu teknologi pengumpulan data yang digunakan harus mendapat penilaian kelaikan yang cermat dalam konteks PTK yang khas itu. Sebab meskipun mungkin saja memang menjanjikan mutu rekaman yang jauh lebih baik. Penggunaan teknologi perekaman data yang canggih dapat saja terganjal keras pada tahap tayang ulang dalam rangka analisis dan interpretasi data.
e.Indikator kinerja
Pada bagaian ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya untuk tindak perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep siswa misalnya perlu ditetapkan kriteria keberhasilan dalam bentuk pengurangan (njumlah jenis dan atau tingkat kegawatan)miskonsepsi yang tertampilkan yang patut diduga sebagai dampak dari implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud.
f.Tim peneliti dan tugasnya
Pada bagian ini hendaknya dicantumakan nama – nama anggota tim peneliti dan uraian tugas peran setiap anggota tim peneliti serta jam kerja yang dialokasikan setiap minggu untuk kegiatan penelitian.
8.JADWAL PENELITIAN
Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam matriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir.
9.RENCANA ANGGARAN
1.Komponen – komponen pembiayaan
Rencana anggaran meliputi kebutuhan dukungan financial untuk tahap persiapan pelaksanan penelitian, dan pelaporan. Secara lebih rinci, pembiayaan yang termasuk dalam setiap bidang adalah sebagai berikut:
a.Persiapan
Kegiatan persiapan antara lain meliputi pertemuan anggota tim peneliti untuk menetapkan jadwal penelitian dan pembagian kerja, menyusun instrument penelitian, menetapkan format pengumpulan data, menetapkan teknik analisis data, dan sebagainya.
b.Kegiatan operasional di lapangan
Dalam kegiatan operasional dapat tercakup antara lain pelancaran tes diagnostic dan analisis hasilnya, gladi resik implementasi tindakan, perbaikan, pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi pelaksanaan tindakan perbaikan, pertemuan refleksi, perencanaan tindakan ulang, dan sebagainya.
c.Penyusunan Laporan Hasil PTK
Pembiayaan yang termasuk dalam bagian ini adalah penyusunan konsep laporan, review konsep laporan, penyusunan konsep laporan akhir. Seminar local hasil penelitian, seminar nasional hasil penelitian, dan sebagainya. Juga termasuk dalam pembiayaan adalah penggandaan dan pengiriman laporan hasil PTK, serta pembuatan artikel hasil PTK dalm bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
2.Cara Merinci Kegiatan dan Pembiayaan
Biaya penelitian harus dirinci berdasarkan kegiatan operasional yang dijabarkan dari metodologi yang dikemukakan. Agar dapat dihitung biayanya, kegiatan operasional itu harus jelas namanya, tempatnya, lamanya, jumlah pesertanya. Sarana yang diperlukan dan output yang diharapkan.
1)Beberapa patokan pembiayaan satuan kegiatan penelitian
a.Honorarium
1)Ketua Peneliti
2)Anggota tim peneliti
3)Tenaga Administrasi
Besarnya honorarium tergantung pada:
a. sumber pandanaan
b.Bahan dan Peralatan penelitian
1)Bahan habis pakai
2)Alat habis
3)Sewa alat
c.Perjalanan
1)Biaya perjalanan sesuai dengan ketentuan
2)Transportasi local sesuai harga setempat
3)Lumpsum termasuk konsumsi sesuai dengan ketentuan
4)Monitoring dari PGSM minimal untuk satu orang, satu kali, selama dua hari
5)Konsultasi ketua tim peneliti ke PGSM selama dua hari
d.Laporan Penelitian
1)Penggandaan
2)Penyusuinan artikel berbahasa Indonesia dan inggris
3)Pengiriman
e.Seminar
1)Seminar lokal, konsumsi sesuai harga setempat, biaya penyelenggaraan sesuai dengan harga setempat
2)Seminar nasional minimal untuk dua orang (satu dosen LPTK dan satu guru pelaku PTK)
D.DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad pengarang . hendaknya pustaka benar – benar relevan dan sungguh – sungguh dipergunakan dalam penelitian.
LAMPIRAN DAN LAIN–LAIN
Bagian lampiran dapat berisi curriculum vitae ketua dan para anggota tim inti. Curriculum vitae tersebut memuat identitas ketua anggota tim peneliti, riwayat pendidikan, pelatihan di bidang penelitian yang telah pernah diikuti, baik sebagai penatar/pelatih maupun sebagai peserta, dan pengalaman dalam penelitian termasuk di PTK. Hal – hal lain yang dapat memperjelas karakteristik kancah PTK yang diusulkan dapat disertakan dalam usulan penelitian ini.
Sumber: Budi Susetyo. 2005. Contoh Proposal PTK. Diklat Penelitian Tindakan Kelas Guru PLB. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa.
Digg this
Judul PTK hendaknya dinyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi judul hendaknya singkat, jelas, dan sederhana namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK bukan sosok penelitian formal.
2.LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam latar belakang permasalahan ini hendaknya diuraikan urgensi penanganan permasalahan yang diajukan itu melalui PTK. Untuk itu, harus ditunjukkkan fakta – fakta yang mendukung, baik yang berasal dari pengamatan guru selama ini maupun dari kajian pustaka. Dukungan berupa hasil penelitian –penelitian terdahulu, apabila ada juga akan lebih mengokohkan argumentasi mengenai urgensi serta signifikansi permasalahan yang akan ditangani melalui PTK yang diusulkan itu. Karakteristik khas PTK yang berbeda dari penelitian formal hendaknya tercermin dalam uraian di bagian ini.
3.PERMASALAHAN
Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK itu dijabarkan secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar – benar di angkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Sebaliknya permasalahan yang dimaksud seyogyanya bukan permasalahan yang secara teknis metodologik di luar jangkauan PTK. Uraian permasalahan yang ada hendaknya didahului oleh identifikasi masalah, yang dilanjutkan dengan analisis masalah serta diikuti dengan refleksi awal sehingga gambaran permasalahan yang perlu di tangani itu nampak menjadi perumusan masalah tersebut. Dalam bagian ini dikunci dengan perumusan masalah tersebut. Dalam bagian inipun, sosok PTK harus secara konsisten tertampilkan.
4.CARA PEMECAHAN MASALAH
Dalam bagian ini dikemukakan cara yang diajukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Alternatif pemecahan yang diajukan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah. Disamping itu, juga harus terbayangkan kemungkinan kemanfaatan hasil pemecahan masalah dalam rangka pembenahan dan/atau peningkatan implementasi program pembelajaran dan/atau berbagai program sekolah lainnya.Juga harus dicermati artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.
5.TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara jelas.paparkan sasaran antara dan akhir tindakan perbaikan.perumusan tujuan harus konsisten dengan hakekat permasalahan yang dikemukakan dalam bagian – bagian sebelumnya. Dengan sendirinya,artikulasi tujuan PTK berbeda dari tujuan formal. Sebagai contoh dapat dikemukakan PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalaui penerapan strategi PBM yang baru, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan sebagainya. Pengujian dan/atau pengembangan strategi PBM baru bukan merupakan rumusan tujuan PTK. Selanjutnya ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif.Syukur apabila juga dapat dikuantifikasikan. Disamping tujuan PTK, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan – keuntungan yang dijanjikan, khususnya bagi siswa sebagai pewaris langsung (direct beneficiaries) hasil PTK, di samping bagi guru pelaksana PTK, bagi rekan – rekan guru lainnya serta bagi para dosen LPTK sebagai pendidik guru. Berbeda dari konteks penelitian formal, kemanfaatan bagi pengembangan ilmu. Teknologi dan seni tidak merupakan prioritas dalam konteks PTK, meskipun kemungkinan kehadirannya tidak ditolak.
6.KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Pada bagian ini diuraikan landasan substantive dalam arti teoritik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternative, yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian baik pengalaman peneliti pelakju PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku – pelaku PTK lain disamping terhadap teori – teori yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Argumentasi logic dan teoretik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Aras kerangka konseptual yang disusun itu, hipotesis tindakan dirumuskan.
7.RENCANA PENELITIAN
a.Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian
Pada bagian ini disebutkan di mana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dari kelas tersebut seperti komposisi siswa pria dan wanita. Latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan,tingkat kemampuan dan lain sebagainya. Aspek substantive permasalahan seperti Matematika kelas II SMPLB atau bahasa inggris kelas III SMLB, juga dikemukakan pada bagian ini.
b.Variabel yang diselidiki
Pada bagian ini ditentukan variabel – variabel penelitian yang dijadikan titik – titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar, dan lain sebagainya; (2) variabel proses pelanggaran KBM seperti interaksi belajar-mengajar, keterampilan bertanya, guru, gaya mengajar guru, cara belajar siswa, implementasi berbagai metode mengajar di kelas, dan sebagainya, dan (3) varaibel output seperti rasa keingintahuan siswa, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan, motivasi siswa, hasil belajar siswa, sikap terhadap pengalaman belajar yang telah digelar melalui tindakan perbaikan dan sebagainya.
c.Rencana Tindakan
Pada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan pembelajaran, seperti:
1)Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti penetapan entry behavior. Pelancaran tes diagnostic untuk menspesifikasi masalah. Pembuatan scenario pembelajaran, pengadaan alat – alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain – lin yang terkait bdengan pelaksanaan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan alternative – alternative solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah. Format kemitraan antara guru dengan dosen LPTK juga dikemukakan pada bagian ini.
2)Implementasi Tindakan yaitu deskripsi tindakan yang akan di gelar. Scenario kerja tindakan perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.
3)Observasi dan Interpretasi yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan perbaikan yang dirancang.
4)Analisis dan Refleksi yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan serta kriteria dan rencana bagi tindakan daur berikutnya.
d.Data dan cara pengumpilannya
Pada bagian ini ditunjukkan dengan jelas jenis data yang akan dikumpulkan yang berkenaan dengan baik proses maupun dampak tindakan perbaikan yang di gelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kekurangberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya. Di samping itu teknik pengumpilan data yang diperlukan juga harus diuraikan dengan jelas seperti melalui pengamatan partisipatif, pembuatan juranal harian, observasi aktivitas di kelas (termasuk berbagai kemungkinan format dan alat bantu rekam yang akan digunakan)penggambaran interaksi dalam kelas (analisis sosiometrik), pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen dan sebagainya.selanjutnya dalam prosedur pengumpulan data PTK ini tidak boleh dilupakan bahwa sebagai pelaku PTK, Para guru juga harus aktif sebagai pengumoul data, bukan semata – mata sebagai sumber data. Akhirnya semu teknologi pengumpulan data yang digunakan harus mendapat penilaian kelaikan yang cermat dalam konteks PTK yang khas itu. Sebab meskipun mungkin saja memang menjanjikan mutu rekaman yang jauh lebih baik. Penggunaan teknologi perekaman data yang canggih dapat saja terganjal keras pada tahap tayang ulang dalam rangka analisis dan interpretasi data.
e.Indikator kinerja
Pada bagaian ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya untuk tindak perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep siswa misalnya perlu ditetapkan kriteria keberhasilan dalam bentuk pengurangan (njumlah jenis dan atau tingkat kegawatan)miskonsepsi yang tertampilkan yang patut diduga sebagai dampak dari implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud.
f.Tim peneliti dan tugasnya
Pada bagian ini hendaknya dicantumakan nama – nama anggota tim peneliti dan uraian tugas peran setiap anggota tim peneliti serta jam kerja yang dialokasikan setiap minggu untuk kegiatan penelitian.
8.JADWAL PENELITIAN
Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam matriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir.
9.RENCANA ANGGARAN
1.Komponen – komponen pembiayaan
Rencana anggaran meliputi kebutuhan dukungan financial untuk tahap persiapan pelaksanan penelitian, dan pelaporan. Secara lebih rinci, pembiayaan yang termasuk dalam setiap bidang adalah sebagai berikut:
a.Persiapan
Kegiatan persiapan antara lain meliputi pertemuan anggota tim peneliti untuk menetapkan jadwal penelitian dan pembagian kerja, menyusun instrument penelitian, menetapkan format pengumpulan data, menetapkan teknik analisis data, dan sebagainya.
b.Kegiatan operasional di lapangan
Dalam kegiatan operasional dapat tercakup antara lain pelancaran tes diagnostic dan analisis hasilnya, gladi resik implementasi tindakan, perbaikan, pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi pelaksanaan tindakan perbaikan, pertemuan refleksi, perencanaan tindakan ulang, dan sebagainya.
c.Penyusunan Laporan Hasil PTK
Pembiayaan yang termasuk dalam bagian ini adalah penyusunan konsep laporan, review konsep laporan, penyusunan konsep laporan akhir. Seminar local hasil penelitian, seminar nasional hasil penelitian, dan sebagainya. Juga termasuk dalam pembiayaan adalah penggandaan dan pengiriman laporan hasil PTK, serta pembuatan artikel hasil PTK dalm bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
2.Cara Merinci Kegiatan dan Pembiayaan
Biaya penelitian harus dirinci berdasarkan kegiatan operasional yang dijabarkan dari metodologi yang dikemukakan. Agar dapat dihitung biayanya, kegiatan operasional itu harus jelas namanya, tempatnya, lamanya, jumlah pesertanya. Sarana yang diperlukan dan output yang diharapkan.
1)Beberapa patokan pembiayaan satuan kegiatan penelitian
a.Honorarium
1)Ketua Peneliti
2)Anggota tim peneliti
3)Tenaga Administrasi
Besarnya honorarium tergantung pada:
a. sumber pandanaan
b.Bahan dan Peralatan penelitian
1)Bahan habis pakai
2)Alat habis
3)Sewa alat
c.Perjalanan
1)Biaya perjalanan sesuai dengan ketentuan
2)Transportasi local sesuai harga setempat
3)Lumpsum termasuk konsumsi sesuai dengan ketentuan
4)Monitoring dari PGSM minimal untuk satu orang, satu kali, selama dua hari
5)Konsultasi ketua tim peneliti ke PGSM selama dua hari
d.Laporan Penelitian
1)Penggandaan
2)Penyusuinan artikel berbahasa Indonesia dan inggris
3)Pengiriman
e.Seminar
1)Seminar lokal, konsumsi sesuai harga setempat, biaya penyelenggaraan sesuai dengan harga setempat
2)Seminar nasional minimal untuk dua orang (satu dosen LPTK dan satu guru pelaku PTK)
D.DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad pengarang . hendaknya pustaka benar – benar relevan dan sungguh – sungguh dipergunakan dalam penelitian.
LAMPIRAN DAN LAIN–LAIN
Bagian lampiran dapat berisi curriculum vitae ketua dan para anggota tim inti. Curriculum vitae tersebut memuat identitas ketua anggota tim peneliti, riwayat pendidikan, pelatihan di bidang penelitian yang telah pernah diikuti, baik sebagai penatar/pelatih maupun sebagai peserta, dan pengalaman dalam penelitian termasuk di PTK. Hal – hal lain yang dapat memperjelas karakteristik kancah PTK yang diusulkan dapat disertakan dalam usulan penelitian ini.
Sumber: Budi Susetyo. 2005. Contoh Proposal PTK. Diklat Penelitian Tindakan Kelas Guru PLB. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa.
Digg this
Model Interaksi Edukatif untuk Menciptakan Kreativitas Berbahasa Indonesia Siswa Taman Kanak-Kanak
Nurchasanah & Siti Cholisatul Hamidah
Abstract: The kindergarten is an educational institution which aims at
setting up foundations for developing children s attitudes, behaviors,
skills, and creativity necessary for helping them to adjust themselves
to their social environment and to foster their physical and mental development.
To accomplish those aims, it is necessary to invent suitable
learning models. The present research finds out various learning
models used by kindergarten teachers to help the children develop
their language skills in Indonesian; they include imitating, identifying
objects, story telling, demonstrating, singing, reciting nursery rhymes,
assignments, compiling and building, dramatizing, questioning and responding,
commanding and doing, chain whispering, chain storytelling,
role playing, and quizzes through games. These learning models
are used in accordance with the instructional objectives. The teaching
materials and instructional media used are also adjusted to the instructional
objectives.
Interaksi edukatif memiliki peranan penting dalam mengembangkan anak
didik. Interaksi yang positif dan efektif memungkinkan terjadinya peruba-
han tingkah laku anak sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
usaha untuk menciptakan interaksi kreatif dan efektif merupakan kewajiban
bagi setiap guru, khususnya guru Taman Kanak-Kanak (TK) Kota
Malang.
Dalam interaksi kelas terjadi situasi khusus, yaitu situasi
kependidikan atau situasi edukatif. Interaksi yang terjadi dalam situasi
edukatif adalah interaksi edukatif, yaitu interaksi yang berlangsung dalam
ikatan tujuan kependidikan (Surakhmad, 1984).
TK sebagai pendidikan prasekolah berlangsung dalam ikatan tujuan
kependidikan. Dalam kaitannya dengan pengembangan kemampuan
berbahasa sebagai salah satu program kegiatan belajar, TK memiliki
tujuan agar anak mampu berkomunikasi secara lisan. Dengan demikian,
yang dipentingkan dalam tujuan ini adalah kemampuan anak dalam
berbicara dan mendengarkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal-hal
yang perlu dikembangkan sesuai dengan PP No. 27 tahun 1990 adalah: (1)
memperkaya kosakata siswa, (2) melatih pendengaran siswa, (3) melatih
siswa agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan, (4) melatih siswa
agar dapat bercerita, (5) melatih siswa agar dapat memberikan informasi
kepada orang lain, dan (6) melatih siswa untuk dapat menyebutkan sebanyak-
banyaknya suatu benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu
(Depdikbud, 1994).
Agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai secara optimal,
guru sebagai pengemban pendidikan mempunyai peranan dan andil
yang sangat besar.
Berbagai model interaksi pembelajaran yang digunakan sangat besar
pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan tersebut. Karena itu, penelitian
ini bertujuan ingin mendeskripsikan (1) model interaksi, (2) bahan
pembelajaran, dan (3) alat bantu pembelajaran yang digunakan guru TK
Kota Malang untuk menciptakan kreativitas berbahasa Indonesia.
Proses penelitian untuk mencapai tujuan penelitian tersebut dilandasi
oleh berbagai teori yang mencakup teori tentang interaksi pembelajaran,
interaksi pembelajaran di TK, analisis interaksi, dan berbagai kebijakan
pembelajaran di TK, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk
memperjelas landasan-landasan tersebut perlu diuraikan konsep-konsep
teoritis tentang pembelajaran di TK berikut ini.
Interaksi pada dasarnya merupakan salah satu bentuk kegiatan
berkomunikasi. Sebagai kegiatan komunikasi, River (1987) menjelaskan
bahwa interaksi merupakan kegiatan yang melibatkan pengiriman pesan,
penerimaan pesan, dan konteks atau situasi. Interaksi bukan hanya
melibatkan aspek pengekspresian ide semata, melainkan juga melibatkan
aspek pemahaman ide. Dalam memahami ide, pelaku interaksi
mendasarkan diri pada konteks, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik,
serta semua unsur nonverbal yang terkait dengan kegiatan interaksi.
Lebih rinci lagi, Hymes (1974) menjelaskan bahwa interaksi
memiliki konponen-komponen (1) genre atau macam interaksi, misalnya
lawak, percakapan informal, diskusi, dan sebagainya; (2) topik atau fokus
interaksi; (3) tujuan atau fungsi interaksi ; (4) latar interaksi yang
meliputi lokasi, waktu, dan aspek fisik lain; (5) partisipan yang meliputi
unsur usia, seks, kelompok etnis, status sosial, serta hubungan
antarpartisipan; (6) bentuk atau bahasa yang digunakan dalam interaksi;
(7) isi pesan; (8) urutan dalam interaksi; (9) pola atau struktur interaksi;
dan (10) norma interpretasi yang meliputi pengetahuan umum,
praanggapan budaya yang relevan dan acuan khusus.
Seperti dijelaskan di atas bahwa interaksi sebagi kegiatan
komunikasi memiliki beberapa komponen interaksi. Karena itu, muncul
berbagai model interaksi. Dilihat dari medianya, ada dua model interaksi,
yaitu interaksi verbal dan nonverbal yang menggunakan kode-kode
tertentu sebagai medianya. Dilihat dari pelakunya, interaksi dapat
dibedakan menjadi interaksi kelas dan sekolah serta interaksi keluarga
(Sampson, 1976). Dilihat dari arah pelakunya, interaksi dapat dibedakan
menjadi interaksi searah, interaksi dua arah, dan interaksi optimal
(Muslich, Basennang S., dan Nurchasanah; 1987).
Dilihat dari bentuknya, interaksi kelas, khususnya di TK sering
diwujudkan dalam bentuk permainan. Permainan dapat diintegrasikan ke
dalam seluruh area isi kurikulum, misalnya dalam pembelajaran atau
yang lain. Selain permainan, Edmonson (1981) mengemukakan bahwa
interaksi dapat berbentuk rangkaian tindakan yang dapat berupa tanya
jawab, salam-salam, dan perintah respon.
Interaksi pembelajaran di TK memiliki tujuan yang jelas. Interaksi
tersebut bertujuan agar anak mampu berkomunikasi secara lisan. Dengan
demikian, yang menjadi fokus tujuan pembelajaran tersebut adalah
melatih anak untuk bisa berbicara dan mendengarkan. Tujuan tersebut
dapat tercapai dengan memanfaatkan bahan pembelajaran dan alat bantu
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Bahan pembelajaran yang
digunakan di TK terlihat pada kemampuan-kemampuan berbahasa yang
sudah tertera dalam kurikulum (Depdikbud, 1994). Sedangkan alat bantu
pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dapat berupa alat bantu visual
maupun alat bantu kreatif. Alat bantu visual dapat berupa apa saja asal
dapat dilihat, diraba, dirasakan, dan digunakan untuk bermain. Sedangkan
alat bantu kreatif adalah alat bantu yang dapat digunakan anak melakukan
kegiatan kreatif, misalnya dengan membubuhkan sesuatu, memberi warna,
dan menciptakan sesuatu (Priyatni, 1997).
Untuk mengetahui model interaksi, bahan pembelajaran, dan alat
bantu pembelajaran yang digunakan guru TK, perlu adanya metode
tertentu, yaitu metode analisis interaksi. Dengan analisis interaksi akan
diperoleh gambaran pola interaksi tertentu. Analisis interaksi tersebut
perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang akan dievaluasi. Dengan
demikian, analisis interaksi ini sangat bergantung pada tujuan yang
diinginkan. Ada tujuan yang menekan pada aktivitas guru dan ada yang
menekan pada aktivitas murid (Muslich, Basennang S, dan Nurchasanah,
1987). Penelitian ini menggunakan analisis interaksi yang menekan pada
aktivitas guru dan murid dengan pertimbangan bahwa kreativitas belajar
berbahasa Indonesia tidak hanya ditentukan oleh aktivitas guru saja atau
murid saja, tetapi keduanya sangat berperan dalam menciptakan
kreativitas berbahasa Indonesia.
Dengan tujuan penelitian di atas dan landasan teori-teori yang
digunakan, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan deskripsi model
interaksi, bahan pembelajaran, dan alat bantu pembelajaran yang
digunakan guru TK Kota Malang untuk menciptakan kreativitas berbahasa
Indonesia. Hasil penelitian tersebut dapat memperkaya teori yang sudah
ada, khususnya teori tentang interaksi pembelajaran bahasa Indonesia di
TK.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Dikatakan
desain penelitian kualitatif karena memiliki ciri-ciri (1) data penelitian
berupa data deskriptif, (2) data penelitian bersifat alami, (3) lebih mengutamakan
proses daripada hasil, (4) analisis data dilakukan secara
induktif, dan (5) makna merupakan hal yang mendasar (Bogdan dan
Biklen, 1982)
Berdasarkan rancangan tersebut, data penelitian yang diperoleh
sebelum dideskripsikan secara kualitatif dihitung persentasenya. Hasil
persentase dipakai sebagai dasar pengkualifikasikan data. Data penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif memiliki latar yang bersifat alami karena
data tersebut diperoleh dalam interaksi yang wajar, bukan manipulasi.
Selain itu, penelitian ini menitikberatkan pada proses interaksi guru siswa,
bukan semata-mata pada hasil interaksi dan analisisnya dilakukan secara
induktif, dimulai dari identifikasi setiap proses interaksi sampai pada
penyimpulan pola model interaksi yang digunakan. Hal lain yang juga
menjadi ciri penelitian ini adalah mementingkan makna daripada proses
interaksi.
Sumber data penelitian ini adalah 25 TK di Kota Malang yang
diambil secara acak dari jumlah TK (223 TK) yang ada di Kota Malang.
Data penelitian tersebut dianalisis dengan prosedur (1) pengecekan
keabsahan data, (2) pengidentifikasian dan pengklasifikasian data, (3)
analisis data dengan tahapan : menghitung frekuensi dan presentase,
memasukkan hasil perhitungan frekuensi dan persentase ke dalam tabel,
dan menentukan hasil dan bahasannya. Hasil penelitian ditentukan
dengan cara mendeskripsikan model interaksi, bahan pembelajaran, dan
alat bantu pembelajaran yang digunakan berdasarkan hasil pentabelan
data. Hasil yang sudah ditentukan dibahas (1) kesesuaiannya dengan teori,
(2) kecenderungan pemakaiannya, dan (3) dapat tidaknya menciptakan
kreativitas berbahasa Indonesia.
HASIL PENELITIAN DAN BAHASANNYA
Berdasarkan tujuan penelitian, hasil penelitian ini dapat
dideskripsikan atas tiga bagian berikut ini.
Model Interaksi Untuk Menciptakan Kreativitas Berbahasa Indonesia
Model interaksi pembelajaran untuk menciptakan kreativitas
berbahasa Indonesia terklasifikasi atas enam kategori sesuai dengan
rumusan tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum TK. Modelmodel
yang dimaksud dapat diuraikan berikut ini.
Pertama, model interaksi yang paling banyak digunakan untuk me
latih penguasaan perbendaharaan kata adalah dengan cara guru bersama
siswa bernyanyi, kemudian guru menjelaskan isi nyanyian dan kata-kata
yang digunakan dalam nyanyian tersebut (80%). Berikutnya, model interaksi
yang digunakan adalah siswa menirukan guru menyebutkan nama
objek yang ditunjuknya (60%); siswa menyebutkan nama objek yang ditunjuk
guru (60%); siswa menirukan syair yang diucapkan guru dengan
kata-kata yang tepat ucapannya (60,4%); siswa bercerita dengan kata-kata
yang diingat dan didengarkan dari cerita guru (50,2%); siswa diajak berwisata
untuk mengenali nama objek tertentu dengan cara menyebutkan
nama atau menirukan nama objek yang ditunjuk guru (40%); siswa disuruh
menceritakan pengalaman dan kegemaran mereka di depan kelas dengan
bahasa sendiri (20%); siswa disuruh menyusun kartu abjad menjadi
kata seperti yang disebutkan guru (20%); siswa disuruh bermain peran
dengan kata-kata sederhana setelah mereka diberi contoh (16%); siswa
disuruh menunjukkan kartu kata sesuai dengan nama objek yang disebutkan
guru (12%); siswa diajak bermain kuis dengan cara menyuruh anak
memberikan contoh kata-kata atau nama-nama objek dalam kelompok tertentu
(8%); dan model interaksi yang paling sedikit persentasenya adalah
siswa disuruh menyusun kartu suku kata menjadi kata seperti yang disebutkan
guru (4%).
Kedua, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru TK
dalam melatih pendengaran siswa adalah siswa disuruh menjawab pertanyaan
isi cerita yang didengarkannya dari guru, tape recorder, radio,
atau TV (70,6%) dan guru membisikkan sesuatu dengan kata atau kalimat
kepada siswa tertentu dan siswa tersebut disuruh membisikkannya kepada
siswa lain (bisik berangkai) (70,6%). Selain itu, model interaksi yang
digunakan adalah siswa disuruh mengingat dan menceritakan kembali
cerita yang didengarkannya dari guru (60%); guru menyuruh siswa melakukan
tindakan tertentu (60%); siswa menirukan kata-kata atau kalimat
yang didengarkannya dari guru atau siswa lain (40,8%); siswa disuruh
menirukan bunyi tertentu dan disuruh menebak jenis suara apa yang
didengarkannya (8%); dan model interaksi yang persentase pemakaiannya
paling kecil adalah guru menceritakan sesuatu kepada salah
satu siswa dan siswa tersebut disuruh menceritakannya kepada siswa lain
(cerita berangkai) (4%); guru menceritakan isi gambar dan siswa mengamati
isi gambar, kemudian menceritakan isi gambar tersebut seperti yang
telah didengarkannya dari guru (4%); dan siswa disuruh menirukan urutan
kata yang sesuai dengan apa yang didengarkannya dari guru (4%).
Ketiga, model interaksi yang paling banyak digunakan guru TK untuk
melatih siswa agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan adalah
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan
isi ceritera dari guru (80%). Selain itu, model interaksi yang digunakan
adalah guru menyuruh siswa menjawab pertanyaan tentang identitas,
pengalaman, kegemaran, dsb (70,2%); siswa diberi kesempatan mengajukan
pertanyaan tentang sesuatu hal dan guru menjawabnya (40,8%); guru
mengajukan pertanyaan tentang nama alat peraga yang ditunjuk (tiruan/
asli) dan siswa disuruh menjawab pertanyaan tersebut (12%); guru
menyuruh siswa mewarnai gambar, kemudian guru menanyakan jenis
warna setiap bagian gambar dan siswa menjawabnya (8%); dan model interaksi
yang persentasenya paling kecil adalah guru menyuruh siswa untuk
mendramatisasikan cerita yang banyak berisi tanya jawab (4%).
Keempat, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru
TK untuk melatih siswa agar dapat bercerita secara lancar dan kreatif
adalah siswa disuruh mengamati gambar berseri, kemudian mereka disuruh
menceritakan isi gambar tersebut (60,4%) dan siswa disuruh bercerita
tentang kesenangannya, keluarganya, cita-cita nya, dsb. setelah mereka
mendengarkan contoh dari guru (60,4%). Selain itu, model interaksi yang
digunakan adalah guru bercerita dengan alat bantu nyata atau tiruan, misalnya
dengan boneka dan siswa disuruh mendengarkan (50,2%); siswa
disuruh mendramatisasikan peran-peran tertentu dari cerita yang telah
diceritakan atau dibacakan guru (50,8%); guru membacakan cerita dan
siswa disuruh mendengarkan, menyikapi, dan menjawab pertanyaan isi
cerita (40,8); guru memberikan contoh dramatisasi cerita tertentu dan
siswa menirukannya (40,4%); guru bercerita tanpa alat bantu dan siswa
disuruh mendengarkannya (30,6%); siswa disuruh menggambar bebas,
kemudian siswa disuruh menceritakan isi gambar yang mereka buat (8%);
dan model interaksi yang persentase pemakaiannya paling kecil adalah
guru bercerita kepada salah satu siswa dan siswa tersebut disuruh menceritakannya
kepada siswa lain (cerita-berangkai) (4%).
Kelima, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru
TK untuk melatih siswa agar dapat memberikan informasi kepada orang
lain adalah siswa menirukan contoh dari guru tentang cara memberikan
informasi kepada orang lain (60,8%). Selain itu, model interaksi yang
digunakan adalah siswa disuruh mengamati objek tertentu, misalnya ciriciri
binatang tertentu, jenis kendaraan, dsb., kemudian siswa tersebut disuruh
menginformasikan kepada teman lain di depan kelas (60,4%); siswa
ditugasi untuk mencari informasi temannya yang sakit, tidak masuk sekolah
dsb.,kemudian siswa tersebut disuruh memberikan informasi itu
kepada teman lain di depan kelas (60%); siswa disuruh memberikan informasi
kepada teman lain tentang pengalamannya, kesukaannya, dsb, secara
bergilir (40,8%); dan model interaksi yang paling kecil persentase
pemakaiannya adalah guru menugasi siswa menyampaikan pesan kepada
orangtua secara lisan dan hasilnya akan dicek guru di depan kelas (8%).
Keenam, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru
TK untuk melatih siswa agar dapat menyebutkan benda sebanyakbanyaknya
beserta sifatnya adalah siswa menirukan guru menyebutkan
nama benda beserta sifatnya (80,4%). Selain itu, model interaksi yang
digunakan adalah guru membangkitkan ingatan siswa untuk menyebutkan
benda tertentu berdasarkan klasifikasinya dan menyebutkan sifatnya
(70,2%); siswa menyebutkan nama benda yang ditunjuk guru beserta sifatnya
(60,4%); siswa menunjukkan benda tertentu dalam kotak berdasarkan
sifat-sifat tertentu yang telah ditunjukkan guru (60,4%); dan
model interaksi yang paling kecil persentase pemakaiannya adalah guru
menugasi siswa untuk membawa benda tertentu dan menyebutkan nama
beserta sifatnya (30,2%)
Bahan Pembelajaran untuk Menciptakan Kreativitas Berbahasa Indonesia
Wujud dan jenis bahan pembelajaran yang digunakan di TK juga
terklasifikasi atas enam kategori sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam
kurikulum TK. Wujud dan jenis bahan yang dimaksud dapat dirangkum
berikut ini.
Pertama, untuk melatih siswa menguasai perbendaharaan kata bahasa
Indonesia, bahan pembelajaran yang digunakan adalah (1) namanama
objek di lingkungan siswa yang sesuai dengan kurikulum TK, (2)
nama-nama objek di lingkungan siswa yang dianggap penting bagi siswa
walaupun tidak dianjurkan atau tidak sesuai dengan kurikulum TK, (3)
lagu, (4) cerita, dan (5) syair. Dari beberapa bahan tersebut, yang persentase
pemakaiannya paling besar adalah nama-nama objek di lingkungan
siswa yang sesuai dengan kurikulum ditambah nama-nama objek yang dianggap
penting walaupun tidak sesuai dengan kurikulum TK. Sedangkan
yang persentasenya kecil adalah cerita.
Kedua, untuk melatih pendengaran siswa, bahan pembelajaran yang
digunakan adalah (1) kata-kata di lingkungan siswa, (2) kalimat, (3)
cerita, (4) syair, (5) lagu, dan (6) percakapan. Bahan pembelajaran yang
persentase pemakaiannya paling besar adalah syair dan yang paling kecil
persentase pemakaiannya adalah percakapan.
Ketiga, untuk melatih siswa agar dapat menjawab dan mengajukan
pertanyaan, bahan pembelajaran yang digunakan guru adalah (1) cerita
disertai beberapa petanyaan, (2) kata-kata sebagai objek pertanyaan, dan
(3) berbagai jenis kalimat tanya. Cerita yang disertai pertanyaan merupakan
bahan ajar yang persentase pemakaiannya paling tinggi, namun
banyak guru-guru yang kurang memperhatikan jenis pertanyaan yang
digunakan.
Keempat, untuk melatih siswa agar dapat bercerita secara lancar dan
kreatif, bahan pembelajaran yang digunakan adalah (1) cerita nyata, (2)
cerita fiksi, dan (3) pengalaman, kesenangan, cita-cita, dan sebagainya.
Cerita nyata, pengalaman, kesenangan, dan cita-cita siswa merupakan bahan
pembelajaran yang persentase pemakaiannya lebih tinggi daripada
cerita fiksi.
Kelima, untuk melatih siswa agar dapat memberikan informasi
kepada orang lain, bahan pembelajaran yang dimanfaatkan guru adalah
(1) informasi dalam bentuk kaliman, (2) informasi dalam bentuk wacana
utuh, (3) informasi nyata, dan (4) informasi tidak nyata. Informasi dalam
bentuk kalimat yang bersifat nyata persentase pemakaiannya lebih besar
dari pada dalam bentuk wacana dan yang bersifat tidak nyata.
Keenam, untuk melatih siswa agar dapat menyebutkan sebanyakbanyaknya
benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu, bahan pembelajaran
yang dimanfaatkan adalah (1) nama-nama benda beserta sifatsifatnya
yang sesuai dengan kurikulum TK, (2) nama-nama benda berserta
sifat-sifatnya yang sesuai dengan kurikulum TK ditambah nama-nama
benda yang dianggap penting bagi siswa walaupun tidak ada dalam kurikulum.
Jenis bahan pembelajaran yang kedua persentase pemakaiannya
lebih besar daripada jenis yang pertama.
Alat Bantu Pembelajaran untuk Menciptakan Kreativitas Berbahasa Indonesia.
Variasi alat bantu pembelajaran yang digunakan guru TK terklasifikasi
atas enam kategori seperti tersebut di atas. Variasi alat bantu tersebut
disimpulkan berikut ini.
Pertama, alat bantu yang digunakan untuk melatih siswa agar dapat
menguasai perbendaharaan kata bahasa Indonesia cukup bervariasi,
seperti (1) objek tiruan: gambar, boneka, dan sebagainya, (2) objek nyata,
(3) buku cerita dan majalah, (4) kartu abjad, (5) kartu suku kata, (6) kartu
kata, (7) lagu, dan (8) syair. Dari beberapa alat bantu tersebut di atas, yang
paling banyak persentase pemakaiannya adalah alat bantu tiruan seperti
gambar, boneka, dsb; dan yang paling kecil persentase pemakaiannya
adalah kartu suku kata.
Kedua, untuk melatih pendengaran siswa, alat bantu pembelajaran
yang digunakan adalah (1) tape recorder, (2) objek tiruan: gambar,
boneka, dsb, (3) buku catatan tentang lagu, syair, dan cerita, (4) majalah
yang berisi lagu, syair dan cerita, serta (5) radio dan TV. Dari beberapa
alat bantu tersebut di atas, yang paling besar persentase pemakaiannya
adalah tape recorder dan yang paling kecil persentase pemakaiannya adalah
TV dan radio.
Ketiga, untuk melatih siswa agar menjawab dan mengajukan pertanyaan,
alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) objek tiruan:
boneka, gambar berseri, gambar dinding, (2) objek nyata di lingkungan
siswa, dan (3) buku dan majalah yang berisi objek tertentu, cerita, lagu,
dan syair. Dari beberapa alat bantu tersebut, yang paling besar persentase
pemakaiannya adalah objek nyata dan yang paling kecil persentase pemakaiannya
adalah buku dan majalah.
Keempat, untuk melatih siswa agar dapat bercerita secara lancar dan
kreatif, alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) objek nyata,
(2) objek tiruan: gambar, boneka dsb, dan (3) buku cerita, majalah, dan
catatan. Objek tiruan persentase pemakaiannya lebih besar daripada objek
nyata serta buku, majalah, dan catatan.
Kelima, untuk melatih siswa agar dapat memberikan informasi
kepada orang lain, alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) objek
nyata di lingkungan siswa, (2) objek tiruan: gambar, boneka, dsb, dan
(3) surat, buku tugas, dan buku penghubung. Dari beberapa alat bantu
tersebut, yang persentase pemakaiannya paling besar adalah objek nyata
dan yang paling kecil persentasenya adalah surat, buku tugas, dan buku
penghubung.
Keenam, untuk melatih siswa agar dapat menyebutkan sebanyakbanyaknya
benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu, alat bantu pembelajaran
yang digunakan adalah (1) benda-benda nyata di lingkungan siswa
dan (2) benda-benda tiruan seperti gambar. Benda-benda nyata persentase
pemakaiannya lebih besar daripada benda-benda tiruan.
Berdasarkan temuan di atas ditegaskan bahwa setiap model pembelajaran,
bahan ajar, dan alat bantu pembelajaran ditentukan berdasarkan tujuan
pembelajaran. Adakalanya tujuan pembelajaran berbeda menggunakan
model interaksi, bahan ajar, dan alat bantu pembelajaran yang sama.
Dalam kenyataannya, setiap model interaksi pembelajaran dapat direalisasikan
dalam berbagai bentuk teknik pembelajaran. Ini semua bergantung
pada kreativitas guru.
Model pembelajaran yang digunakan guru TK cukup bervariasi dan
cukup dapat menciptakan kreativitas berbahasa Indonesia. Ini terbukti dari
partisipasi aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran. Namun demikian,
kadar keaktifan siswa dalam setiap model pembelajaran tentu saja berbeda,
misalnya kadar keaktifan siswa dalam model interaktif menirukan
berbeda dengan model yang lain, seperti bercerita, dramatisasi, dan sebagainya.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut. Pertama, untuk melatih penguasaan perbendaharaan kata, model
interaksi yang digunakan guru TK adalah menirukan, menyebutkan nama,
bercerita, bersyair, berwisata, bernyanyi, menyusun, bermain peran, bermain
kuis. Bahan pelajaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah namanama
objek di lingkungan siswa sesuai dengan kurikulum TK, nama-nama
objek di lingkungan siswa yang dianggap penting bagi siswa walaupun
tidak ada dalam kurikulum TK, lagu, cerita, dan syair, sedangkan alat
bantu yang digunakan adalah objek tiruan yang berupa gambar, boneka,
dsb; objek nyata, buku cerita dan majalah, kartu abjad, kartu suku kata,
kartu kata, lagu dan syair; Kedua, untuk melatih pendengaran siswa,
model interaksi yang digunakan adalah menirukan, bercerita, menjawab
pertanyaan, perintah-tindakan, bisik-berangkai, dan cerita berangkai; bahan
pembelajaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah kata-kata di
lingkungan siswa, kalimat, cerita, syair, lagu, dan percakapan; sedangkan
alat bantu yang digunakan adalah tape recorder, objek tiruan yang berupa
gambar, boneka, dsb; buku catatan tentang lagu, syair dan cerita, serta radio
dan TV; Ketiga, untuk melatih siswa agar dapat menjawab dan mengajukan
pertanyaan, model interaksi yang digunakan guru TK adalah
menjawab dan mengajukan pertanyaan serta dramatisasi; bahan pembelajaran
untuk mencapai tujuan tersebut adalah cerita disertai beberata pertanyaan,
kata-kata sebagai objek pertanyaan, dan berbagai jenis kalimat
tanya, sedangkan alat bantu yang digunakan adalah objek tiruan seperti
boneka, gambar berseri, gambar dinding, dsb; objek nyata di lingkungan
siswa, serta buku dan majalah yang berisi tentang objek tertentu, cerita,
lagu, dan syair; Keempat, untuk melatih siswa agar dapat bercerita secara
lancar dan kreatif, model interaksi yang digunakan guru TK adalah bercerita
dan dramatisasi; bahan pembelajaran untuk mencapaian tujuan tersebut
adalah cerita nyata, cerita fiksi, pengalaman, kesenangan, cita-cita
dsb; sedangakan alat bantu yang digunakan adalah objek nyata, objek tiruan
seperti gambar, boneka dsb; serta buku, majalah, dan catatan; Kelima,
untuk melatih siswa agar dapat memberikan informasi kepada orang
lain, model interaksi yang digunakan guru TK adalah menirukan dan penugasan;
bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah informasi
dalam bentuk kalimat, informasi dalam bentuk wacana utuh, informasi
nyata, dan informasi tidak nyata; sedangkan alat bantu yang digunakan
adalah objek nyata di lingkungan siswa, objek tiruan seperti gambar,
boneka, dsb; surat, buku tugas, dan buku penghubung; Dan terakhir,
untuk melatih siswa agar dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya suatu
benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu, model interaksi yang digunakan
guru TK adalah menirukan, menyebutkan nama, penugasan, dan
menunjukkan objek; bahan pembelajaran yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut adalah nama-nama benda serta sifatnya yang dianggap
penting bagi siswa walaupun tidak ada dalam kurikulum. Sedangkan alat
bantu yang digunakan adalah benda-benda nyata di lingkungan siswa serta
benda-benda tiruan seperti gambar.
Simpulan di atas membuktikan bahwa tujuan pembelajaran menentukan
model interaksi, bahan pembelajaran, dan alat bantu yang diguna
kan. Adakalanya tujuannya berbeda menggunakan model interaksi, bahan
pembelajaran, dan alat bantu yang sama. Setiap model interaksi direalisasikan
dalam berbagai teknik pembelajaran. Ini semua bergantung
pada kreativitas guru. Setiap model interaksi, memiliki kadar keaktifan
yang berbeda, baik dari pihak guru maupun siswa. Karena itu, guru perlu
mempertimbangkannya dalam menentukan model interaksi yang digunakan.
SARAN
1. Bagi guru TK disarankan untuk dapat mempertimbangkan dan memilih
model interaksi, bahan, dan alat bantu pembelajaran yang memungkinkan
dapat menciptakan kreativitas yang tinggi bagi siswa
karena setiap model yang digunakan kadar kreativitasnya berbeda,
misalnya model interaksi menirukan dan mencontoh, kadar kreativitasnya
lebih rendah daripada model bercerita dan dramatisasi.
2. Bagi lembaga yang terkait, misalnya Depdikbud dan Depag, diharapkan
dapat bekerja sama dengan Universitas Negeri Malang untuk melakukan
kegiatan peningkatan profesi guru TK dalam kaitannya dengan
proses pembelajaran di TK dengan cara mengadakan penataran
atau lokakarya agar lembaga-lembaga tersebut dapat saling bertukar
pikiran dan saling membantu dalam mengatasi permasalahanpermasalahan
di TK.
3. Bagi penulis buku dan majalah anak-anak dapat memanfaatkan hasil
penelitian ini sebagai dasar penyusunan strategi pembelajaran dalam
buku dan majalah yang disusunnya.
4. Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian sejenis dengan cara :
(1) melakukan penelitian dengan aspek yang sama tetapi populasinya
lebih luas, (2) melakukan penelitian dengan aspek yang sama dalam
wilayah yang lain, (3) melakukan penelitian lanjutan untuk mencari
model interaksi pembelajaran di TK yang dianggap paling efektif dari
beberapa model interaksi yang telah dihasilkan dalam penelitian ini,
dan (4) melakukan penelitian di TK dengan aspek pembelajaran yang
lain.
DAFTAR RUJUKAN
Bogdan, R. C dan S. K, Biklen. 1982 Qualitative Research for Education: An Introduction
to Theory and Methods. London : Allyn and Bacon, Inc.
Depdikbud. 1994. Program Kegiatan Belajar TK. Jakarta : Depdikbud.
Depdikbud. 1995. Sarana Taman Kanak-Kanak. Depdikbud.
Edmoson, W. 1981. Spoken Discourse : A Model Analysis. London : Longman.
Hymes, D. 1974. Foundation in Socioliungstics: An Ethnographioc Approach.
Philadelphia : Univercity of Pennsylvania.
Muslich, Masnur, Basennang S., dan Nurchasanah, 1987, 1987. Dasar
dasar
Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung, Jemmars.
Priyatni, Endah Tri. 1997. Pengembangan dan Pemasyarakatan Alat Permainan
Sebagai Alat Peraga Interaktif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang
: IKIP Malang.
River. W.M. 1987. Interactional Language Teaching. Cambridge : Cambridge
University Oress.
Sampson, Edward G. 1976. Social Psychology and Contemporary Society. New
York: John Willy and Son.
Surakhmad, Winarno, 1984. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar : Dasar dan
Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung : Tarsito.
Sumber: http://sastra.um.ac.id/
Abstract: The kindergarten is an educational institution which aims at
setting up foundations for developing children s attitudes, behaviors,
skills, and creativity necessary for helping them to adjust themselves
to their social environment and to foster their physical and mental development.
To accomplish those aims, it is necessary to invent suitable
learning models. The present research finds out various learning
models used by kindergarten teachers to help the children develop
their language skills in Indonesian; they include imitating, identifying
objects, story telling, demonstrating, singing, reciting nursery rhymes,
assignments, compiling and building, dramatizing, questioning and responding,
commanding and doing, chain whispering, chain storytelling,
role playing, and quizzes through games. These learning models
are used in accordance with the instructional objectives. The teaching
materials and instructional media used are also adjusted to the instructional
objectives.
Interaksi edukatif memiliki peranan penting dalam mengembangkan anak
didik. Interaksi yang positif dan efektif memungkinkan terjadinya peruba-
han tingkah laku anak sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
usaha untuk menciptakan interaksi kreatif dan efektif merupakan kewajiban
bagi setiap guru, khususnya guru Taman Kanak-Kanak (TK) Kota
Malang.
Dalam interaksi kelas terjadi situasi khusus, yaitu situasi
kependidikan atau situasi edukatif. Interaksi yang terjadi dalam situasi
edukatif adalah interaksi edukatif, yaitu interaksi yang berlangsung dalam
ikatan tujuan kependidikan (Surakhmad, 1984).
TK sebagai pendidikan prasekolah berlangsung dalam ikatan tujuan
kependidikan. Dalam kaitannya dengan pengembangan kemampuan
berbahasa sebagai salah satu program kegiatan belajar, TK memiliki
tujuan agar anak mampu berkomunikasi secara lisan. Dengan demikian,
yang dipentingkan dalam tujuan ini adalah kemampuan anak dalam
berbicara dan mendengarkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal-hal
yang perlu dikembangkan sesuai dengan PP No. 27 tahun 1990 adalah: (1)
memperkaya kosakata siswa, (2) melatih pendengaran siswa, (3) melatih
siswa agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan, (4) melatih siswa
agar dapat bercerita, (5) melatih siswa agar dapat memberikan informasi
kepada orang lain, dan (6) melatih siswa untuk dapat menyebutkan sebanyak-
banyaknya suatu benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu
(Depdikbud, 1994).
Agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai secara optimal,
guru sebagai pengemban pendidikan mempunyai peranan dan andil
yang sangat besar.
Berbagai model interaksi pembelajaran yang digunakan sangat besar
pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan tersebut. Karena itu, penelitian
ini bertujuan ingin mendeskripsikan (1) model interaksi, (2) bahan
pembelajaran, dan (3) alat bantu pembelajaran yang digunakan guru TK
Kota Malang untuk menciptakan kreativitas berbahasa Indonesia.
Proses penelitian untuk mencapai tujuan penelitian tersebut dilandasi
oleh berbagai teori yang mencakup teori tentang interaksi pembelajaran,
interaksi pembelajaran di TK, analisis interaksi, dan berbagai kebijakan
pembelajaran di TK, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia. Untuk
memperjelas landasan-landasan tersebut perlu diuraikan konsep-konsep
teoritis tentang pembelajaran di TK berikut ini.
Interaksi pada dasarnya merupakan salah satu bentuk kegiatan
berkomunikasi. Sebagai kegiatan komunikasi, River (1987) menjelaskan
bahwa interaksi merupakan kegiatan yang melibatkan pengiriman pesan,
penerimaan pesan, dan konteks atau situasi. Interaksi bukan hanya
melibatkan aspek pengekspresian ide semata, melainkan juga melibatkan
aspek pemahaman ide. Dalam memahami ide, pelaku interaksi
mendasarkan diri pada konteks, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik,
serta semua unsur nonverbal yang terkait dengan kegiatan interaksi.
Lebih rinci lagi, Hymes (1974) menjelaskan bahwa interaksi
memiliki konponen-komponen (1) genre atau macam interaksi, misalnya
lawak, percakapan informal, diskusi, dan sebagainya; (2) topik atau fokus
interaksi; (3) tujuan atau fungsi interaksi ; (4) latar interaksi yang
meliputi lokasi, waktu, dan aspek fisik lain; (5) partisipan yang meliputi
unsur usia, seks, kelompok etnis, status sosial, serta hubungan
antarpartisipan; (6) bentuk atau bahasa yang digunakan dalam interaksi;
(7) isi pesan; (8) urutan dalam interaksi; (9) pola atau struktur interaksi;
dan (10) norma interpretasi yang meliputi pengetahuan umum,
praanggapan budaya yang relevan dan acuan khusus.
Seperti dijelaskan di atas bahwa interaksi sebagi kegiatan
komunikasi memiliki beberapa komponen interaksi. Karena itu, muncul
berbagai model interaksi. Dilihat dari medianya, ada dua model interaksi,
yaitu interaksi verbal dan nonverbal yang menggunakan kode-kode
tertentu sebagai medianya. Dilihat dari pelakunya, interaksi dapat
dibedakan menjadi interaksi kelas dan sekolah serta interaksi keluarga
(Sampson, 1976). Dilihat dari arah pelakunya, interaksi dapat dibedakan
menjadi interaksi searah, interaksi dua arah, dan interaksi optimal
(Muslich, Basennang S., dan Nurchasanah; 1987).
Dilihat dari bentuknya, interaksi kelas, khususnya di TK sering
diwujudkan dalam bentuk permainan. Permainan dapat diintegrasikan ke
dalam seluruh area isi kurikulum, misalnya dalam pembelajaran atau
yang lain. Selain permainan, Edmonson (1981) mengemukakan bahwa
interaksi dapat berbentuk rangkaian tindakan yang dapat berupa tanya
jawab, salam-salam, dan perintah respon.
Interaksi pembelajaran di TK memiliki tujuan yang jelas. Interaksi
tersebut bertujuan agar anak mampu berkomunikasi secara lisan. Dengan
demikian, yang menjadi fokus tujuan pembelajaran tersebut adalah
melatih anak untuk bisa berbicara dan mendengarkan. Tujuan tersebut
dapat tercapai dengan memanfaatkan bahan pembelajaran dan alat bantu
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Bahan pembelajaran yang
digunakan di TK terlihat pada kemampuan-kemampuan berbahasa yang
sudah tertera dalam kurikulum (Depdikbud, 1994). Sedangkan alat bantu
pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dapat berupa alat bantu visual
maupun alat bantu kreatif. Alat bantu visual dapat berupa apa saja asal
dapat dilihat, diraba, dirasakan, dan digunakan untuk bermain. Sedangkan
alat bantu kreatif adalah alat bantu yang dapat digunakan anak melakukan
kegiatan kreatif, misalnya dengan membubuhkan sesuatu, memberi warna,
dan menciptakan sesuatu (Priyatni, 1997).
Untuk mengetahui model interaksi, bahan pembelajaran, dan alat
bantu pembelajaran yang digunakan guru TK, perlu adanya metode
tertentu, yaitu metode analisis interaksi. Dengan analisis interaksi akan
diperoleh gambaran pola interaksi tertentu. Analisis interaksi tersebut
perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang akan dievaluasi. Dengan
demikian, analisis interaksi ini sangat bergantung pada tujuan yang
diinginkan. Ada tujuan yang menekan pada aktivitas guru dan ada yang
menekan pada aktivitas murid (Muslich, Basennang S, dan Nurchasanah,
1987). Penelitian ini menggunakan analisis interaksi yang menekan pada
aktivitas guru dan murid dengan pertimbangan bahwa kreativitas belajar
berbahasa Indonesia tidak hanya ditentukan oleh aktivitas guru saja atau
murid saja, tetapi keduanya sangat berperan dalam menciptakan
kreativitas berbahasa Indonesia.
Dengan tujuan penelitian di atas dan landasan teori-teori yang
digunakan, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan deskripsi model
interaksi, bahan pembelajaran, dan alat bantu pembelajaran yang
digunakan guru TK Kota Malang untuk menciptakan kreativitas berbahasa
Indonesia. Hasil penelitian tersebut dapat memperkaya teori yang sudah
ada, khususnya teori tentang interaksi pembelajaran bahasa Indonesia di
TK.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Dikatakan
desain penelitian kualitatif karena memiliki ciri-ciri (1) data penelitian
berupa data deskriptif, (2) data penelitian bersifat alami, (3) lebih mengutamakan
proses daripada hasil, (4) analisis data dilakukan secara
induktif, dan (5) makna merupakan hal yang mendasar (Bogdan dan
Biklen, 1982)
Berdasarkan rancangan tersebut, data penelitian yang diperoleh
sebelum dideskripsikan secara kualitatif dihitung persentasenya. Hasil
persentase dipakai sebagai dasar pengkualifikasikan data. Data penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif memiliki latar yang bersifat alami karena
data tersebut diperoleh dalam interaksi yang wajar, bukan manipulasi.
Selain itu, penelitian ini menitikberatkan pada proses interaksi guru siswa,
bukan semata-mata pada hasil interaksi dan analisisnya dilakukan secara
induktif, dimulai dari identifikasi setiap proses interaksi sampai pada
penyimpulan pola model interaksi yang digunakan. Hal lain yang juga
menjadi ciri penelitian ini adalah mementingkan makna daripada proses
interaksi.
Sumber data penelitian ini adalah 25 TK di Kota Malang yang
diambil secara acak dari jumlah TK (223 TK) yang ada di Kota Malang.
Data penelitian tersebut dianalisis dengan prosedur (1) pengecekan
keabsahan data, (2) pengidentifikasian dan pengklasifikasian data, (3)
analisis data dengan tahapan : menghitung frekuensi dan presentase,
memasukkan hasil perhitungan frekuensi dan persentase ke dalam tabel,
dan menentukan hasil dan bahasannya. Hasil penelitian ditentukan
dengan cara mendeskripsikan model interaksi, bahan pembelajaran, dan
alat bantu pembelajaran yang digunakan berdasarkan hasil pentabelan
data. Hasil yang sudah ditentukan dibahas (1) kesesuaiannya dengan teori,
(2) kecenderungan pemakaiannya, dan (3) dapat tidaknya menciptakan
kreativitas berbahasa Indonesia.
HASIL PENELITIAN DAN BAHASANNYA
Berdasarkan tujuan penelitian, hasil penelitian ini dapat
dideskripsikan atas tiga bagian berikut ini.
Model Interaksi Untuk Menciptakan Kreativitas Berbahasa Indonesia
Model interaksi pembelajaran untuk menciptakan kreativitas
berbahasa Indonesia terklasifikasi atas enam kategori sesuai dengan
rumusan tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum TK. Modelmodel
yang dimaksud dapat diuraikan berikut ini.
Pertama, model interaksi yang paling banyak digunakan untuk me
latih penguasaan perbendaharaan kata adalah dengan cara guru bersama
siswa bernyanyi, kemudian guru menjelaskan isi nyanyian dan kata-kata
yang digunakan dalam nyanyian tersebut (80%). Berikutnya, model interaksi
yang digunakan adalah siswa menirukan guru menyebutkan nama
objek yang ditunjuknya (60%); siswa menyebutkan nama objek yang ditunjuk
guru (60%); siswa menirukan syair yang diucapkan guru dengan
kata-kata yang tepat ucapannya (60,4%); siswa bercerita dengan kata-kata
yang diingat dan didengarkan dari cerita guru (50,2%); siswa diajak berwisata
untuk mengenali nama objek tertentu dengan cara menyebutkan
nama atau menirukan nama objek yang ditunjuk guru (40%); siswa disuruh
menceritakan pengalaman dan kegemaran mereka di depan kelas dengan
bahasa sendiri (20%); siswa disuruh menyusun kartu abjad menjadi
kata seperti yang disebutkan guru (20%); siswa disuruh bermain peran
dengan kata-kata sederhana setelah mereka diberi contoh (16%); siswa
disuruh menunjukkan kartu kata sesuai dengan nama objek yang disebutkan
guru (12%); siswa diajak bermain kuis dengan cara menyuruh anak
memberikan contoh kata-kata atau nama-nama objek dalam kelompok tertentu
(8%); dan model interaksi yang paling sedikit persentasenya adalah
siswa disuruh menyusun kartu suku kata menjadi kata seperti yang disebutkan
guru (4%).
Kedua, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru TK
dalam melatih pendengaran siswa adalah siswa disuruh menjawab pertanyaan
isi cerita yang didengarkannya dari guru, tape recorder, radio,
atau TV (70,6%) dan guru membisikkan sesuatu dengan kata atau kalimat
kepada siswa tertentu dan siswa tersebut disuruh membisikkannya kepada
siswa lain (bisik berangkai) (70,6%). Selain itu, model interaksi yang
digunakan adalah siswa disuruh mengingat dan menceritakan kembali
cerita yang didengarkannya dari guru (60%); guru menyuruh siswa melakukan
tindakan tertentu (60%); siswa menirukan kata-kata atau kalimat
yang didengarkannya dari guru atau siswa lain (40,8%); siswa disuruh
menirukan bunyi tertentu dan disuruh menebak jenis suara apa yang
didengarkannya (8%); dan model interaksi yang persentase pemakaiannya
paling kecil adalah guru menceritakan sesuatu kepada salah
satu siswa dan siswa tersebut disuruh menceritakannya kepada siswa lain
(cerita berangkai) (4%); guru menceritakan isi gambar dan siswa mengamati
isi gambar, kemudian menceritakan isi gambar tersebut seperti yang
telah didengarkannya dari guru (4%); dan siswa disuruh menirukan urutan
kata yang sesuai dengan apa yang didengarkannya dari guru (4%).
Ketiga, model interaksi yang paling banyak digunakan guru TK untuk
melatih siswa agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan adalah
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan
isi ceritera dari guru (80%). Selain itu, model interaksi yang digunakan
adalah guru menyuruh siswa menjawab pertanyaan tentang identitas,
pengalaman, kegemaran, dsb (70,2%); siswa diberi kesempatan mengajukan
pertanyaan tentang sesuatu hal dan guru menjawabnya (40,8%); guru
mengajukan pertanyaan tentang nama alat peraga yang ditunjuk (tiruan/
asli) dan siswa disuruh menjawab pertanyaan tersebut (12%); guru
menyuruh siswa mewarnai gambar, kemudian guru menanyakan jenis
warna setiap bagian gambar dan siswa menjawabnya (8%); dan model interaksi
yang persentasenya paling kecil adalah guru menyuruh siswa untuk
mendramatisasikan cerita yang banyak berisi tanya jawab (4%).
Keempat, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru
TK untuk melatih siswa agar dapat bercerita secara lancar dan kreatif
adalah siswa disuruh mengamati gambar berseri, kemudian mereka disuruh
menceritakan isi gambar tersebut (60,4%) dan siswa disuruh bercerita
tentang kesenangannya, keluarganya, cita-cita nya, dsb. setelah mereka
mendengarkan contoh dari guru (60,4%). Selain itu, model interaksi yang
digunakan adalah guru bercerita dengan alat bantu nyata atau tiruan, misalnya
dengan boneka dan siswa disuruh mendengarkan (50,2%); siswa
disuruh mendramatisasikan peran-peran tertentu dari cerita yang telah
diceritakan atau dibacakan guru (50,8%); guru membacakan cerita dan
siswa disuruh mendengarkan, menyikapi, dan menjawab pertanyaan isi
cerita (40,8); guru memberikan contoh dramatisasi cerita tertentu dan
siswa menirukannya (40,4%); guru bercerita tanpa alat bantu dan siswa
disuruh mendengarkannya (30,6%); siswa disuruh menggambar bebas,
kemudian siswa disuruh menceritakan isi gambar yang mereka buat (8%);
dan model interaksi yang persentase pemakaiannya paling kecil adalah
guru bercerita kepada salah satu siswa dan siswa tersebut disuruh menceritakannya
kepada siswa lain (cerita-berangkai) (4%).
Kelima, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru
TK untuk melatih siswa agar dapat memberikan informasi kepada orang
lain adalah siswa menirukan contoh dari guru tentang cara memberikan
informasi kepada orang lain (60,8%). Selain itu, model interaksi yang
digunakan adalah siswa disuruh mengamati objek tertentu, misalnya ciriciri
binatang tertentu, jenis kendaraan, dsb., kemudian siswa tersebut disuruh
menginformasikan kepada teman lain di depan kelas (60,4%); siswa
ditugasi untuk mencari informasi temannya yang sakit, tidak masuk sekolah
dsb.,kemudian siswa tersebut disuruh memberikan informasi itu
kepada teman lain di depan kelas (60%); siswa disuruh memberikan informasi
kepada teman lain tentang pengalamannya, kesukaannya, dsb, secara
bergilir (40,8%); dan model interaksi yang paling kecil persentase
pemakaiannya adalah guru menugasi siswa menyampaikan pesan kepada
orangtua secara lisan dan hasilnya akan dicek guru di depan kelas (8%).
Keenam, model interaksi yang paling banyak digunakan oleh guru
TK untuk melatih siswa agar dapat menyebutkan benda sebanyakbanyaknya
beserta sifatnya adalah siswa menirukan guru menyebutkan
nama benda beserta sifatnya (80,4%). Selain itu, model interaksi yang
digunakan adalah guru membangkitkan ingatan siswa untuk menyebutkan
benda tertentu berdasarkan klasifikasinya dan menyebutkan sifatnya
(70,2%); siswa menyebutkan nama benda yang ditunjuk guru beserta sifatnya
(60,4%); siswa menunjukkan benda tertentu dalam kotak berdasarkan
sifat-sifat tertentu yang telah ditunjukkan guru (60,4%); dan
model interaksi yang paling kecil persentase pemakaiannya adalah guru
menugasi siswa untuk membawa benda tertentu dan menyebutkan nama
beserta sifatnya (30,2%)
Bahan Pembelajaran untuk Menciptakan Kreativitas Berbahasa Indonesia
Wujud dan jenis bahan pembelajaran yang digunakan di TK juga
terklasifikasi atas enam kategori sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam
kurikulum TK. Wujud dan jenis bahan yang dimaksud dapat dirangkum
berikut ini.
Pertama, untuk melatih siswa menguasai perbendaharaan kata bahasa
Indonesia, bahan pembelajaran yang digunakan adalah (1) namanama
objek di lingkungan siswa yang sesuai dengan kurikulum TK, (2)
nama-nama objek di lingkungan siswa yang dianggap penting bagi siswa
walaupun tidak dianjurkan atau tidak sesuai dengan kurikulum TK, (3)
lagu, (4) cerita, dan (5) syair. Dari beberapa bahan tersebut, yang persentase
pemakaiannya paling besar adalah nama-nama objek di lingkungan
siswa yang sesuai dengan kurikulum ditambah nama-nama objek yang dianggap
penting walaupun tidak sesuai dengan kurikulum TK. Sedangkan
yang persentasenya kecil adalah cerita.
Kedua, untuk melatih pendengaran siswa, bahan pembelajaran yang
digunakan adalah (1) kata-kata di lingkungan siswa, (2) kalimat, (3)
cerita, (4) syair, (5) lagu, dan (6) percakapan. Bahan pembelajaran yang
persentase pemakaiannya paling besar adalah syair dan yang paling kecil
persentase pemakaiannya adalah percakapan.
Ketiga, untuk melatih siswa agar dapat menjawab dan mengajukan
pertanyaan, bahan pembelajaran yang digunakan guru adalah (1) cerita
disertai beberapa petanyaan, (2) kata-kata sebagai objek pertanyaan, dan
(3) berbagai jenis kalimat tanya. Cerita yang disertai pertanyaan merupakan
bahan ajar yang persentase pemakaiannya paling tinggi, namun
banyak guru-guru yang kurang memperhatikan jenis pertanyaan yang
digunakan.
Keempat, untuk melatih siswa agar dapat bercerita secara lancar dan
kreatif, bahan pembelajaran yang digunakan adalah (1) cerita nyata, (2)
cerita fiksi, dan (3) pengalaman, kesenangan, cita-cita, dan sebagainya.
Cerita nyata, pengalaman, kesenangan, dan cita-cita siswa merupakan bahan
pembelajaran yang persentase pemakaiannya lebih tinggi daripada
cerita fiksi.
Kelima, untuk melatih siswa agar dapat memberikan informasi
kepada orang lain, bahan pembelajaran yang dimanfaatkan guru adalah
(1) informasi dalam bentuk kaliman, (2) informasi dalam bentuk wacana
utuh, (3) informasi nyata, dan (4) informasi tidak nyata. Informasi dalam
bentuk kalimat yang bersifat nyata persentase pemakaiannya lebih besar
dari pada dalam bentuk wacana dan yang bersifat tidak nyata.
Keenam, untuk melatih siswa agar dapat menyebutkan sebanyakbanyaknya
benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu, bahan pembelajaran
yang dimanfaatkan adalah (1) nama-nama benda beserta sifatsifatnya
yang sesuai dengan kurikulum TK, (2) nama-nama benda berserta
sifat-sifatnya yang sesuai dengan kurikulum TK ditambah nama-nama
benda yang dianggap penting bagi siswa walaupun tidak ada dalam kurikulum.
Jenis bahan pembelajaran yang kedua persentase pemakaiannya
lebih besar daripada jenis yang pertama.
Alat Bantu Pembelajaran untuk Menciptakan Kreativitas Berbahasa Indonesia.
Variasi alat bantu pembelajaran yang digunakan guru TK terklasifikasi
atas enam kategori seperti tersebut di atas. Variasi alat bantu tersebut
disimpulkan berikut ini.
Pertama, alat bantu yang digunakan untuk melatih siswa agar dapat
menguasai perbendaharaan kata bahasa Indonesia cukup bervariasi,
seperti (1) objek tiruan: gambar, boneka, dan sebagainya, (2) objek nyata,
(3) buku cerita dan majalah, (4) kartu abjad, (5) kartu suku kata, (6) kartu
kata, (7) lagu, dan (8) syair. Dari beberapa alat bantu tersebut di atas, yang
paling banyak persentase pemakaiannya adalah alat bantu tiruan seperti
gambar, boneka, dsb; dan yang paling kecil persentase pemakaiannya
adalah kartu suku kata.
Kedua, untuk melatih pendengaran siswa, alat bantu pembelajaran
yang digunakan adalah (1) tape recorder, (2) objek tiruan: gambar,
boneka, dsb, (3) buku catatan tentang lagu, syair, dan cerita, (4) majalah
yang berisi lagu, syair dan cerita, serta (5) radio dan TV. Dari beberapa
alat bantu tersebut di atas, yang paling besar persentase pemakaiannya
adalah tape recorder dan yang paling kecil persentase pemakaiannya adalah
TV dan radio.
Ketiga, untuk melatih siswa agar menjawab dan mengajukan pertanyaan,
alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) objek tiruan:
boneka, gambar berseri, gambar dinding, (2) objek nyata di lingkungan
siswa, dan (3) buku dan majalah yang berisi objek tertentu, cerita, lagu,
dan syair. Dari beberapa alat bantu tersebut, yang paling besar persentase
pemakaiannya adalah objek nyata dan yang paling kecil persentase pemakaiannya
adalah buku dan majalah.
Keempat, untuk melatih siswa agar dapat bercerita secara lancar dan
kreatif, alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) objek nyata,
(2) objek tiruan: gambar, boneka dsb, dan (3) buku cerita, majalah, dan
catatan. Objek tiruan persentase pemakaiannya lebih besar daripada objek
nyata serta buku, majalah, dan catatan.
Kelima, untuk melatih siswa agar dapat memberikan informasi
kepada orang lain, alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) objek
nyata di lingkungan siswa, (2) objek tiruan: gambar, boneka, dsb, dan
(3) surat, buku tugas, dan buku penghubung. Dari beberapa alat bantu
tersebut, yang persentase pemakaiannya paling besar adalah objek nyata
dan yang paling kecil persentasenya adalah surat, buku tugas, dan buku
penghubung.
Keenam, untuk melatih siswa agar dapat menyebutkan sebanyakbanyaknya
benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu, alat bantu pembelajaran
yang digunakan adalah (1) benda-benda nyata di lingkungan siswa
dan (2) benda-benda tiruan seperti gambar. Benda-benda nyata persentase
pemakaiannya lebih besar daripada benda-benda tiruan.
Berdasarkan temuan di atas ditegaskan bahwa setiap model pembelajaran,
bahan ajar, dan alat bantu pembelajaran ditentukan berdasarkan tujuan
pembelajaran. Adakalanya tujuan pembelajaran berbeda menggunakan
model interaksi, bahan ajar, dan alat bantu pembelajaran yang sama.
Dalam kenyataannya, setiap model interaksi pembelajaran dapat direalisasikan
dalam berbagai bentuk teknik pembelajaran. Ini semua bergantung
pada kreativitas guru.
Model pembelajaran yang digunakan guru TK cukup bervariasi dan
cukup dapat menciptakan kreativitas berbahasa Indonesia. Ini terbukti dari
partisipasi aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran. Namun demikian,
kadar keaktifan siswa dalam setiap model pembelajaran tentu saja berbeda,
misalnya kadar keaktifan siswa dalam model interaktif menirukan
berbeda dengan model yang lain, seperti bercerita, dramatisasi, dan sebagainya.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut. Pertama, untuk melatih penguasaan perbendaharaan kata, model
interaksi yang digunakan guru TK adalah menirukan, menyebutkan nama,
bercerita, bersyair, berwisata, bernyanyi, menyusun, bermain peran, bermain
kuis. Bahan pelajaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah namanama
objek di lingkungan siswa sesuai dengan kurikulum TK, nama-nama
objek di lingkungan siswa yang dianggap penting bagi siswa walaupun
tidak ada dalam kurikulum TK, lagu, cerita, dan syair, sedangkan alat
bantu yang digunakan adalah objek tiruan yang berupa gambar, boneka,
dsb; objek nyata, buku cerita dan majalah, kartu abjad, kartu suku kata,
kartu kata, lagu dan syair; Kedua, untuk melatih pendengaran siswa,
model interaksi yang digunakan adalah menirukan, bercerita, menjawab
pertanyaan, perintah-tindakan, bisik-berangkai, dan cerita berangkai; bahan
pembelajaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah kata-kata di
lingkungan siswa, kalimat, cerita, syair, lagu, dan percakapan; sedangkan
alat bantu yang digunakan adalah tape recorder, objek tiruan yang berupa
gambar, boneka, dsb; buku catatan tentang lagu, syair dan cerita, serta radio
dan TV; Ketiga, untuk melatih siswa agar dapat menjawab dan mengajukan
pertanyaan, model interaksi yang digunakan guru TK adalah
menjawab dan mengajukan pertanyaan serta dramatisasi; bahan pembelajaran
untuk mencapai tujuan tersebut adalah cerita disertai beberata pertanyaan,
kata-kata sebagai objek pertanyaan, dan berbagai jenis kalimat
tanya, sedangkan alat bantu yang digunakan adalah objek tiruan seperti
boneka, gambar berseri, gambar dinding, dsb; objek nyata di lingkungan
siswa, serta buku dan majalah yang berisi tentang objek tertentu, cerita,
lagu, dan syair; Keempat, untuk melatih siswa agar dapat bercerita secara
lancar dan kreatif, model interaksi yang digunakan guru TK adalah bercerita
dan dramatisasi; bahan pembelajaran untuk mencapaian tujuan tersebut
adalah cerita nyata, cerita fiksi, pengalaman, kesenangan, cita-cita
dsb; sedangakan alat bantu yang digunakan adalah objek nyata, objek tiruan
seperti gambar, boneka dsb; serta buku, majalah, dan catatan; Kelima,
untuk melatih siswa agar dapat memberikan informasi kepada orang
lain, model interaksi yang digunakan guru TK adalah menirukan dan penugasan;
bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah informasi
dalam bentuk kalimat, informasi dalam bentuk wacana utuh, informasi
nyata, dan informasi tidak nyata; sedangkan alat bantu yang digunakan
adalah objek nyata di lingkungan siswa, objek tiruan seperti gambar,
boneka, dsb; surat, buku tugas, dan buku penghubung; Dan terakhir,
untuk melatih siswa agar dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya suatu
benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu, model interaksi yang digunakan
guru TK adalah menirukan, menyebutkan nama, penugasan, dan
menunjukkan objek; bahan pembelajaran yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut adalah nama-nama benda serta sifatnya yang dianggap
penting bagi siswa walaupun tidak ada dalam kurikulum. Sedangkan alat
bantu yang digunakan adalah benda-benda nyata di lingkungan siswa serta
benda-benda tiruan seperti gambar.
Simpulan di atas membuktikan bahwa tujuan pembelajaran menentukan
model interaksi, bahan pembelajaran, dan alat bantu yang diguna
kan. Adakalanya tujuannya berbeda menggunakan model interaksi, bahan
pembelajaran, dan alat bantu yang sama. Setiap model interaksi direalisasikan
dalam berbagai teknik pembelajaran. Ini semua bergantung
pada kreativitas guru. Setiap model interaksi, memiliki kadar keaktifan
yang berbeda, baik dari pihak guru maupun siswa. Karena itu, guru perlu
mempertimbangkannya dalam menentukan model interaksi yang digunakan.
SARAN
1. Bagi guru TK disarankan untuk dapat mempertimbangkan dan memilih
model interaksi, bahan, dan alat bantu pembelajaran yang memungkinkan
dapat menciptakan kreativitas yang tinggi bagi siswa
karena setiap model yang digunakan kadar kreativitasnya berbeda,
misalnya model interaksi menirukan dan mencontoh, kadar kreativitasnya
lebih rendah daripada model bercerita dan dramatisasi.
2. Bagi lembaga yang terkait, misalnya Depdikbud dan Depag, diharapkan
dapat bekerja sama dengan Universitas Negeri Malang untuk melakukan
kegiatan peningkatan profesi guru TK dalam kaitannya dengan
proses pembelajaran di TK dengan cara mengadakan penataran
atau lokakarya agar lembaga-lembaga tersebut dapat saling bertukar
pikiran dan saling membantu dalam mengatasi permasalahanpermasalahan
di TK.
3. Bagi penulis buku dan majalah anak-anak dapat memanfaatkan hasil
penelitian ini sebagai dasar penyusunan strategi pembelajaran dalam
buku dan majalah yang disusunnya.
4. Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian sejenis dengan cara :
(1) melakukan penelitian dengan aspek yang sama tetapi populasinya
lebih luas, (2) melakukan penelitian dengan aspek yang sama dalam
wilayah yang lain, (3) melakukan penelitian lanjutan untuk mencari
model interaksi pembelajaran di TK yang dianggap paling efektif dari
beberapa model interaksi yang telah dihasilkan dalam penelitian ini,
dan (4) melakukan penelitian di TK dengan aspek pembelajaran yang
lain.
DAFTAR RUJUKAN
Bogdan, R. C dan S. K, Biklen. 1982 Qualitative Research for Education: An Introduction
to Theory and Methods. London : Allyn and Bacon, Inc.
Depdikbud. 1994. Program Kegiatan Belajar TK. Jakarta : Depdikbud.
Depdikbud. 1995. Sarana Taman Kanak-Kanak. Depdikbud.
Edmoson, W. 1981. Spoken Discourse : A Model Analysis. London : Longman.
Hymes, D. 1974. Foundation in Socioliungstics: An Ethnographioc Approach.
Philadelphia : Univercity of Pennsylvania.
Muslich, Masnur, Basennang S., dan Nurchasanah, 1987, 1987. Dasar
dasar
Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung, Jemmars.
Priyatni, Endah Tri. 1997. Pengembangan dan Pemasyarakatan Alat Permainan
Sebagai Alat Peraga Interaktif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang
: IKIP Malang.
River. W.M. 1987. Interactional Language Teaching. Cambridge : Cambridge
University Oress.
Sampson, Edward G. 1976. Social Psychology and Contemporary Society. New
York: John Willy and Son.
Surakhmad, Winarno, 1984. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar : Dasar dan
Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung : Tarsito.
Sumber: http://sastra.um.ac.id/
Penelitian Tindakan Kelas 5
Anda adalah guru yang sudah banyak jam terbangnya, bukan? Pasti Anda punya banyak pengalaman, baik manis maupun pahit, dalam mengajar. Pengalaman manis dapat Anda rasakan ketika siswa-siswa Anda berhasil meraih prestasi, yang sebagian merupakan kontribusi Anda. Dan, Anda pasti menginginkan siswa-siswa Anda selalu berhasil meraih prestasi terbaik. Namun, mungkin keinginan Anda yang mulia tersebut lebih sering tidak tercapai karena berbagai alasan. Misalnya, mungkin Anda sering menemukan siswa-siswa tidak bersemangat, kurang termotivasi, kurang percaya diri, kurang disiplin, kurang bertanggung jawab dsb. Pasti Anda sudah melakukan upaya untuk mengatasinya, tetapi mungkin hasilnya masih jauh dari yang Anda inginkan.
Dan Anda masih ingin mengatasi masalah-masalah yang Anda temukan di kelas, bukan? Mengapa tidak mencoba mengatasinya lewat suatu kegiatan penelitian tindakan? Mendengar kata ’penelitian’ mungkin Anda ingat pengalaman pahit ketika dulu meneliti untuk skripsi Anda karena harus mengembangkan instrumen yang berkali-kali direvisi atas saran dosen pembimbing, harus minta ijin ke sana ke sini, harus terjun ke lapangan menemui responden, yang tidak selalu menyambut dengan ramah kedatangan Anda, harus kecewa karena angket tidak semua dikembalikan, harus menganalisis data dan seirng tersandung masalah statistik, dan setelah analisis selesai, harus kecewa karena hasilnya tidak selalu siap dipraktikkan di dunia nyata. dsb. Singkatnya, kegiatan penelitian tidak mudah karena pertanggungjawaban teoretisnya cukup berat.
Anda tidak perlu mengalami itu semua ketika Anda melakukan penelitian tindakan. Mengapa? Karena jenis penelitian ini memang berbeda dengan jenis penelitian lain. Kalau jenis penelitian lain layaknya dilakukan oleh para ilmuwan di kampus atau lembaga penelitian, penelitian tindakan layaknya dilakukan oleh para praktisi, termasuk Anda sebagai guru. Kalau jenis penelitian lainnya untuk mengembangkan teori, penelitian tindakan ditujukan untuk meningkatkan praktik lapangan. Jadi penelitian tindakan adalah jenis penelitian yang cocok untuk para praktisi, termasuk guru.
Mari kita bicarakan hal ikhwal tentang penelitian tindakan. Kalau Anda pernah mempelajarinya, pembicaraan ini berfungsi untuk menyegarkan kembali atau memperkaya apa yang telah Anda ketahui. Kalau Anda belum tahu banyak, lewat pembicaraan ini Anda akan mengenalnya, memahaminya, dan akhirnya berminat untuk melaksanakannya, untuk mencapai cita-cita Anda yang mulia, yaitu meningkatkan keberhasilan mendidik, mengajar dan melatih murid-murid Anda, yang akan memberikan sumbangan yang signifikan pada peningkatkan kualitas pendidikan nasional. Seperti tercantum dalama UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3, pendidikan nasional befungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan bangsa kita, seperti dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, upaya Anda untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas merupakan amalan mulia karena memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan yang telah direbut lewat pengorbanan yang tidak sedikit.
Mari kita menyamakan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan kelas (PTK).
Apa yang Dimaksud dengan PTK dan Apa Ciri-cirinya?
Karena penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka ia cocok untuk Anda sebagai guru. Anda mungkin heran kenapa istilah ’penelitian’ yang biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan dengan istilah ’tindakan’. Keheranan Anda tidak berlebihan karena memang jenis penelitian ini tergolong muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah ratusan tahun dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat membantu Anda dalam memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan (Silakan baca Burns, 1999: 30; Kemmis & McTaggrt, 1982: 5; Reason & Bradbury, 2001: 1).
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.
Apakah kegiatan penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Kalau begitu, apakah penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja? Benar. Apakah berarti bahwa subyek dalam PTK termasuk murid-murid Anda? Benar. Lalu bagaimana cara untuk menjaga kualitas PTK? Apakah boleh bekerjasama dengan guru lain? Benar. Anda bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator Anda.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula, apakah peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada? Benar. Anda memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Kalau begitu, apakah diperlukan kerangka kerja agar masalah praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata? Benar. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi.
Apa syarat-syarat agar PTK Anda berhasil?
Untuk dapat meraih perubahan yang diinginkan melalui PTK, apakah ada syarat-syarat lain? Betul, silakan baca McNiff, Lomax dan Whitehead (2003). Pertama, Anda dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu mungkin terwujud jika ada maksud yang jelas dalam melakukan intervensi tersebut. Kedua, Anda dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai. Ketiga, tindakan yang Anda lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri. Keempat, tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Kelima, penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya. Keenam, Anda mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi. Kutujuh, Anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional. Kedelapan, Anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik tersebut di atas, yang mencakup (1) identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama penjelasannya; (2) mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya; dan (3) teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu. Kesembilan,Anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik. Kesepuluh, Anda perlu memvalidasi pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
Apa yang dapat Dicapai lewat Penelitian Tindakan Kelas?
Pertanyaan ini dapat diubah menjadi, ”Kapan Anda secara tepat dapat melakukan PTK?” Jawabnya: Ketika Anda ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawab Anda dan sekaligus ingin melibatkan murid-murid Anda dalam proses pembelajaran (lihat Cohen dan Manion, 1980). Dengan kata lain, Anda ingin meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman Anda terhadap praktik tersebut, dan situasi pembelajaran kelas Anda (Grundy & Kemmis, 1982: 84). Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran Anda, perilaku murid-murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980: 211): (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada dua butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.
Kriteria dalam Penelitian Tindakan
Benarkah PTk harus memenuhi kriteria tertentu? Benar. Seperti layaknya penelitian, PTK harus memenuhi kriteria validitas. Akan tetapi, makna dasar validitas untuk penelitian tindakan condong ke makna dasar validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu makna langsung dan lokal dari tindakan sebatas sudut pandang peserta penelitiannya (Erickson, 1986, disitir oleh Burns, 1999). Jadi kredibilitas penafsiran peneliti dipandang lebih penting daripada validitas internal (Davis, 1995, disitir oleh Burns, 1999). Karena PTK bersifat transformatif, maka kriteria yang cocok adalah validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogis, yang harus dipenuhi dari awal sampai akhir penelitian, yaitu dari refleksi awal saat kesadaran akan kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya (Burns, 1999: 161-162, menyitir Anderson dkk,1994).
Validitas: demokratik, hasil, proses, katalitik, dan dialoguis
Validitas Demokratik berkenaan dengan kadar kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai suara. Dalam PTk, idealnya Anda, guru lain/pakar sebagai kolaborator, dan murid-murid Anda masing-masing diberi kesempatan menyuarakan apa yang dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian berlangsung. Pertanyaan kunci mencakup: Apakah semua pemangku kepentingan (stakeholders) PTK (guru, kolaborator, administrator, mahasiswa, orang tua) dapat menawarkan pandangannya? Apakah solusi masalah di kelas Anda memberikan manfaat kepada mereka? Apakah solusinya memiliki relevansi atau keterterapan pada konteks kelas Anda? Semua pemangku kepentingan di atas diberi kesempatan dan/atau didorong lewat berbagai cara yang cocok dalam situasi budaya setempat untuk mengungkapkan pendapatnya, gagasan-gagasannya, dan sikapnya terhadap persoalan pembelajaran kelas Anda, yang fokusnya adalah pencarian solusi untuk peningkatan praktik dalam situasi pembelajaran kelas Anda. Misalnya, dalam kasus penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris, pada tahap refleksi awal guru-guru yang berkolaborasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas, siswa, Kepala Sekolah, dan juga orang tua siswa, diberi kesempatan dan/atau didorong untuk mengungkapkan pandangan dan pendapatnya tentang situasi dan kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah terkait. Hal ini dilakukan untuk mencapai suatu kesepatakan bahwa memang ada kekurangan yang perlu diperbaiki dan kekurangan tersebut perlu diperbaiki dalam konteks yang ada, atau juga disebut kesepakatan tentang latar belakang penelitian. Selanjutnya, diciptakan proses yang sama untuk mencapai kesepakatan tentang masalah-masalah apa yang ada, yaitu identifikasi masalah, dan tentang masalah apa yang akan menjadi fokus penelitian atau pembatasan masalah penelitian. Kemudian, proses yang sama berlanjut untuk merumuskan pertanyaan penelitian atau merumuskan hipotesis tindakan yang akan menjadi dasar bagi perencanaan tindakan, yang juga dilaksanakan melalui proses yang melibatkan semua peserta penelitian untuk mengungkapkan pandangan dan pendapat serta gagasan-gagasannya. Proses yang mendorong setiap peserta penelitian untuk mengungkapkan atau menyuarakan pandangan, pendapat, dan gagasannya ini diciptakan sepanjang penelitian berlangsung.
Validitas Hasil mengandung konsep bahwa tindakan kelas Anda membawa hasil yang sukses di dalam konteks PTK Anda. Hasil yang paling efektif tidak hanya melibatkan solusi masalah tetapi juga meletakkan kembali masalah ke dalam suatu kerangka sedemikian rupa sehingga melahirkan pertanyaan baru. Hal ini tergambar dalam siklus penelitian pada Gambar 1 di bawah, di mana ketika dilakukan refleksi pada akhir tindakan pemberian tugas yang menekankan kegiatan menggunakan bahasa Inggris lewat tugas ‘information gap’, ditemukan bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dan sebagian besar siswa merasa takut salah, cemas, dan malu berbicara. Maka timbul pertanyaan baru, ‘Apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi agar siswa tidak takut salah, tidak cemas, dan tidak malu sehingga dengan suka rela aktif melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran?’ Hal ini menggambarkan bahwa pertanyaan baru timbul pada akhir suatu tindakan yang dirancang untuk menjawab suatu pertanyaan, begitu seterusnya sehingga upaya perbaikan berjalan secara bertahap, berkesinambungan tidak pernah berhenti, mengikuti kedinamisan situasi dan kondisi. (Mohon dicermati uraian masing-masing tahap dan kesinambungan masalah yang timbul). Validitas hasil juga tergantung pada validitas proses pelaksanaan penelitian, yang merupakan kriteria berikutnya.
Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’, yang dapat dipenuhi dengan menjawab sederet pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan seberapa memadai proses pelaksanaan PTK Anda? Misalnya, apakah Anda dan kolaborator Anda mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut? Artinya, Anda dan kolaborator secara terus menerus dapat mengkritisi diri sendiri dalam situasi yang ada sehingga dapat melihat kekurangannya dan segera berupaya memperbaikinya. Apakah peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang berbeda dan melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?
Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang disebut di atas, para peneliti dapat menentukan indikator kelas bahasa Inggris yang aktif, mungkin dengan menghitung berapa siswa yang aktif terlibat belajar menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi lewat tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak bahasa Inggris yang diproduksi siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat yang diproduksi dan lama waktu yang digunakan siswa untuk memproduksinya, serta adanya upaya guru memfasilitasi pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah yang tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru secara kritis merefleksi bersama kolaborator untuk mencari sebab-sebabnya dan menentukan cara-cara mengatasinya. Kalau diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk menyuarakan apa yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa yang aktif diminta mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu juga ditemukan apakah ada perubahan pada diri siswa sesuai dengan indikator bahwa para siswa berubah lewat tindakan pertama berupa pemberian tugas ‘information gap’ dan tindakan kedua berupa pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada diri guru dari peran pemberi pengetahuan ke peran fasilitator dan penolong. Begitu seterusnya sehingga pemantauan terhadap perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan disimpulkan lewat dialog reflektif yang demokratik.
Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti dalam bidang terkait sangat menentukan kualitas proses yang diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses akan sangat ditentukan oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat kompetensi komunikatif, (2) pembelajaran bahasa yang komunikatif yang mencakup pendekatan komunikatif bersama metodologi dan teknik-tekniknya, dan (3) karakteristik siswanya (intelegensi, gaya belajar, variasi kognitif, kepribadian, motivasi, tingkat perkembangan/pemelajaran) dan pengaruhnya terhadap pembelajaran bahasa asing. Jika wawasan, pengetahuan dan pemahaman tersebut kuat, maka peneliti akan dapat dengan lebih mudah menentukan perilaku-perilaku mana yang menunjang tercapainya perubahan yang diinginkan dengan indikator yang tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang menghambatnya.
Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan kemampuan untuk mengumpulkan data, misalnya melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan dan harian. Dalam mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak seobjektif mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama mengamati perhatiannya terfokus pada gejala yang dapat ditangkap lewat pancainderanya saja, yaitu apa yang didengar, dilihat, diraba (jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium, yang terjadi pada semua peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru dan siswa. Dalam pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai peneliti melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi. Seperti telah diuraikan di depan, perlu dijaga agar tidak terjadi penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran. Kemudian, diperlukan kompetensi lain untuk membuat catatan lapangan dan harian tentang apa yang terjadi. Akan lebih baik jika para peneliti merekamnya dengan kaset audio atau audio-visual sehingga catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya, kompetensi peneliti dalam bidang yang diteliti dan dalam pengumpulan data lewat pengamatan partisipan sangat menentukan kualitas proses tindakan dan pengumpulan data tentang proses tersebut.
Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang Anda capai realitas kehidupan kelas Anda dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk perubahan pemahaman Anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini.
Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, validitas katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat dan factor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran. Misalnya faktor-faktor kepribadian (lihat Brown, 2000) seperti rasa takut salah dan malu melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam peningkatan pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam proses pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator dan peran penolong serta peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin dalam adanya peningkatan pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil tindakan yang dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua upaya memenuhi tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui siklus perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.
Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu, setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan untuk terlalu subjektif dan simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin. Untuk memperkuat validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang sama dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan, diijinkan untuk memeriksa semua data mentah yang terkait dengan yang sedang dikritisi.
Trianggulasi untuk Mengurangi Subjektivitas
Bagaimana Anda meningkatkan validitas PTK Anda? Tidak lain dengan meminimalkan subjektivitas melalui trianggulasi. Anda sebagai pelaku PTK dapat menggunakan metode ganda dan perspektif kolaborator Anda untuk memperoleh gambaran kaya yang lebih objektif. Bentuk lain dari trianggulasi adalah: trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, trianggulasi peneliti, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999: 164). Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan. Misalnya, data tentang proses pembelajaran dengan seperangkat teknik tertentu dapat dikumpulkan pada jam awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan jumlah pengamatan yang memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi peneliti dapat dilakukan dengan pengumpulan data yang sama oleh beberapa peneliti sampai diperoleh data yang relatif konstan. Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat mengamati proses pembelajaran yang sama dalam waktu yang sama pula. Trianggulasi ruang dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda. Dalam contoh proses pembelajaran bahasa Inggris di atas, ada dua atau tiga kelas yang dijadikan ajang penelitian yang sama dan data yang sama dikumpulkan dari kelas-kelas tersebut. Trianggulasi teoretis dapat dilakukan dengan memaknai gejala perilaku tertentu dengan dituntun oleh beberapa teori yang berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku tertentu yang menyiratkan motivasi dapat ditinjau dari teori motivasi aliran yang berbeda: aliran behavioristik, kognitif, dan konstruktivis.
Reliabilitas
Reliabilitas data PTK Anda secara hakiki memang rendah. Mengapa? Karena situasi PTk terus berubah dan proses PTK bersifat transformatif tanpa kendali apapun (alami) sehingga sulit untuk mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi, padahal tingkat reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan hampir seluruh aspek situasi yang dapat berubah (variabel) dan hal ini tidak mungkin atau tidak baik dilakukan dalam PTK. Mengapa tidak mungkin? Karena akan bertentangan dengan ciri khas penelitian tindakan itu sendiri, yang salah satunya adalah kontekstual/situasional dan terlokalisasi, dengan perubahan yang menjadi tujuannya. Penilaian peneliti menjadi salah satu tumpuan reliabilitas PTK. Cara-cara meyakinkan orang atas reliabilitas PTK termasuk: menyajikan (dalam lampiran) data asli seperti transkrip wawancara dan catatan lapangan (bila hasil penelitian dipublikasikan), menggunakan lebih dari satu sumber data untuk mendapatkan data yang sama dan kolaborasi dengan sejawat atau orang lain yang relevan.
Kelebihan dan Kekurangan PTK
PTK memiliki kelebihan berikut (Shumsky, 1982): (1) tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada saling merangsang untuk berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK (silakan lihat Passow, Miles, dan Draper, 1985).
PTK Anda juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Anda sendiri karena terlalu banyak berurusan dengan hal-hal praktis, (2) rendahnya efisiensi waktu karena Anda harus punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara Anda masih harus melakukan tugas rutin ; (3) konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan tinggi terhadap kebutuhan dan keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimimpin demikian.
Persyaratan Keberhasilan PTK
Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi (Hodgkinson, 1988): (1) kesediaan untuk mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat; dan (6)pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta penelitian.
Penelitian Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (Burns, 1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif Kemmis dan McTaggart (1988: 5; Hill & Kerber, 1967, disitir oleh Cohen & Manion, 1985, dalam Burns, 1999: 31): (1) penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama, (2) penelitian kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik dan dialogis; (3) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua orang yang terlibat dalam situasi terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada Anda sebagai guru dan murid-murid Anda serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang ada.
Kolaborasi atau kerja sama dalam melakukan penelitian tindakan dapat dilakukan dengan: mahasiswa; sejawat dalam jurusan/sekolah/lembaga yang sama; sejawat dari lembaga/sekolah lain; sejawat dengan wilayah keahlian yang berbeda (misalnya antara guru dan pendidik guru, antara guru dan peneliti; antara guru dan manajer); sejawat dalam disiplin ilmu yang berbeda (misalnya antara guru bahasa asing dan guru bahasa ibu); dan sejawat di negara lain (Wallace, 1998).
Prinsip-prinsip penelitian tindakan kolaboratif
Tiga tahap PTK kolaboratif adalah: prakarsa, pelaksanaan, dan diseminasi (Burns, 1999: 207-208). Butir-butir tentang prakarsa yang perlu dipertimbangkan dalam PTK Anda (Burns, 1999: 207):
Sejauh dapat dilakukan, agenda PTK tindakan hendaknya ditarik dari kebutuhan-kebutuhan, kepedulian dan persyaratan yang diungkapkan oleh semua pihak Anda sendiri, sejawat, kepala sekolah, murid-murid, dan/atau orangtua murid) yang terlibat dalam konteks pembelajaran/kependidikan di kelas/sekolah Anda;
PTK Anda hendaknya benar-benar memanfaatkan keterampilan, minat dan keterlibatan Anda sebagai guru dan sejawat;
PTK Anda hendaknya terpusat pada masalah-masalah pembelajaran kelas Anda, yang ditemukan dalam kenyataan sehari-hari. Namun demikian, hasil PTK Anda daapt juga memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran bidang studi Anda;
Metodologi PTK Anda hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan persoalan pembelajaran kelas Anda yang sedang diteliti, sumber daya yang ada dan murid-murid sebagai sasaran penelitian.
PTK Anda hendaknya direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara kolaboratif. Tujuan, metode, pelaksanaan dan strategi evaluasi hendaknya Anda negosiasikan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) terutama penelitian Anda, sejawat, murid-murid, dan kepala sekolah (yang mungkin diperlukan dukungan kebijakannya).
PTK Anda hendaknya bersifat antardisipliner, yaitu sedapat mungkin didukung oleh wawasan dan pengalaman orang-orang dari bidang-bidang lain yang relevan, seperti ilmu jiwa, antropologi, dan sosiologi serta budaya. Jadi Anda dapat mencari masukan dari teman-teman guru atau dosen LPTK yang relevan.
Dalam PTK, butir-butir pelaksanaan di bawah harus dipertimbangkan (Burns, 1999: 207-208):
Anda sebagai pelaku PTK hendaknya berupaya memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. Upayakan mendapatkan dari pemimpin dukungan dan bantuan secara terus menerus dalam tahap-tahap pelaksanaan, diseminasi, dan tindak-lanjut penelitiannya.
PTK Anda selayaknya dilakukan dalam kelas sendiri.
PTK Anda akan berjalan dengan baik jika terkait dengan program peningkatan guru dan pengembangan materi di sekolah atau wilayah sendiri.
PTK Anda hendaknya dipadukan dengan komponen evaluasi.
Dalam tahap diseminasi PTK perlu dipertimbangkandua butir berikut (Burns, 1999: 208)
Bentuk pelaporan hasil penelitian tindakan ditentukan oleh audiens sasaran. Jika audiens sasarannya adalah guru-guru bahasa Inggris di SD, misalnya, bentuk laporannya berbeda dengan jika audiens sasarannya adalah pendidik guru bahasa Inggris di universitas.
Jaringan kerja dan mekanisme yang tersedia di dalam lembaga pendidikan Anda hendaknya digunakan untuk menyebarkan hasil penelitian terkait. Misalnya, penyebaran hasil penelitian dilakukan lewat simposium guru, sarasehan MGMP, atau seminar daerah.
Kelebihan dan Kelemahan PTK Kolaboratif
Apa kelemahan dan kelebihan PTK? Kelebihannya seperti dikatakan Burns (1999: 13) sebagai berikut. Proses penelitian kolaboratif memperkuat kesempatan bagi hasil penelitian tentang praktik pendidikan untuk diumpanbalikkan ke sistem pendidikan dengan cara yang lebih substansial dan kritis. Proses tersebut mendorong guru untuk berbagi masalah-masalah umum dan bekerja sama sebagai masyarakat penelitian untuk memeriksa asumsi, nilai dan keyakinan yang sedang mereka pegang dalam kultur sosio-politik lembaga tempat mereka bekerja. Proses kelompok dan tekanan kolektif kemungkinan besar akan mendorong keterbukaan terhadap perubahan kebijakan dan praktik. Penelitian tindakan kolaboratif secara potensial lebih memberdayakan daripada penelitian tindakan yang dilakukan secara individu karena menawarkan kerangka kerja yang mantab untuk perubahan keseluruhan.
Selain itu, ada kelebihan lain dari PTK kolaboratif (Wallace, 1998: 209-210): (1) kedalaman dan cakupan, yang artinya makin banyak orang terlibat dalam proyek penelitian tindakan, makin banyak data dapat dikumpulkan, apakah dalam hal kedalaman (misalnya studi kasus kelas bahasa Inggris) atau dalam hal cakupan (misalnya beberapa studi kasus suplementer; populasi yang lebih besar), atau dalam keduanya dan ini disebabkan makin banyak perspektif yang digunakan akan makin intensif pemeriksaan terhadap data atau makin luas cakupan persoalan dalam hal tim peneliti saling berkolaborasi dalam meneliti kelasnya masing-masing; (2) Validitas dan reliabilitas, yaitu keterlibatan orang lain akan mempermudah penyelidikan terhadap satu persoalan dari sudut yang berbeda, mungkin dengan menggunakan teknik penelitian yang berbeda (yaitu menggunakan trianggulasi); dan (3) Motivasi yang timbal lewat dinamika kelompok yang benar, di mana bekerja sebagai anggota tim lebih bersemangat daripada bekerja sendiri.
Kelemahan terbesar PTK kolaboratif terkait dengan sulitnya mencapai keharmonisan kerjasama antara orang-orang yang berlatar belakang yang berbeda. Hal ini dapat dipecahkan dengan membicarakan aturan-aturan dasar (Wallace, 1998: 210), seperti yang tersirat dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa yang akan kita lakukan? Mengapa kita menangani masalah ini? (Apakah kita memiliki motivasi yang sama, atau motivasi yang berbeda?) Bagaimana kita akan melakukannya? (Siapa melakukan apa dan kapan?) Berapa banyak waktu masing-masing dari kita akan siap dihabiskan untuk keperluan ini? Berapa sering kita akan bertemu, di mana dan kapan? Apa hasil akhir yang diharapkan? (Suatu ceramah atau artikel; atau sekadar pengalaman yang sama?)
Sumber: http://www.ktiguru.org/
Dan Anda masih ingin mengatasi masalah-masalah yang Anda temukan di kelas, bukan? Mengapa tidak mencoba mengatasinya lewat suatu kegiatan penelitian tindakan? Mendengar kata ’penelitian’ mungkin Anda ingat pengalaman pahit ketika dulu meneliti untuk skripsi Anda karena harus mengembangkan instrumen yang berkali-kali direvisi atas saran dosen pembimbing, harus minta ijin ke sana ke sini, harus terjun ke lapangan menemui responden, yang tidak selalu menyambut dengan ramah kedatangan Anda, harus kecewa karena angket tidak semua dikembalikan, harus menganalisis data dan seirng tersandung masalah statistik, dan setelah analisis selesai, harus kecewa karena hasilnya tidak selalu siap dipraktikkan di dunia nyata. dsb. Singkatnya, kegiatan penelitian tidak mudah karena pertanggungjawaban teoretisnya cukup berat.
Anda tidak perlu mengalami itu semua ketika Anda melakukan penelitian tindakan. Mengapa? Karena jenis penelitian ini memang berbeda dengan jenis penelitian lain. Kalau jenis penelitian lain layaknya dilakukan oleh para ilmuwan di kampus atau lembaga penelitian, penelitian tindakan layaknya dilakukan oleh para praktisi, termasuk Anda sebagai guru. Kalau jenis penelitian lainnya untuk mengembangkan teori, penelitian tindakan ditujukan untuk meningkatkan praktik lapangan. Jadi penelitian tindakan adalah jenis penelitian yang cocok untuk para praktisi, termasuk guru.
Mari kita bicarakan hal ikhwal tentang penelitian tindakan. Kalau Anda pernah mempelajarinya, pembicaraan ini berfungsi untuk menyegarkan kembali atau memperkaya apa yang telah Anda ketahui. Kalau Anda belum tahu banyak, lewat pembicaraan ini Anda akan mengenalnya, memahaminya, dan akhirnya berminat untuk melaksanakannya, untuk mencapai cita-cita Anda yang mulia, yaitu meningkatkan keberhasilan mendidik, mengajar dan melatih murid-murid Anda, yang akan memberikan sumbangan yang signifikan pada peningkatkan kualitas pendidikan nasional. Seperti tercantum dalama UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3, pendidikan nasional befungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan bangsa kita, seperti dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, upaya Anda untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas merupakan amalan mulia karena memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan yang telah direbut lewat pengorbanan yang tidak sedikit.
Mari kita menyamakan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan kelas (PTK).
Apa yang Dimaksud dengan PTK dan Apa Ciri-cirinya?
Karena penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka ia cocok untuk Anda sebagai guru. Anda mungkin heran kenapa istilah ’penelitian’ yang biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan dengan istilah ’tindakan’. Keheranan Anda tidak berlebihan karena memang jenis penelitian ini tergolong muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah ratusan tahun dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat membantu Anda dalam memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan (Silakan baca Burns, 1999: 30; Kemmis & McTaggrt, 1982: 5; Reason & Bradbury, 2001: 1).
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.
Apakah kegiatan penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Kalau begitu, apakah penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja? Benar. Apakah berarti bahwa subyek dalam PTK termasuk murid-murid Anda? Benar. Lalu bagaimana cara untuk menjaga kualitas PTK? Apakah boleh bekerjasama dengan guru lain? Benar. Anda bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator Anda.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula, apakah peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada? Benar. Anda memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Kalau begitu, apakah diperlukan kerangka kerja agar masalah praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata? Benar. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi.
Apa syarat-syarat agar PTK Anda berhasil?
Untuk dapat meraih perubahan yang diinginkan melalui PTK, apakah ada syarat-syarat lain? Betul, silakan baca McNiff, Lomax dan Whitehead (2003). Pertama, Anda dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu mungkin terwujud jika ada maksud yang jelas dalam melakukan intervensi tersebut. Kedua, Anda dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai. Ketiga, tindakan yang Anda lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri. Keempat, tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Kelima, penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya. Keenam, Anda mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi. Kutujuh, Anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional. Kedelapan, Anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik tersebut di atas, yang mencakup (1) identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama penjelasannya; (2) mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya; dan (3) teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu. Kesembilan,Anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik. Kesepuluh, Anda perlu memvalidasi pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
Apa yang dapat Dicapai lewat Penelitian Tindakan Kelas?
Pertanyaan ini dapat diubah menjadi, ”Kapan Anda secara tepat dapat melakukan PTK?” Jawabnya: Ketika Anda ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawab Anda dan sekaligus ingin melibatkan murid-murid Anda dalam proses pembelajaran (lihat Cohen dan Manion, 1980). Dengan kata lain, Anda ingin meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman Anda terhadap praktik tersebut, dan situasi pembelajaran kelas Anda (Grundy & Kemmis, 1982: 84). Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran Anda, perilaku murid-murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980: 211): (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada dua butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.
Kriteria dalam Penelitian Tindakan
Benarkah PTk harus memenuhi kriteria tertentu? Benar. Seperti layaknya penelitian, PTK harus memenuhi kriteria validitas. Akan tetapi, makna dasar validitas untuk penelitian tindakan condong ke makna dasar validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu makna langsung dan lokal dari tindakan sebatas sudut pandang peserta penelitiannya (Erickson, 1986, disitir oleh Burns, 1999). Jadi kredibilitas penafsiran peneliti dipandang lebih penting daripada validitas internal (Davis, 1995, disitir oleh Burns, 1999). Karena PTK bersifat transformatif, maka kriteria yang cocok adalah validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogis, yang harus dipenuhi dari awal sampai akhir penelitian, yaitu dari refleksi awal saat kesadaran akan kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya (Burns, 1999: 161-162, menyitir Anderson dkk,1994).
Validitas: demokratik, hasil, proses, katalitik, dan dialoguis
Validitas Demokratik berkenaan dengan kadar kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai suara. Dalam PTk, idealnya Anda, guru lain/pakar sebagai kolaborator, dan murid-murid Anda masing-masing diberi kesempatan menyuarakan apa yang dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian berlangsung. Pertanyaan kunci mencakup: Apakah semua pemangku kepentingan (stakeholders) PTK (guru, kolaborator, administrator, mahasiswa, orang tua) dapat menawarkan pandangannya? Apakah solusi masalah di kelas Anda memberikan manfaat kepada mereka? Apakah solusinya memiliki relevansi atau keterterapan pada konteks kelas Anda? Semua pemangku kepentingan di atas diberi kesempatan dan/atau didorong lewat berbagai cara yang cocok dalam situasi budaya setempat untuk mengungkapkan pendapatnya, gagasan-gagasannya, dan sikapnya terhadap persoalan pembelajaran kelas Anda, yang fokusnya adalah pencarian solusi untuk peningkatan praktik dalam situasi pembelajaran kelas Anda. Misalnya, dalam kasus penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris, pada tahap refleksi awal guru-guru yang berkolaborasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas, siswa, Kepala Sekolah, dan juga orang tua siswa, diberi kesempatan dan/atau didorong untuk mengungkapkan pandangan dan pendapatnya tentang situasi dan kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah terkait. Hal ini dilakukan untuk mencapai suatu kesepatakan bahwa memang ada kekurangan yang perlu diperbaiki dan kekurangan tersebut perlu diperbaiki dalam konteks yang ada, atau juga disebut kesepakatan tentang latar belakang penelitian. Selanjutnya, diciptakan proses yang sama untuk mencapai kesepakatan tentang masalah-masalah apa yang ada, yaitu identifikasi masalah, dan tentang masalah apa yang akan menjadi fokus penelitian atau pembatasan masalah penelitian. Kemudian, proses yang sama berlanjut untuk merumuskan pertanyaan penelitian atau merumuskan hipotesis tindakan yang akan menjadi dasar bagi perencanaan tindakan, yang juga dilaksanakan melalui proses yang melibatkan semua peserta penelitian untuk mengungkapkan pandangan dan pendapat serta gagasan-gagasannya. Proses yang mendorong setiap peserta penelitian untuk mengungkapkan atau menyuarakan pandangan, pendapat, dan gagasannya ini diciptakan sepanjang penelitian berlangsung.
Validitas Hasil mengandung konsep bahwa tindakan kelas Anda membawa hasil yang sukses di dalam konteks PTK Anda. Hasil yang paling efektif tidak hanya melibatkan solusi masalah tetapi juga meletakkan kembali masalah ke dalam suatu kerangka sedemikian rupa sehingga melahirkan pertanyaan baru. Hal ini tergambar dalam siklus penelitian pada Gambar 1 di bawah, di mana ketika dilakukan refleksi pada akhir tindakan pemberian tugas yang menekankan kegiatan menggunakan bahasa Inggris lewat tugas ‘information gap’, ditemukan bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dan sebagian besar siswa merasa takut salah, cemas, dan malu berbicara. Maka timbul pertanyaan baru, ‘Apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi agar siswa tidak takut salah, tidak cemas, dan tidak malu sehingga dengan suka rela aktif melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran?’ Hal ini menggambarkan bahwa pertanyaan baru timbul pada akhir suatu tindakan yang dirancang untuk menjawab suatu pertanyaan, begitu seterusnya sehingga upaya perbaikan berjalan secara bertahap, berkesinambungan tidak pernah berhenti, mengikuti kedinamisan situasi dan kondisi. (Mohon dicermati uraian masing-masing tahap dan kesinambungan masalah yang timbul). Validitas hasil juga tergantung pada validitas proses pelaksanaan penelitian, yang merupakan kriteria berikutnya.
Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’, yang dapat dipenuhi dengan menjawab sederet pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan seberapa memadai proses pelaksanaan PTK Anda? Misalnya, apakah Anda dan kolaborator Anda mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut? Artinya, Anda dan kolaborator secara terus menerus dapat mengkritisi diri sendiri dalam situasi yang ada sehingga dapat melihat kekurangannya dan segera berupaya memperbaikinya. Apakah peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang berbeda dan melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?
Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang disebut di atas, para peneliti dapat menentukan indikator kelas bahasa Inggris yang aktif, mungkin dengan menghitung berapa siswa yang aktif terlibat belajar menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi lewat tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak bahasa Inggris yang diproduksi siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat yang diproduksi dan lama waktu yang digunakan siswa untuk memproduksinya, serta adanya upaya guru memfasilitasi pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah yang tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru secara kritis merefleksi bersama kolaborator untuk mencari sebab-sebabnya dan menentukan cara-cara mengatasinya. Kalau diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk menyuarakan apa yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa yang aktif diminta mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu juga ditemukan apakah ada perubahan pada diri siswa sesuai dengan indikator bahwa para siswa berubah lewat tindakan pertama berupa pemberian tugas ‘information gap’ dan tindakan kedua berupa pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada diri guru dari peran pemberi pengetahuan ke peran fasilitator dan penolong. Begitu seterusnya sehingga pemantauan terhadap perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan disimpulkan lewat dialog reflektif yang demokratik.
Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti dalam bidang terkait sangat menentukan kualitas proses yang diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses akan sangat ditentukan oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat kompetensi komunikatif, (2) pembelajaran bahasa yang komunikatif yang mencakup pendekatan komunikatif bersama metodologi dan teknik-tekniknya, dan (3) karakteristik siswanya (intelegensi, gaya belajar, variasi kognitif, kepribadian, motivasi, tingkat perkembangan/pemelajaran) dan pengaruhnya terhadap pembelajaran bahasa asing. Jika wawasan, pengetahuan dan pemahaman tersebut kuat, maka peneliti akan dapat dengan lebih mudah menentukan perilaku-perilaku mana yang menunjang tercapainya perubahan yang diinginkan dengan indikator yang tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang menghambatnya.
Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan kemampuan untuk mengumpulkan data, misalnya melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan dan harian. Dalam mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak seobjektif mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama mengamati perhatiannya terfokus pada gejala yang dapat ditangkap lewat pancainderanya saja, yaitu apa yang didengar, dilihat, diraba (jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium, yang terjadi pada semua peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru dan siswa. Dalam pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai peneliti melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi. Seperti telah diuraikan di depan, perlu dijaga agar tidak terjadi penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran. Kemudian, diperlukan kompetensi lain untuk membuat catatan lapangan dan harian tentang apa yang terjadi. Akan lebih baik jika para peneliti merekamnya dengan kaset audio atau audio-visual sehingga catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya, kompetensi peneliti dalam bidang yang diteliti dan dalam pengumpulan data lewat pengamatan partisipan sangat menentukan kualitas proses tindakan dan pengumpulan data tentang proses tersebut.
Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang Anda capai realitas kehidupan kelas Anda dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk perubahan pemahaman Anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini.
Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, validitas katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat dan factor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran. Misalnya faktor-faktor kepribadian (lihat Brown, 2000) seperti rasa takut salah dan malu melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam peningkatan pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam proses pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator dan peran penolong serta peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin dalam adanya peningkatan pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil tindakan yang dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua upaya memenuhi tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui siklus perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.
Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu, setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan untuk terlalu subjektif dan simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin. Untuk memperkuat validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang sama dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan, diijinkan untuk memeriksa semua data mentah yang terkait dengan yang sedang dikritisi.
Trianggulasi untuk Mengurangi Subjektivitas
Bagaimana Anda meningkatkan validitas PTK Anda? Tidak lain dengan meminimalkan subjektivitas melalui trianggulasi. Anda sebagai pelaku PTK dapat menggunakan metode ganda dan perspektif kolaborator Anda untuk memperoleh gambaran kaya yang lebih objektif. Bentuk lain dari trianggulasi adalah: trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, trianggulasi peneliti, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999: 164). Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan. Misalnya, data tentang proses pembelajaran dengan seperangkat teknik tertentu dapat dikumpulkan pada jam awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan jumlah pengamatan yang memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi peneliti dapat dilakukan dengan pengumpulan data yang sama oleh beberapa peneliti sampai diperoleh data yang relatif konstan. Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat mengamati proses pembelajaran yang sama dalam waktu yang sama pula. Trianggulasi ruang dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda. Dalam contoh proses pembelajaran bahasa Inggris di atas, ada dua atau tiga kelas yang dijadikan ajang penelitian yang sama dan data yang sama dikumpulkan dari kelas-kelas tersebut. Trianggulasi teoretis dapat dilakukan dengan memaknai gejala perilaku tertentu dengan dituntun oleh beberapa teori yang berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku tertentu yang menyiratkan motivasi dapat ditinjau dari teori motivasi aliran yang berbeda: aliran behavioristik, kognitif, dan konstruktivis.
Reliabilitas
Reliabilitas data PTK Anda secara hakiki memang rendah. Mengapa? Karena situasi PTk terus berubah dan proses PTK bersifat transformatif tanpa kendali apapun (alami) sehingga sulit untuk mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi, padahal tingkat reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan hampir seluruh aspek situasi yang dapat berubah (variabel) dan hal ini tidak mungkin atau tidak baik dilakukan dalam PTK. Mengapa tidak mungkin? Karena akan bertentangan dengan ciri khas penelitian tindakan itu sendiri, yang salah satunya adalah kontekstual/situasional dan terlokalisasi, dengan perubahan yang menjadi tujuannya. Penilaian peneliti menjadi salah satu tumpuan reliabilitas PTK. Cara-cara meyakinkan orang atas reliabilitas PTK termasuk: menyajikan (dalam lampiran) data asli seperti transkrip wawancara dan catatan lapangan (bila hasil penelitian dipublikasikan), menggunakan lebih dari satu sumber data untuk mendapatkan data yang sama dan kolaborasi dengan sejawat atau orang lain yang relevan.
Kelebihan dan Kekurangan PTK
PTK memiliki kelebihan berikut (Shumsky, 1982): (1) tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada saling merangsang untuk berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK (silakan lihat Passow, Miles, dan Draper, 1985).
PTK Anda juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Anda sendiri karena terlalu banyak berurusan dengan hal-hal praktis, (2) rendahnya efisiensi waktu karena Anda harus punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara Anda masih harus melakukan tugas rutin ; (3) konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan tinggi terhadap kebutuhan dan keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimimpin demikian.
Persyaratan Keberhasilan PTK
Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi (Hodgkinson, 1988): (1) kesediaan untuk mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat; dan (6)pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta penelitian.
Penelitian Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (Burns, 1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif Kemmis dan McTaggart (1988: 5; Hill & Kerber, 1967, disitir oleh Cohen & Manion, 1985, dalam Burns, 1999: 31): (1) penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama, (2) penelitian kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik dan dialogis; (3) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua orang yang terlibat dalam situasi terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada Anda sebagai guru dan murid-murid Anda serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang ada.
Kolaborasi atau kerja sama dalam melakukan penelitian tindakan dapat dilakukan dengan: mahasiswa; sejawat dalam jurusan/sekolah/lembaga yang sama; sejawat dari lembaga/sekolah lain; sejawat dengan wilayah keahlian yang berbeda (misalnya antara guru dan pendidik guru, antara guru dan peneliti; antara guru dan manajer); sejawat dalam disiplin ilmu yang berbeda (misalnya antara guru bahasa asing dan guru bahasa ibu); dan sejawat di negara lain (Wallace, 1998).
Prinsip-prinsip penelitian tindakan kolaboratif
Tiga tahap PTK kolaboratif adalah: prakarsa, pelaksanaan, dan diseminasi (Burns, 1999: 207-208). Butir-butir tentang prakarsa yang perlu dipertimbangkan dalam PTK Anda (Burns, 1999: 207):
Sejauh dapat dilakukan, agenda PTK tindakan hendaknya ditarik dari kebutuhan-kebutuhan, kepedulian dan persyaratan yang diungkapkan oleh semua pihak Anda sendiri, sejawat, kepala sekolah, murid-murid, dan/atau orangtua murid) yang terlibat dalam konteks pembelajaran/kependidikan di kelas/sekolah Anda;
PTK Anda hendaknya benar-benar memanfaatkan keterampilan, minat dan keterlibatan Anda sebagai guru dan sejawat;
PTK Anda hendaknya terpusat pada masalah-masalah pembelajaran kelas Anda, yang ditemukan dalam kenyataan sehari-hari. Namun demikian, hasil PTK Anda daapt juga memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran bidang studi Anda;
Metodologi PTK Anda hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan persoalan pembelajaran kelas Anda yang sedang diteliti, sumber daya yang ada dan murid-murid sebagai sasaran penelitian.
PTK Anda hendaknya direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara kolaboratif. Tujuan, metode, pelaksanaan dan strategi evaluasi hendaknya Anda negosiasikan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) terutama penelitian Anda, sejawat, murid-murid, dan kepala sekolah (yang mungkin diperlukan dukungan kebijakannya).
PTK Anda hendaknya bersifat antardisipliner, yaitu sedapat mungkin didukung oleh wawasan dan pengalaman orang-orang dari bidang-bidang lain yang relevan, seperti ilmu jiwa, antropologi, dan sosiologi serta budaya. Jadi Anda dapat mencari masukan dari teman-teman guru atau dosen LPTK yang relevan.
Dalam PTK, butir-butir pelaksanaan di bawah harus dipertimbangkan (Burns, 1999: 207-208):
Anda sebagai pelaku PTK hendaknya berupaya memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. Upayakan mendapatkan dari pemimpin dukungan dan bantuan secara terus menerus dalam tahap-tahap pelaksanaan, diseminasi, dan tindak-lanjut penelitiannya.
PTK Anda selayaknya dilakukan dalam kelas sendiri.
PTK Anda akan berjalan dengan baik jika terkait dengan program peningkatan guru dan pengembangan materi di sekolah atau wilayah sendiri.
PTK Anda hendaknya dipadukan dengan komponen evaluasi.
Dalam tahap diseminasi PTK perlu dipertimbangkandua butir berikut (Burns, 1999: 208)
Bentuk pelaporan hasil penelitian tindakan ditentukan oleh audiens sasaran. Jika audiens sasarannya adalah guru-guru bahasa Inggris di SD, misalnya, bentuk laporannya berbeda dengan jika audiens sasarannya adalah pendidik guru bahasa Inggris di universitas.
Jaringan kerja dan mekanisme yang tersedia di dalam lembaga pendidikan Anda hendaknya digunakan untuk menyebarkan hasil penelitian terkait. Misalnya, penyebaran hasil penelitian dilakukan lewat simposium guru, sarasehan MGMP, atau seminar daerah.
Kelebihan dan Kelemahan PTK Kolaboratif
Apa kelemahan dan kelebihan PTK? Kelebihannya seperti dikatakan Burns (1999: 13) sebagai berikut. Proses penelitian kolaboratif memperkuat kesempatan bagi hasil penelitian tentang praktik pendidikan untuk diumpanbalikkan ke sistem pendidikan dengan cara yang lebih substansial dan kritis. Proses tersebut mendorong guru untuk berbagi masalah-masalah umum dan bekerja sama sebagai masyarakat penelitian untuk memeriksa asumsi, nilai dan keyakinan yang sedang mereka pegang dalam kultur sosio-politik lembaga tempat mereka bekerja. Proses kelompok dan tekanan kolektif kemungkinan besar akan mendorong keterbukaan terhadap perubahan kebijakan dan praktik. Penelitian tindakan kolaboratif secara potensial lebih memberdayakan daripada penelitian tindakan yang dilakukan secara individu karena menawarkan kerangka kerja yang mantab untuk perubahan keseluruhan.
Selain itu, ada kelebihan lain dari PTK kolaboratif (Wallace, 1998: 209-210): (1) kedalaman dan cakupan, yang artinya makin banyak orang terlibat dalam proyek penelitian tindakan, makin banyak data dapat dikumpulkan, apakah dalam hal kedalaman (misalnya studi kasus kelas bahasa Inggris) atau dalam hal cakupan (misalnya beberapa studi kasus suplementer; populasi yang lebih besar), atau dalam keduanya dan ini disebabkan makin banyak perspektif yang digunakan akan makin intensif pemeriksaan terhadap data atau makin luas cakupan persoalan dalam hal tim peneliti saling berkolaborasi dalam meneliti kelasnya masing-masing; (2) Validitas dan reliabilitas, yaitu keterlibatan orang lain akan mempermudah penyelidikan terhadap satu persoalan dari sudut yang berbeda, mungkin dengan menggunakan teknik penelitian yang berbeda (yaitu menggunakan trianggulasi); dan (3) Motivasi yang timbal lewat dinamika kelompok yang benar, di mana bekerja sebagai anggota tim lebih bersemangat daripada bekerja sendiri.
Kelemahan terbesar PTK kolaboratif terkait dengan sulitnya mencapai keharmonisan kerjasama antara orang-orang yang berlatar belakang yang berbeda. Hal ini dapat dipecahkan dengan membicarakan aturan-aturan dasar (Wallace, 1998: 210), seperti yang tersirat dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa yang akan kita lakukan? Mengapa kita menangani masalah ini? (Apakah kita memiliki motivasi yang sama, atau motivasi yang berbeda?) Bagaimana kita akan melakukannya? (Siapa melakukan apa dan kapan?) Berapa banyak waktu masing-masing dari kita akan siap dihabiskan untuk keperluan ini? Berapa sering kita akan bertemu, di mana dan kapan? Apa hasil akhir yang diharapkan? (Suatu ceramah atau artikel; atau sekadar pengalaman yang sama?)
Sumber: http://www.ktiguru.org/
Penelitian Tindakan Kelas 3
Proses Dasar Penelitian Tindakan
Seperti telah diuraikan sebelumnya, PTK bersifat partisipatori dan kolaboratif, yang dilakukan karena ada kepedulian bersama terhadap situasi pembelajaran kelas yang perlu ditingkatkan. Anda bersama pihak-pihak (sejawat, murid, KS) mengungkapkan kepedulian akan peningkatan situasi tersebut, saling menjajagi apa yang dipikirkan, dan bersama-sama berusaha mencari cara untuk meningkatkan situasi pembelajaran. Anda bersama kolaborator (sejawat yang berkomitmen) menentukan fokus strategi peningkatannya. Singkatnya, Anda secara bersama-sama (1) menyusun rencana tindakan bersama-sama, (2) bertindak dan (3) mengamati secara individual dan bersama-sama dan (4) melakukan refleksi bersama-sama pula. Kemudian, Anda bersama-sama merumuskan kembali rencana berdasarkan informasi yang lebih lengkap dan lebih kritis. Itulah empat aspek pokok dalam penelitian tindakan (Kemmis dkk, 1982; Burns, 1999), yang selanjutnya diuraikan di bawah ini.
1. Penyusunan Rencana
Rencana PTK merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun, dan dari segi definisi harus prospektif atau memandang ke depan pada tindakan dengan memperhitungkan peristiwa-peristiwa tak terduga sehngga mengandung sedikit resiko. Maka rencan mesti cukup fleksibel agar dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tak dapat terduga dan kendala yang sebelumnya tidak terlihat. Tindakan yang telah direncanakan harus disampaikan dengan dua pengertian. Pertama, tindakan kelas mempertimbangkan resiko yang ada dalam perubahan dinamika kehidupan kelas dan mengakui adanya kendala nyata, baik yang bersifat material namun bersifat non-meterial dalam kelas Anda. Kedua, tindakan-tindakan pilih karena memungkinkan para Anda untuk bertindak secara lebih efektif dalam tahapan-tahapan pembelajaran, secara lebih bijaksana dalam memperlakukan murid, dan cermat dalam mengamati kebutuhan dan perkembangan belajar murid.
Pada prinsipnya, tindakan yang Anda rencanakan hendaknya (1) membantu Anda sendiri dalam (a) mengatasi kendala pembelajaran kelas, (b) bertindak secara lebih tepat-guna dalam kelas Anda, dan (c) meningkatkan keberhasilan pembelajaran kelas; dan (2) membantu Anda menyadari potensi baru Anda untuk melakukan tindakan guna meningkatkan kualitas kerja. Dalam proses perencanaan, Anda harus berkolaborasi dengan sejawat melalui diskusi untuk mengembangkan bahasa yang akan dipakai dalam menganalisis dan meningkatkan pemahaman dan tindakan Anda dalam kelas.
Rencana PTK Anda hendaknya disusun berdasarkan hasil pengamatan awal refleksif terhadap pembelajaran kelas Anda. Misalnya, jika Anda adalah guru bahasa Inggris, Anda akan melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran kelas Anda dalam konteks situasi sekolah secara umum dan mendeskripsikan hasil pengamatan. Dari sini akan mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang ada. Lalu Anda meminta seorang guru bahasa Inggris lain sebagai kolaborator untuk melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang Anda selenggarakan di kelas Anda; selama mengamati, kolaborator memusatkan perhatiannya pada perilaku Anda sebagai guru dalam upaya membantu murid belajar bahasa Inggris, dan perilaku murid selama proses pembelajaran berlangsung, serta suasana pembelajarannya. Misalnya, hal-hal yang dicatat meliputi: (1) bagaimana guru melibatkan murid-muridnya dari awal (ketika membuka pelajaran); (2) bagaimana guru membantu murid-muridnya (a) memahami isi atau pesan teks, (b) memahami cara mengungkapkan makna sejenis (cara menyusun kalimat, cara mengeja kata, cara melafalkan kata yang digunakan untuk makna tersebut), (c) belajar berkomunikasi dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang telah dipelajari, (d) membantu murid-muridnya yang mengalami kesulitan atau yang pasif, (3) bagaimana guru mengelola kelas, yaitu dalam mengatur tempat duduk, mengontrol penerangan, mengatur suaranya, mengatur pemberian giliran, mengatur kegiatan; (4) bagaimana guru berpakaian, (5) bagaimana murid menanggapi upaya-upaya guru, (6) sejauh mana murid aktif memproduksi bahasa Inggris, dan (7) hal-hal lain yang secara teoretis perlu dicatat, serta (8) suasana kelas. Hasil pengamatan awal terhadap proses tersebut dituangkan dalam bentuk catatan-catatan lapangan lengkap (cuplikannya dapat disajikan dalam laporan dalam bentuk vignette), yang menggambarkan dengan jelas cuplikan/episode proses pembelajaran dalam situasi nyata.
Kemudian, Anda bersama kolaborator memeriksa catatan-catatan lapangan sebagai data awal secara cermat untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dan aspek-aspek apa yang perlu ditingkatkan untuk memecahkan masalah praktis tersebut. Berdasarkan hasil kesepakatan terhadap pencermatan data awal, dan dipadukan dengan ketersediaan sumber daya, baik manusia maupun non-manusia, Anda bersama kolaborator menyusun rencana tindakan, sebagai penuntun pelaksanaan tindakannya.
Rencana tindakan Anda perlu dilengkapi dengan pernyataan tentang indikator-indikator peningkatan yang akan dicapai. Misalnya, indikator untuk peningkatan keterlibatan murid adalah peningkatan jumlah murid yang melakukan sesuatu dalam pembelajaran nahasa Inggris, seperti bertanya, mengusulkan pendapat, mengungkapkan kesetujuan, mengungkapkan kesenangan, mengungkapkan penolakan dan sebagainya dalam bahasa Inggris; sedangkan indikator untuk produksi bahasa Inggris adalah peningkatan jumlah ungkapan (kata/frasa/kalimat) bahasa Inggris yang diproduksi oleh murid. Disamping itu, perlu juga indikator kualitatif, misalnya peningkatan keakuratan (lafal dan tatabahasa) dan kelancaran bahasa Inggris murid dengan deskriptor di masing-masing tingkatan.
Kebersamaan Anda dan kolaborator dalam mengumpulkan data awal, lalu mencermatinya untuk mengidentikasi masalah-masalah yang ada dan menentukan tindakan untuk mengatasinya, serta menyusun rencana tindakan, telah memenuhi tuntutan validitas demokratik.
Pelaksanaan Tindakan
Tindakan hendaknya dituntun oleh rencana yang telah dibuat, tetapi perlu diingat bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana, mengingat dinamikan proses pembelajaran di kelas Anda, yang menuntut penyesuaian. Oleh karena itu, Anda perlu bersikap fleksibel dan siap mengubah rencana tindakan sesuai dengan keadaan yang ada. Semua perubahan/penyesuaian yang terjadi perlu dicatat karena kelak harus dilaporkan.
Pelaksanaan rencana tindakan memiliki karakter perjuangan materiil, sosial, dan politis ke arah perbaikan. Mungkin negosiasi dan kompromi diperlukan, tetapi kompromi harus juga dilihat dalam konteks strateginya. Nilai tambah taraf sedang mungkin cukup untuk sementara waktu, dan nilai tambah ini kemudian mendasari tindakan berikutnya.
Observasi
Observasi tindakan di kelas Anda berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan bersama prosesnya. Observasi itu berorientasi ke depan, tetapi memberikan dasar bagi refleksi sekarang, lebih-lebih lagi ketika putaran atau siklus terkait masih berlangsung. Perlu dijaga agar observasi: (1) direncanakan agar (a) ada dokumen sebagai dasar refleksi berikutnya dan (b) fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang tak terduga; (2) dilakukan secara cermat karena tindakan Anda di kelas selalu akan dibatasi oleh kendala realitas kelas yang dinamis, diwarnai dengan hal-hal tak terduga; (3) bersifat responsif, terbuka pandangan dan pikirannya.
Apa yang diamati dalam PTK adalah (1) proses tindakannya, (b) pengaruh tindakan (yang disengaja dan tak sengaja), (c) keadaan dan kendala tindakan, (d) bagaimana keadaan dan kendala tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah direncanakan dan pengaruhnya, dan (e) persoalan lain yang timbul.
Refleksi
Yang dimaksud dengan refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Lewat refleksi Anda berusaha (1) memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategik, dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam situasi pembelejaran kelas, dan (2) memahami persoalan pembelajaran dan keadaan kelas di mana pembelajan dilaksanakan. Dalam melakukan refleksi, Anda sebaiknya juga berdiskusi dengan sejawat Anda, untuk menghasilkan rekonstruksi makna situasi pembelajaran kelas Anda dan memberikan dasar perbaikan rencana siklus berikutnya. Refleksi memiliki aspek evaluatif; dalam melakukan refleksi, Anda hendaknya menimbang-nimbang pengalaman menyelenggarakan pembelajaran di kelas, untuk menilai apakah pengaruh (persoalan yang timbul) memang diinginkan, dan memberikan saran-saran tentang cara-cara untuk meneruskan pekerjaan. Tetapi dalam pengertian bahwa refleksi itu deskriptif, Anda meninjau ulang, mengembangkan gambaran agar lebih lebih hidup (a) tentang proses pembelajaran kelas Anda, (b) tentang kendala yang dihadapi dalam melakukan tindakan di kelas, dan, yang lebih penting lagi, (c) tentang apa yang sekarang mungkin dilakukan untuk para siswa Anda agar mencapai tujuan perbaikan pembelajaran.
PTK Anda merupakan proses dinamis, dengan empat momen dalam spiral perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Proses dasar tersebut dapat diringkas sebagai berikut (Kemmis dkk. (1982). Dalam praktik, proses PTK Anda mulai dengan ide umum bahwa Anda menginginkan perubahan atau perbaikan pembelajaran di kelas Anda. Inilah keputusan tentang letak di mana dampak tindakan itu mungkin diperoleh. Setelah memutuskan medannya dan melakukan peninjauan awal, Anda bersama kolaborator sebagai peneliti tindakan memutuskan rencana umum tindakan. Dengan menjabarkan rencana umum ke dalam langkah-langkah yang dapat dilakukan, Anda memasuki langkah pertama, yakni perubahan dalam strategi yang ditujukan bukan saja untuk mencapai perbaikan, tetapi juga pemahaman lebih baik tentang apa yang mungkin dicapai kemudian. Sebelum mengambil langkah pertama, Anda harus lebih berhati-hati dan merencanakan cara untuk memantau pengaruh langkah tindakan pertama, keadaan kelas Anda, dan apa yang mulai dilihat oleh strategi dalam praktik. Jika mungkin mempertahankan pencarian fakta dengan memantau tindakannya, langkah pertama diambil. Pada waktu langkah itu dilaksanakan, data baru mulai masuk, dan keadaan, tindakan, dan pengaruhnya dapat dideskripsikan dan dievaluasi. Tahap evaluasi ini menjadi peninjauan yang segar yang dapat dipakai untuk menyiapkan cara untuk perencanaan baru (Kemmis dkk., 1982: 6-7).
Peneliti mulai melihat masalah dalam kelas bahasa Inggris yang diampunya, yaitu cara pandang siswa yang kurang benar terhadap pemelajaran bahasa Inggris. Yaitu, siswa hanya tertarik belajar gramar dan kosakata dan pasif dalam belajar berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Peneliti memutuskan untuk mengubah cara pandang siswa dengan cara mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas ‘information gap’ dengan menggunakan permainan dan bermain peran. Tugas ‘information gap’ merujuk pada tugas di mana terdapat kesenjangan yang mesti ditutup oleh siswa yang satu dengan cara berkomunikasi dengan siswa lainnya. Teknik tugas ini mencakup permainan bahasa, bermain peran, dan simulasi, mulai dari teknik-teknik semi-terbimbing untuk pelajar tingkat pemula dan menengah sampai teknik bebas (tanpa bimbingan) untuk pelajar tingkat lanjut. Rencana di atas dilaksanakan dan direkam prosesnya, kemudian berdasarkan data dilakukan refleksi, yang menghasilkan permasalahan baru, yaitu bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dengan tugas ‘information gap’ tersebut, sedangkan sebagian besar siswa tampak takut salah, cemas dan malu berbicara dalam bahasa Inggris. Maka, dalam tindakan kedua direncanakan untuk melakukan sesuatu yang dapat mengurangi rasa takut salah, kecemasan, dan rasa malu. Rencana ini dilaksanakan dan direkam prosesnya, kemudian dilakukan refleksi untuk melihat sejauh mana perubahan dicapai lewat tindakan kedua. Begitu seterusnya, siklus-siklus tindakan berlanjut sampai perubahan yang diinginkan dicapai dengan catatan bahwa tidak mungkin dicapai ketuntasan perubahan karena situasi dan kondisi kelas berubah terus secara dinamis.
Persoalan-Persoalan Praktis
Pemrakarsa Peneliti Tindakan
Penelitian tindakan biasanya diprakarsai oleh orang yang memiliki kepedulian besar terhadap kebutuhan untuk meningkatkan suatu situasi, misalnya situasi belajar-mengajar di kelas dan situasi pengelolaan sekolah. Ada dua kelompok orang yang dapat terlibat dalam usaha kolaborasi penelitian tindakan: (1) kelompok orang yang langsung terlibat dalam kehidupan situasi terkait, seperti guru dalam situasi belajar-mengajar dan pimpinan dalam situasi pengelolaan (manajemen), dan (2) kelompok orang yang memiliki pengetahuan tentang penelitian tindakan dan kemampuan untuk melaksanakannya, misalnya peneliti dari perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Para guru mungkin merasakan adanya sesuatu yang perlu ditingkatkan tetapi mungkin tidak begitu mengetahui bagaimana melakukannya. Atau pimpinan suatu kantor dan stafnya merasa bahwa ada kekuranglancaran dalam komunikasi antara mereka dan para bawahan mereka sehingga penyelesaian pekerjaan tertentu sering terhambat tetapi mereka kurang mengetahui bagaimana mengatasi masalah yang mereka hadapi dalam situasi seperti itu. Dengan berperan sebagai fasilitator, peneliti mengenalkan penelitian tindakan kepada guru-guru atau pimpinan dan stafnya sebagai cara untuk meneliti masalah yang telah diidentifikasi oleh para guru. Kemudian mereka bekerja sama untuk melaksanakan penelitian tindakan.
Pemilik Penelitian Tindakan
Meskipun suatu penelitian tindakan sering diprakarsai oleh fasilitator, misalnya seorang konsultan, sebaiknya orang-orang yang langsung dikenai dan sekaligus ikut serta dalam pelaksanaan penelitian tindakan tsb., dibuat merasa ikut memilikinya. Rasa ikut memiliki ini akan sangat mempengaruhi kelancaran dan kualitas pelaksanaan penelitian tsb. Rasa ikut memiliki ini dapat dikembangkan dengan melibatkan mereka dalam seluruh proses penelitian, yaitu dari langkah pertama sampai langkah terakhir. Dengan demikian, semua orang yang terkena dampak penelitian tindakan tersebut akan merasa bahwa penelitian tindakan tsb., merupakan bagian dari dirinya.
Sasaran Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan bukan merupakan teknik pemecahan masalah, namun dorongan untuk meneliti praktik secara sistematik yang sering timbul karena ada masalah yang perlu ditangani lewat tindakan praktis. Jadi penelitian tindakan tidak cocok digunakan untuk tujuan pengembangan teori karena alasan utama dilakukannya penelitian tindakan adalah peningkatan praktik dalam situasi kehidupan nyata.
Data Penelitian Tindakan
Data dalam penelitian tindakan berfungsi sebagai landasan refleksi. Data mewakili tindakan dalam arti bahwa data itu memungkinkan peneliti untuk merekonstruksi tindakan terkait, bukan hanya mengingat kembali. Oleh sebab itu, pengumpulan data tidak hanya untuk keperluan hipotesis, melainkan sebagai alat untuk membukukan amatan dan menjembatani antara momen-momen tindakan dan refleksi dalam putaran penelitian tindakan.
Data penelitian tindakan diambil dari suatu situasi bersama seluruh unsur-unsurnya. Data tersebut dapat berupa semua catatan tentang hasil amatan, transkrip wawancara, rekaman audio dan/atau video peristiwa/kejadian, yang dikumpulkan lewat berbagai teknik seperti disebutkan di bawah. Maka data penelitian tindakan dapat berbentuk catatan lapangan, catatan harian, transkrip komentar peserta penelitian, rekaman audio, rekaman video, foto dan rekaman/catatan lainnya.
Analisis Data
Analisis data diwakili oleh momen refleksi putaran penelitian tindakan. Dengan melakukan refleksi peneliti akan memiliki wawasan autentik yang akan membantu dalam menafsirkan datanya. Tetapi perlu diingat bahwa dalam menganalisis data sering seorang peserta penelitian tindakan menjadi terlalu subyektif, dan oleh karena itu dia perlu berdiskusi dengan peserta-peserta yang lainnya untuk dapat melihat datanya lewat perspektif yang berbeda. Dengan kata lain, usaha triangulasi hendaknya dilakukan dengan mengacu pendapat atau persepsi orang lain.
Akan lebih bagus jika dalam menganalisis data yang kompleks peneliti menggunakan teknik analisis kualitatif, yang salah satu modelnya adalah teknik analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1984: 21-23). Analisis interaktif tersebut terdiri atas tiga komponen kegiatan yang saling terkait satu sama lain: reduksi data, beberan (display) data, dan penarikan kesimpulan.
Reduksi data merupakan proses menyeleksi, menentukan fokus, menyederhanakan, meringkas, dan mengubah bentuk data ’mentah’ yang ada dalam catatan lapangan. Dalam proses ini dilakukan penajaman, pemilahan, pemfokusan, penyisihan data yang kurang bermakna, dan menatanya sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi. Misalnya, data tentang proses pembelajaran kelas bahasa Inggris yang tergambar dalam Vignette 1 di bawah dapat direduksi dengan menfokuskan perhatian pada apa yang dilakukan guru pada permulaan kelas (membuka pelajaran), pada bagian utama pembelajaran, dan pada akhir pelajaran (menutup pelajaran). Pada bagian utama pembelajaran dapat direduksi dengan menfokuskan perhatian pada apakah ada tindakan guru yang berkenaan, misalnya, dengan (a) upaya membantu dan/atau memfasilitasi siswa dalam mamahami makna/isi teks bahasa Inggris sebagai teks asupan, (b) upaya membantu dan/atau memfasilitasi siswa dalam memahami aturan tatabahasa yang dipakai untuk mengungkapkan makna/pesan yang sama, (c) upaya membantu dan/atau memfasilitasi siswa dalam menggunakan ungkapan yang sama untuk berkomunikasi, apakah lewat permainan bahasa, bermain peran, atau simulasi, (d) upaya memotivasi siswa atau meningkatkan percaya diri siswa dengan memuji siswa yang telah menunjukkan upaya keras atau kinerja bagus dalam menggunakan bahasa Inggris dan mendorong siswa yang kehilangan semangat atau percaya diri untuk tetap berupaya, dan (e) upaya membantu siswa untuk meningkatkan kelancaran berbahasa Inggris serta (f) upaya membantu siswa untuk meningkatkan keakuratan berbahasa Inggris. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana guru mengelola kelas, yang bisa berkenaan dengan volume suaranya, pandangan mata, gerakan fisiknya, pengaturan tempat duduk, dan pengelompokan siswa. Dengan mereduksi data tentang proses pembelajaran bahasa Inggris yang demikian, akan dapat ditarik kesimpulan apakah guru menekankan pengembangan keterampilan berkomunikasi atau hanya mengajarkan unsur-unsur bahasa seperti struktur, kosakata, lafal, dan ejaan, atau hanya menekankan keterampilan membaca tanpa menghiraukan keterampilan berbicara. Juga dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran dikelola sedemikian rupa sehingga cukup kondusif bagi terjadinya pembelajaran yang menyenangkan tetapi cukup efektif.
Setelah direduksi data siap dibeberkan. Artinya, tahap analisis sampai pada pembeberan data. Berbagai macam data penelitian tindakan yang telah direduksi perlu dibeberkan dengan tertata rapi dalam bentuk narasi plus matriks, grafik, dan/atau diagram. Pembeberan data yang sistematik, interaktif, dan inventif serta mantab akan memudahkan pemahaman terhadap apa yang telah terjadi sehingga memudahkan penarikan kesimpulan atau menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
Seperti layaknya yang terjadi dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sepanjang proses pelaksanaan tindakan penelitian. Penarikan kesimpulan tentang peningkatan atau perubahan yang terjadi dilakukan secara bertahap mulai dari kesimpulan sementara, yang ditarik pada akhir Siklus I, ke kesimpulan terevisi pada akhir Siklus II dan seterusnya, dan kesimpulan terakhir pada akhir Siklus terakhir. Kesimpulan yang pertama sampai dengan yang terakhir saling terkait dan kesimpulan pertama sebagai pijakan.
Perlu dicatat bahwa data yang dikumpulkan tidak hanya terbatas pada data tentang perubahan yang diharapkan, melainkan juga mencakup data tentang peningkatan/perubahan yang tak diharapkan (di luar rencana). Maka, kesimpulan yang ditarik juga harus mencakup perubahan yang direncanakan/diharapkan dan yang tidak diharapkan sebelumnya. Misalnya, peningkatan/perubahan yang diharapkan adalah (a) peningkatan keterlibatan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris, terutama dalam praktik berbahasa Inggris, (b) peningkatan pemahaman guru peneliti terhadap hakikat proses pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, dan (c) peningkatan suasana pembelajaran dari suasana membosankan menjadi mengasyikkan dan menyenangkan. Namun, ternyata guru peneliti juga menjadi sadar atas kekurangannya dalam hal kelancaran, ketepatan dan keakuratan berbahasa Inggris, dan kepala sekolah terkait juga mengalami perubahan sikap, yaitu dari sikap berpihak pada kelas yang diam/sunyi ke sikap yang menghargai kelas yang agak bising penuh suara siswa yang praktik berbahasa Inggris, misalnya seperti yang terjadi dalam penelitian Madya dkk (2002). Pendeknya, kesimpulan yang dibuat hendaknya mencakup semua perubahan/peningkatan pada diri peneliti dan anggota penelitian lainnya serta situasi tempat penelitian dilakukan.
Teknik-Teknik Pemantauan dalam Penelitian Tindakan
Banyak teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pemantauan dalam penelitian tindakan. Penggunaan setiap teknik tentu saja ditentukan oleh sifat dasar data yang akan dikumpulkannya. Teknik-teknik yang dimaksud disajikan berikut ini.
1. Catatan Anekdot
Catatan anekdot adalah riwayat tertulis, deskriptif, longitudinal tentang apa yang dikatakan atau dilakukan perseorangan dalam kelas Anda dalam suatu jangka waktu. Deskripsi akurat ditekankan untuk meenghasilkan gambaran umum yang layak untuk keperluan penjelasan dan penafsiran. Deskripsi tersebut biasanya mencakup konteks dan peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah peristiwa yang gayut dengan persoalan yang diteliti. Metode ini dapat diterapkan pada kelompok dan individu.
2. Catatan Lapangan
Teknik ini sejenis dengan catatan anekdot, tetapi mencakup kesan dan penafsiran subjektif. Deskripsi boleh mencakup referensi misalnya pelajaran yang lebih baik, perilaku kurang perhatian, pertengkaran picik, kecerobohan, yang tidak disadari oleh guru atau pimpinan terkait. Seperti halnya catatan anekdot, perhatian diarahkan pada persoalan yang dianggap menarik.
3. Deskripsi Perilaku Ekologis
Teknik ini kurang terarah pada persoalan jika dibandingkan dengan teknik pertama di atas. Teknik ini berusaha untuk mencatat observasi dan pemahaman terhadap urutan perilaku yang lengkap. Tingkat-tingkat deskripsi yang berbeda dapat dipakai, misalnya dalam situasi belajar-mengajar:
Kelas dalam suasana serius, tetapi tawa meledak …
Seorang siswa bernama Toni mendeskripsikan hobinya dalam acara “tunjukkan dan katakan”
Dengan kakinya diseret di lantai dan kedua tangannya saling menggenggam di punggung seorang siswa …
Deskripsi sebaiknya mengurangi penafsiran psikologis dan terminologis, seperti telah disinggung di atas. Misalnya, ketika seorang siswa diamati tertawa terbahak-bahak, peneliti tidak boleh memberi komentar tentang maksud tertawa siswa tersebut. Atau ketika beberapa siswa menolak mengerjakan tugas, peneliti tidak boleh menafsirkan bahwa penolakan tersebut karena malas atau alasan lain. Kecenderungan untuk memberikan penilaian seperti ini banyak dialami oleh peneliti pemula. Mereka belum terlatih untuk menunda penilaian sampai refleksi dilakukan.
4. Analisis Dokumen
Gambaran tentang persoalan, sekolah atau bagian sekolah, kantor atau bagian kantor, dapat dikonstruksi dengan menggunakan berbagai dokumen: surat, memo untuk staf, edaran untuk orangtua atau karyawan, memo guru atau pejabat, papan pengumuman guru, papan pengumuman siswa, pekerjaan siswa yang dipamerkan, garis besar, tes formal dan informal, publikasi siswa atau karyawan, kebijaksanaan, dan/atau peraturan. Dokumen-dokumen ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk berbagai persoalan.
5. Catatan Harian
Catatan harian adalah riwayat pribadi yang dilakukan secara teratur seputar topik yang diminati atau yang diperhatikan. Catatan harian mungkin memuat observasi, perasaan, reaksi, penafsiran, refleksi, dugaan, hipotesis, dan penjelasan. Persoalan mungkin berkisar dari riwayat tentang pekerjaan siswa atau karyawan individual sampai pemantauan diri tentang perubahan dalam metode mengajar atau metode pengawasan. Siswa atau karyawan dapat didorong untuk membuat catatan harian tentang topik yang sama untuk memperoleh perspektif alternatif.
Catatan harian dapat digunakan untuk salah satu atau beberapa tujuan berikut:
merekam secara teratur informasi faktual tentang peristiwa, tanggal dan orang, dengan klasifikasi judul, misalnya Kapan? Di mana? Siapa? Yang mana? Bagamana? Mengapa? Data yang direkam dapat membantu peneliti merekonstruksi urutan waktu atau peristiwa sebagaimana terjadi.
Aide mémoire untuk merekam catatan pendek tentang penelitian yang sedang dilakukan untuk refleksi kemudian.
Memotret secara rinci peristiwa dan situasi tertentu yang memberikan data deskriptif lengkap yang akan digunakan untuk laporan lengkap tertulis.
Catatan introspektif dan evaluatif-diri di mana peneliti mencatat pengalaman, pemikiran, dan perasaan pribadi dalam rangka memahami penelitiannya.
6. Logs
Teknik ini pada dasarnya sama dengan catatan harian tetapi biasanya disusun dengan mempertimbangkan alokasi waktu untuk kegiatan tertentu, pengelompokan kelas, dan sebagainya. Kegunaannya ditingkatkan jika mencakup komentar seperti yang terdapat dalam catatan harian tentang organisasi dan peristiwa lain.
7. Kartu Cuplikan Butir
Teknik ini mirip dengan catatan harian tetapi sekitar enam kartu digunakan untuk mencatat kesan tentang sejumlah topik, satu untuk satu kartu. Misalnya: satu set kartu boleh mencakup topik-topik seperti pendahuluan pelajaran, disiplin, kualitas pekerjaan siswa, efisiensi penilaian, kontak individual dengan siswa, dan perilaku seorang siswa. Kartunya dikocok dan catatan harian dibuat untuk satu topik setiap harinya, dan dengan demikian membangun gambaran tentang semua persoalan sebagai dasar refleksi tanpa resiko memberikan tekanan terlalu berat atau menimbulkan kebosanan dengan aspek tertentu.
8. Portfolio
Teknik ini digunakan untuk membuat koleksi bahan yang disusun dengan tujuan tertentu. Portfolio mungkin memuat hal-hal seperti tambatan rapat staf yang gayut dengan sejarah suatu persoalan yang diteliti, korespondensi yang berkaitan dengan kemajuan dan perilaku subyek penelitian, kliping korespodensi dan surat kabar yang berkaitan dengan persoalan di mana lembaga tempat penelitian menjadi pusat perhatian khalayak ramai, dan/atau tambatan rapat staf yang relevan; singkatnya dokumen apa pun yang relevan dengan persoalan yang diteliti dapat dimuat.
9. Angket
Angket terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis yang memerlukan jawaban tertulis. Pertanyaan ada dua macam.
Terbuka: meminta informasi atau pendapat dengan kata-kata responden sendiri. Pertanyaan macam ini berguna bagi tahap-tahap eksplorasi, tetapi dapat menghasilkan jawaban-jawaban yang sulit untuk disatukan. Jumlah angket yang dikembalikan mungkin juga sangat rendah.
Tertutup atau pilihan ganda: meminta responden untuk memilih kalimat atau deskripsi yang paling dekat dengan pendapat, perasan, penilaian, atau posisi mereka.
Pertanyaan harus secara cermat diungkapkan dan tujuannya harus jelas dan tidak taksa (bermakna ganda). Mengujicobakan pertanyaan dengan teman atau cuplikan (sample) kecil responden akan meningkatkan kualitasnya. Membatasi lingkup topik yang dicakup merupakan cara yang bermanfaat untuk meningkatkan jumlah angket yang kembali dan kualitas informasi yang diperoleh.
10. Wawancara
Teknik ini memungkinkan meningkatnya fleksibilitas dari pada angket, dan oleh sebab itu berguna untuk persoalan-persoalan yang sedang dijajagi daripada yang secara jelas dibatasi dari mula. Wawancara dapat:
Tak terencana: misalnya, omong-omong informal di antara para pelaku penelitian atau antara pelaku penelitian dan subyek penelitian.
Terencana tetapi tak terstruktur: Satu atau dua pertanyaan pembukaan dari pewancara, tetapi setelah itu pewancara memberikan kesempatan bagi responden untuk memilih apa yang akan dibicarakan. Pewancara boleh mengajukan pertanyaan untuk menggali atau memperjelas.
Terstruktur: Pewancara telah menyusun serentetan pertanyaan yang akan diajukan dan mengendalikan percakapan sesuai dengan arah pertanyaan-pertanyaan.
11. Metode Sosiometrik
Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah individu-individu disukai atau saling menyukai. Pertanyaan-pertanyaan sering diajukan dengan niat untuk mengetahui dengan siapa subyek tertentu ingin bekerja sama, atau berhubungan dalam suatu kegiatan bersama. Pertanyaan juga mungkin berusaha mengungkapkan dengan siapa subyek tertentu tidak suka bekerja sama atau berhubungan. Hasilnya biasanya diungkapkan dengan diagram pada sosiogram.
12. Jadwal dan daftar tilik (checklist) interaksi
Kedua teknik ini dapat digunakan oleh peneliti atau pengamat. Teknik-teknik ini boleh berdasarkan waktu, atau berdasarkan peristiwa, yang pencatatannya dilakukan kapan saja peristiwa tertentu terjadi. Berbagai perilaku dicatat dalam kategori waktu perilaku itu terjadi untuk membangun gambaran tentang urutan perilaku yang diteliti. Misalnya dalam situasi sekolah, kategori jadual dan daftar tilik (checklist) dapat menunjuk pada:
Perilaku verbal guru: misalnya bertanya, menjelaskan, mendisiplinkan (individu atau kelompok), memberi contoh melafalkan kata/frasa/kalimat.
Perilaku verbal siswa: misalnya, menjawab, bertanya, menyela, berkelakar, mengungkapkan diri, menyanggah, menyetujui.
Perilaku nonverbal guru: misalnya, tersenyum, mengerutkan kening, memberi isyarat, menulis, berdiri dekat siswa pandai, duduk dengan siswa lamban.
Perilaku nonverbal siswa: misalnya menoleh, mondar-mandir, menulis, menggambar, menulis cepat, tertawa, menangis, mengerutkan dahi, mengatupkan bibir.
13. Rekaman pita
Merekam berbagai peristiwa seperti pelajaran, rapat diskusi, seminar, lokakarya, dapat menghasilkan banyak informasi yang bermanfaat yang tertakluk (tunduk) pada analisis yang cermat. Metode ini khususnya berguna bagi kontak satu lawan satu dan kelompok kecil di mana perekam jinjing dapat digunakan atau analisis satu perilaku dapat dilakukan. Jika transkripsi ekstensif diperlukan, prosesnya mungkin menjadi sangat panjang dari segi waktu.
14. Rekaman video
Perekam video dapat dioperasikan oleh peneliti untuk merekam satuan kegiatan/peristiwa untuk dianalisis kemudian, misalnya kegiatan pembelajaran di kelas. Akan lebih baik jika satuan rekamannya pendek karena pemutaran ulang akan memakan waktu. Bila ada asisten yang membantu, lebih banyak perhatian dapat diberikan pada reaksi dan perilaku subyek secara perorangan (guru dan siswa), yang aspek-aspeknya disepakati sebelum perekaman. Peneliti sendiri dapat merekam aspek tertentu dari pelaksanaan pekerjaannya sendiri. Subyek-subyek terpilih mungkin juga dapat merekam beberapa aspek pelaksanaan pekerjaan mereka untuk dianalisis kemudian.
15. Foto dan slide
Foto dan slide mungkin berguna untuk merekam peristiwa penting, misalnya aspek kegiatan kelas, atau untuk mendukung bentuk rekaman lain. Peneliti dan pengamat boleh menggunakan rekaman fotografik. Karena daya tariknya bagi subyek penelitian, foto dapat diacu dalam wawancara berikutnya dan diskusi tentang data.
16. Penampilan subyek penelitian pada kegiatan penilaian
Teknik ini digunakan untuk menilai prestasi, penguasaan, untuk mendiagnosis kelemahan dsb. Alat penilaian tersebut dapat dibuat oleh peneliti atau para ahlinya. Pemilihan teknik pengumpulan data ini tentu saja disesuaikan dengan jenis data yang akan dikumpulkan.
Pemilihan teknik pengumpulan data hendaknya dipilih sesuai dengan cirri khas data yang perlu dikumpulkan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Untuk keperluan trianggulasi, data yang sama dapat dikumpulkan dengan teknik yang berbeda.
Prinsip-prinsip Etis Proses Penelitian Tindakan
Peneliti tindakan, sebagai praktisi, melakukan penelitian untuk mencapai peningkatan dirinya dan peningkatan situasi bersama orang-orang di dalamnya. Dengan kata lain, peneliti tindakan melakukan penelitian untuk mempengaruhi orang lain menuju peningkatan/perbaikan yang diinginkan. Dalam hal ini hendaknya dia melakukan perubahan tersebut dengan cara yang etis. Di bawah akan disajikan uraian singkat tentang prinsip-prinsip etika yang perlu diterapkan dalam melakukan penelitian tindakan (McNiff, Lomax dan Whitehead, 2003).
Kelengkapan Dokumen
Peneliti tindakan hendaknya membagikan dokumen etika ke semua peserta penelitian. Dokumen etika tersebut mencakup pernyataan etika dan surat ijin. Ketika melaporkan hasil penelitian, kedua dokumen ini perlu dilampirkan tetapi semua nama orang dan nama organisasi harus ditutup (disembunyikan). Pada surat ijin, harus juga ditutup nama, alamat dan tanda tangan yang ada.
Negosiasi Akses
a. Dengan Yang Berwenang
Pelaku PTK hendaknya menghubungi kepala sekolah dan pimpinan lain sebelum melakukan penelitian. Peneliti hendaknya juga memperoleh persetujuan tertulis tentang hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Jika ada perubahan rencana atau hal lain, peneliti hendaknya memberitahukan perubahan ini kepada pimpinan terkait dan minta ijin untuk meneruskan penelitian dengan perubahan tersebut.
b. Dengan Peserta
Pelaku PTK hendaknya minta persetujuan kepada sejawat orang-orang yang diharapkan akan terlibat dalam penelitiannya. Mereka hendaknya secara terus menerus diberi informasi tentang penelitian tersebut. Mereka hendaknya diyakinkan bahwa mereka adalah peserta penelitian dan peneliti-pendamping, bukan sekedar ’subjek garapan’. Peneliti hendaknya meyakinkan bahwa dia meneliti dirinya sendiri dalam kaitannya dengan mereka. Hal ini hendaknya dijelaskan sesering mungkin bila diperlukan untuk membuat mereka merasa enak dengan apa pun yang dikerjakan peneliti. Karena mereka ini merupakan sumber daya yang berharga, mereka perlu diperlakukan dengan hati-hati.
c. Dengan Orangtua atau Wali Murid
Karena PTk Anda melibatkan siswa, Anda hendaknya minta ijin kepada orangtua mereka. Surat permohonan ijin sebaiknya dikirim ke rumah mereka. Apabila orangtua mengalami kesulitan membaca, Anda sebaiknya memberi penjelasan lisan. Anda hendaknya berupaya agar orang-orang terkait mendukungnya dari permulaan dan hendaknya kepercayaan mereka dijaga dengan baik.
3. Menjaga Kerahasiaan
a. Kerahasiaan Informasi
Anda sebagai peneliti hendaknya menyatakan dengan tegas bahwa Anda hanya akan menggunakan informasi yang termasuk wilayah publik dan yang sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Anda juga harus menegaskan bahwa informasi yang bersifat pribadi tidak akan dilaporkan. Jika ada informasi yang sensitif yang akan digunakan, peneliti hendaknya minta ijin kepada sumber informasi tersebut.
b. Kerahasiaan Identitas
Anda sebagai peneliti tindakan hendaknya tidak menyebut nama orang atau tempat kecuali telah mendapatkan ijin untuk menyebutnya dalam laporan. Anda juga tidak boleh menyebut nama fiktif karena nama tersebut mungkin sama dengan nama milik orang lain. Untuk identitas peserta, sebaiknya peneliti menggunakan inisial, nomor atau simbol lain. Jika mempeoleh ijin tertulis dari organisasi atau lembaga terkait, Anda boleh menyebut nama organisasi atau lembaga tersebut.
c. Kerahasiaan Data
Jika Anda sebagai peneliti bermaksud menggunakan data asli seperti transkrip, atau saripati dari rekaman video, hendaknya Anda mengecek pada pemiliknya untuk keberterimaannya dan hendaknya dia minta ijin kepada mereka. Anda hendaknya selalu minta sumber data untuk mengecek keakuratan informasi dan menyunting transkrip untuk mengecek kontribusi mereka. Anda hendaknya juga minta orang lain untuk membaca versi deskripsinya tentang peristiwa-peristiwa yang diteliti sebelum diterbitkan.
d. Menjamin Hak Peserta untuk Mengundurkan Diri dari Penelitian
Dari waktu ke waktu Anda hendaknya memastikan bahwa peserta penelitian merasa enak dengan prosedur penelitian dan bebas bersikap dalam penelitian terkait. Mereka perlu diberitahu bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa mereka bisa mengundurkan diri jika menghendaki, dan semua data tentang mereka akan dimusnahkan setelah pengunduran diri mereka.
e. Menjaga Kode Etik Profesional dan Akademik
Pengumpulan data dan pembuatan laporan PTK Anda lakukan dengan memenuhi persyaratan akademik dan profesional. Perekaman perkuliahan atau kegiatan kelompok hendaknya dilakukan dengan ijin. Ketika mewawancari orang, Anda hendaknya menjelaskan bagaimana data akan digunakan dan tepati komitmen ini. Ketika membuat laporan, Anda hendaknya mengakui kontribusi intelektual orang lain dan tidak menggunakan perkataan orang lain tanpa pengakuan. Sebagai pelaku PTK, Anda hendaknya selalu ingat bahwa meneliti adalah pekerjaan profesional yang menuntut komitmen kerja keras dan tanggung jawab pribadi.
f. Jaga Kepercayaan
Dari awal Anda hendaknya meyakinkan orang-orang yang terlibat dalam penelitiannya bahwa dia dapat dipercaya, dan akan menepati janji tentang negosiasi, kerahasiaan dan pelaporan. Anda hendaknya selalu melakukan pengecekan bilaman ragu-ragu atau ada kesalahpahaman. Selain itu, Anda hendaknya melindungi orang lain dan juga diri Anda.
Sumber: http://www.ktiguru.org
Seperti telah diuraikan sebelumnya, PTK bersifat partisipatori dan kolaboratif, yang dilakukan karena ada kepedulian bersama terhadap situasi pembelajaran kelas yang perlu ditingkatkan. Anda bersama pihak-pihak (sejawat, murid, KS) mengungkapkan kepedulian akan peningkatan situasi tersebut, saling menjajagi apa yang dipikirkan, dan bersama-sama berusaha mencari cara untuk meningkatkan situasi pembelajaran. Anda bersama kolaborator (sejawat yang berkomitmen) menentukan fokus strategi peningkatannya. Singkatnya, Anda secara bersama-sama (1) menyusun rencana tindakan bersama-sama, (2) bertindak dan (3) mengamati secara individual dan bersama-sama dan (4) melakukan refleksi bersama-sama pula. Kemudian, Anda bersama-sama merumuskan kembali rencana berdasarkan informasi yang lebih lengkap dan lebih kritis. Itulah empat aspek pokok dalam penelitian tindakan (Kemmis dkk, 1982; Burns, 1999), yang selanjutnya diuraikan di bawah ini.
1. Penyusunan Rencana
Rencana PTK merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun, dan dari segi definisi harus prospektif atau memandang ke depan pada tindakan dengan memperhitungkan peristiwa-peristiwa tak terduga sehngga mengandung sedikit resiko. Maka rencan mesti cukup fleksibel agar dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tak dapat terduga dan kendala yang sebelumnya tidak terlihat. Tindakan yang telah direncanakan harus disampaikan dengan dua pengertian. Pertama, tindakan kelas mempertimbangkan resiko yang ada dalam perubahan dinamika kehidupan kelas dan mengakui adanya kendala nyata, baik yang bersifat material namun bersifat non-meterial dalam kelas Anda. Kedua, tindakan-tindakan pilih karena memungkinkan para Anda untuk bertindak secara lebih efektif dalam tahapan-tahapan pembelajaran, secara lebih bijaksana dalam memperlakukan murid, dan cermat dalam mengamati kebutuhan dan perkembangan belajar murid.
Pada prinsipnya, tindakan yang Anda rencanakan hendaknya (1) membantu Anda sendiri dalam (a) mengatasi kendala pembelajaran kelas, (b) bertindak secara lebih tepat-guna dalam kelas Anda, dan (c) meningkatkan keberhasilan pembelajaran kelas; dan (2) membantu Anda menyadari potensi baru Anda untuk melakukan tindakan guna meningkatkan kualitas kerja. Dalam proses perencanaan, Anda harus berkolaborasi dengan sejawat melalui diskusi untuk mengembangkan bahasa yang akan dipakai dalam menganalisis dan meningkatkan pemahaman dan tindakan Anda dalam kelas.
Rencana PTK Anda hendaknya disusun berdasarkan hasil pengamatan awal refleksif terhadap pembelajaran kelas Anda. Misalnya, jika Anda adalah guru bahasa Inggris, Anda akan melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran kelas Anda dalam konteks situasi sekolah secara umum dan mendeskripsikan hasil pengamatan. Dari sini akan mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang ada. Lalu Anda meminta seorang guru bahasa Inggris lain sebagai kolaborator untuk melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang Anda selenggarakan di kelas Anda; selama mengamati, kolaborator memusatkan perhatiannya pada perilaku Anda sebagai guru dalam upaya membantu murid belajar bahasa Inggris, dan perilaku murid selama proses pembelajaran berlangsung, serta suasana pembelajarannya. Misalnya, hal-hal yang dicatat meliputi: (1) bagaimana guru melibatkan murid-muridnya dari awal (ketika membuka pelajaran); (2) bagaimana guru membantu murid-muridnya (a) memahami isi atau pesan teks, (b) memahami cara mengungkapkan makna sejenis (cara menyusun kalimat, cara mengeja kata, cara melafalkan kata yang digunakan untuk makna tersebut), (c) belajar berkomunikasi dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang telah dipelajari, (d) membantu murid-muridnya yang mengalami kesulitan atau yang pasif, (3) bagaimana guru mengelola kelas, yaitu dalam mengatur tempat duduk, mengontrol penerangan, mengatur suaranya, mengatur pemberian giliran, mengatur kegiatan; (4) bagaimana guru berpakaian, (5) bagaimana murid menanggapi upaya-upaya guru, (6) sejauh mana murid aktif memproduksi bahasa Inggris, dan (7) hal-hal lain yang secara teoretis perlu dicatat, serta (8) suasana kelas. Hasil pengamatan awal terhadap proses tersebut dituangkan dalam bentuk catatan-catatan lapangan lengkap (cuplikannya dapat disajikan dalam laporan dalam bentuk vignette), yang menggambarkan dengan jelas cuplikan/episode proses pembelajaran dalam situasi nyata.
Kemudian, Anda bersama kolaborator memeriksa catatan-catatan lapangan sebagai data awal secara cermat untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dan aspek-aspek apa yang perlu ditingkatkan untuk memecahkan masalah praktis tersebut. Berdasarkan hasil kesepakatan terhadap pencermatan data awal, dan dipadukan dengan ketersediaan sumber daya, baik manusia maupun non-manusia, Anda bersama kolaborator menyusun rencana tindakan, sebagai penuntun pelaksanaan tindakannya.
Rencana tindakan Anda perlu dilengkapi dengan pernyataan tentang indikator-indikator peningkatan yang akan dicapai. Misalnya, indikator untuk peningkatan keterlibatan murid adalah peningkatan jumlah murid yang melakukan sesuatu dalam pembelajaran nahasa Inggris, seperti bertanya, mengusulkan pendapat, mengungkapkan kesetujuan, mengungkapkan kesenangan, mengungkapkan penolakan dan sebagainya dalam bahasa Inggris; sedangkan indikator untuk produksi bahasa Inggris adalah peningkatan jumlah ungkapan (kata/frasa/kalimat) bahasa Inggris yang diproduksi oleh murid. Disamping itu, perlu juga indikator kualitatif, misalnya peningkatan keakuratan (lafal dan tatabahasa) dan kelancaran bahasa Inggris murid dengan deskriptor di masing-masing tingkatan.
Kebersamaan Anda dan kolaborator dalam mengumpulkan data awal, lalu mencermatinya untuk mengidentikasi masalah-masalah yang ada dan menentukan tindakan untuk mengatasinya, serta menyusun rencana tindakan, telah memenuhi tuntutan validitas demokratik.
Pelaksanaan Tindakan
Tindakan hendaknya dituntun oleh rencana yang telah dibuat, tetapi perlu diingat bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana, mengingat dinamikan proses pembelajaran di kelas Anda, yang menuntut penyesuaian. Oleh karena itu, Anda perlu bersikap fleksibel dan siap mengubah rencana tindakan sesuai dengan keadaan yang ada. Semua perubahan/penyesuaian yang terjadi perlu dicatat karena kelak harus dilaporkan.
Pelaksanaan rencana tindakan memiliki karakter perjuangan materiil, sosial, dan politis ke arah perbaikan. Mungkin negosiasi dan kompromi diperlukan, tetapi kompromi harus juga dilihat dalam konteks strateginya. Nilai tambah taraf sedang mungkin cukup untuk sementara waktu, dan nilai tambah ini kemudian mendasari tindakan berikutnya.
Observasi
Observasi tindakan di kelas Anda berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan bersama prosesnya. Observasi itu berorientasi ke depan, tetapi memberikan dasar bagi refleksi sekarang, lebih-lebih lagi ketika putaran atau siklus terkait masih berlangsung. Perlu dijaga agar observasi: (1) direncanakan agar (a) ada dokumen sebagai dasar refleksi berikutnya dan (b) fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang tak terduga; (2) dilakukan secara cermat karena tindakan Anda di kelas selalu akan dibatasi oleh kendala realitas kelas yang dinamis, diwarnai dengan hal-hal tak terduga; (3) bersifat responsif, terbuka pandangan dan pikirannya.
Apa yang diamati dalam PTK adalah (1) proses tindakannya, (b) pengaruh tindakan (yang disengaja dan tak sengaja), (c) keadaan dan kendala tindakan, (d) bagaimana keadaan dan kendala tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah direncanakan dan pengaruhnya, dan (e) persoalan lain yang timbul.
Refleksi
Yang dimaksud dengan refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Lewat refleksi Anda berusaha (1) memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategik, dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam situasi pembelejaran kelas, dan (2) memahami persoalan pembelajaran dan keadaan kelas di mana pembelajan dilaksanakan. Dalam melakukan refleksi, Anda sebaiknya juga berdiskusi dengan sejawat Anda, untuk menghasilkan rekonstruksi makna situasi pembelajaran kelas Anda dan memberikan dasar perbaikan rencana siklus berikutnya. Refleksi memiliki aspek evaluatif; dalam melakukan refleksi, Anda hendaknya menimbang-nimbang pengalaman menyelenggarakan pembelajaran di kelas, untuk menilai apakah pengaruh (persoalan yang timbul) memang diinginkan, dan memberikan saran-saran tentang cara-cara untuk meneruskan pekerjaan. Tetapi dalam pengertian bahwa refleksi itu deskriptif, Anda meninjau ulang, mengembangkan gambaran agar lebih lebih hidup (a) tentang proses pembelajaran kelas Anda, (b) tentang kendala yang dihadapi dalam melakukan tindakan di kelas, dan, yang lebih penting lagi, (c) tentang apa yang sekarang mungkin dilakukan untuk para siswa Anda agar mencapai tujuan perbaikan pembelajaran.
PTK Anda merupakan proses dinamis, dengan empat momen dalam spiral perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Proses dasar tersebut dapat diringkas sebagai berikut (Kemmis dkk. (1982). Dalam praktik, proses PTK Anda mulai dengan ide umum bahwa Anda menginginkan perubahan atau perbaikan pembelajaran di kelas Anda. Inilah keputusan tentang letak di mana dampak tindakan itu mungkin diperoleh. Setelah memutuskan medannya dan melakukan peninjauan awal, Anda bersama kolaborator sebagai peneliti tindakan memutuskan rencana umum tindakan. Dengan menjabarkan rencana umum ke dalam langkah-langkah yang dapat dilakukan, Anda memasuki langkah pertama, yakni perubahan dalam strategi yang ditujukan bukan saja untuk mencapai perbaikan, tetapi juga pemahaman lebih baik tentang apa yang mungkin dicapai kemudian. Sebelum mengambil langkah pertama, Anda harus lebih berhati-hati dan merencanakan cara untuk memantau pengaruh langkah tindakan pertama, keadaan kelas Anda, dan apa yang mulai dilihat oleh strategi dalam praktik. Jika mungkin mempertahankan pencarian fakta dengan memantau tindakannya, langkah pertama diambil. Pada waktu langkah itu dilaksanakan, data baru mulai masuk, dan keadaan, tindakan, dan pengaruhnya dapat dideskripsikan dan dievaluasi. Tahap evaluasi ini menjadi peninjauan yang segar yang dapat dipakai untuk menyiapkan cara untuk perencanaan baru (Kemmis dkk., 1982: 6-7).
Peneliti mulai melihat masalah dalam kelas bahasa Inggris yang diampunya, yaitu cara pandang siswa yang kurang benar terhadap pemelajaran bahasa Inggris. Yaitu, siswa hanya tertarik belajar gramar dan kosakata dan pasif dalam belajar berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Peneliti memutuskan untuk mengubah cara pandang siswa dengan cara mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas ‘information gap’ dengan menggunakan permainan dan bermain peran. Tugas ‘information gap’ merujuk pada tugas di mana terdapat kesenjangan yang mesti ditutup oleh siswa yang satu dengan cara berkomunikasi dengan siswa lainnya. Teknik tugas ini mencakup permainan bahasa, bermain peran, dan simulasi, mulai dari teknik-teknik semi-terbimbing untuk pelajar tingkat pemula dan menengah sampai teknik bebas (tanpa bimbingan) untuk pelajar tingkat lanjut. Rencana di atas dilaksanakan dan direkam prosesnya, kemudian berdasarkan data dilakukan refleksi, yang menghasilkan permasalahan baru, yaitu bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dengan tugas ‘information gap’ tersebut, sedangkan sebagian besar siswa tampak takut salah, cemas dan malu berbicara dalam bahasa Inggris. Maka, dalam tindakan kedua direncanakan untuk melakukan sesuatu yang dapat mengurangi rasa takut salah, kecemasan, dan rasa malu. Rencana ini dilaksanakan dan direkam prosesnya, kemudian dilakukan refleksi untuk melihat sejauh mana perubahan dicapai lewat tindakan kedua. Begitu seterusnya, siklus-siklus tindakan berlanjut sampai perubahan yang diinginkan dicapai dengan catatan bahwa tidak mungkin dicapai ketuntasan perubahan karena situasi dan kondisi kelas berubah terus secara dinamis.
Persoalan-Persoalan Praktis
Pemrakarsa Peneliti Tindakan
Penelitian tindakan biasanya diprakarsai oleh orang yang memiliki kepedulian besar terhadap kebutuhan untuk meningkatkan suatu situasi, misalnya situasi belajar-mengajar di kelas dan situasi pengelolaan sekolah. Ada dua kelompok orang yang dapat terlibat dalam usaha kolaborasi penelitian tindakan: (1) kelompok orang yang langsung terlibat dalam kehidupan situasi terkait, seperti guru dalam situasi belajar-mengajar dan pimpinan dalam situasi pengelolaan (manajemen), dan (2) kelompok orang yang memiliki pengetahuan tentang penelitian tindakan dan kemampuan untuk melaksanakannya, misalnya peneliti dari perguruan tinggi atau lembaga penelitian. Para guru mungkin merasakan adanya sesuatu yang perlu ditingkatkan tetapi mungkin tidak begitu mengetahui bagaimana melakukannya. Atau pimpinan suatu kantor dan stafnya merasa bahwa ada kekuranglancaran dalam komunikasi antara mereka dan para bawahan mereka sehingga penyelesaian pekerjaan tertentu sering terhambat tetapi mereka kurang mengetahui bagaimana mengatasi masalah yang mereka hadapi dalam situasi seperti itu. Dengan berperan sebagai fasilitator, peneliti mengenalkan penelitian tindakan kepada guru-guru atau pimpinan dan stafnya sebagai cara untuk meneliti masalah yang telah diidentifikasi oleh para guru. Kemudian mereka bekerja sama untuk melaksanakan penelitian tindakan.
Pemilik Penelitian Tindakan
Meskipun suatu penelitian tindakan sering diprakarsai oleh fasilitator, misalnya seorang konsultan, sebaiknya orang-orang yang langsung dikenai dan sekaligus ikut serta dalam pelaksanaan penelitian tindakan tsb., dibuat merasa ikut memilikinya. Rasa ikut memiliki ini akan sangat mempengaruhi kelancaran dan kualitas pelaksanaan penelitian tsb. Rasa ikut memiliki ini dapat dikembangkan dengan melibatkan mereka dalam seluruh proses penelitian, yaitu dari langkah pertama sampai langkah terakhir. Dengan demikian, semua orang yang terkena dampak penelitian tindakan tersebut akan merasa bahwa penelitian tindakan tsb., merupakan bagian dari dirinya.
Sasaran Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan bukan merupakan teknik pemecahan masalah, namun dorongan untuk meneliti praktik secara sistematik yang sering timbul karena ada masalah yang perlu ditangani lewat tindakan praktis. Jadi penelitian tindakan tidak cocok digunakan untuk tujuan pengembangan teori karena alasan utama dilakukannya penelitian tindakan adalah peningkatan praktik dalam situasi kehidupan nyata.
Data Penelitian Tindakan
Data dalam penelitian tindakan berfungsi sebagai landasan refleksi. Data mewakili tindakan dalam arti bahwa data itu memungkinkan peneliti untuk merekonstruksi tindakan terkait, bukan hanya mengingat kembali. Oleh sebab itu, pengumpulan data tidak hanya untuk keperluan hipotesis, melainkan sebagai alat untuk membukukan amatan dan menjembatani antara momen-momen tindakan dan refleksi dalam putaran penelitian tindakan.
Data penelitian tindakan diambil dari suatu situasi bersama seluruh unsur-unsurnya. Data tersebut dapat berupa semua catatan tentang hasil amatan, transkrip wawancara, rekaman audio dan/atau video peristiwa/kejadian, yang dikumpulkan lewat berbagai teknik seperti disebutkan di bawah. Maka data penelitian tindakan dapat berbentuk catatan lapangan, catatan harian, transkrip komentar peserta penelitian, rekaman audio, rekaman video, foto dan rekaman/catatan lainnya.
Analisis Data
Analisis data diwakili oleh momen refleksi putaran penelitian tindakan. Dengan melakukan refleksi peneliti akan memiliki wawasan autentik yang akan membantu dalam menafsirkan datanya. Tetapi perlu diingat bahwa dalam menganalisis data sering seorang peserta penelitian tindakan menjadi terlalu subyektif, dan oleh karena itu dia perlu berdiskusi dengan peserta-peserta yang lainnya untuk dapat melihat datanya lewat perspektif yang berbeda. Dengan kata lain, usaha triangulasi hendaknya dilakukan dengan mengacu pendapat atau persepsi orang lain.
Akan lebih bagus jika dalam menganalisis data yang kompleks peneliti menggunakan teknik analisis kualitatif, yang salah satu modelnya adalah teknik analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1984: 21-23). Analisis interaktif tersebut terdiri atas tiga komponen kegiatan yang saling terkait satu sama lain: reduksi data, beberan (display) data, dan penarikan kesimpulan.
Reduksi data merupakan proses menyeleksi, menentukan fokus, menyederhanakan, meringkas, dan mengubah bentuk data ’mentah’ yang ada dalam catatan lapangan. Dalam proses ini dilakukan penajaman, pemilahan, pemfokusan, penyisihan data yang kurang bermakna, dan menatanya sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi. Misalnya, data tentang proses pembelajaran kelas bahasa Inggris yang tergambar dalam Vignette 1 di bawah dapat direduksi dengan menfokuskan perhatian pada apa yang dilakukan guru pada permulaan kelas (membuka pelajaran), pada bagian utama pembelajaran, dan pada akhir pelajaran (menutup pelajaran). Pada bagian utama pembelajaran dapat direduksi dengan menfokuskan perhatian pada apakah ada tindakan guru yang berkenaan, misalnya, dengan (a) upaya membantu dan/atau memfasilitasi siswa dalam mamahami makna/isi teks bahasa Inggris sebagai teks asupan, (b) upaya membantu dan/atau memfasilitasi siswa dalam memahami aturan tatabahasa yang dipakai untuk mengungkapkan makna/pesan yang sama, (c) upaya membantu dan/atau memfasilitasi siswa dalam menggunakan ungkapan yang sama untuk berkomunikasi, apakah lewat permainan bahasa, bermain peran, atau simulasi, (d) upaya memotivasi siswa atau meningkatkan percaya diri siswa dengan memuji siswa yang telah menunjukkan upaya keras atau kinerja bagus dalam menggunakan bahasa Inggris dan mendorong siswa yang kehilangan semangat atau percaya diri untuk tetap berupaya, dan (e) upaya membantu siswa untuk meningkatkan kelancaran berbahasa Inggris serta (f) upaya membantu siswa untuk meningkatkan keakuratan berbahasa Inggris. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana guru mengelola kelas, yang bisa berkenaan dengan volume suaranya, pandangan mata, gerakan fisiknya, pengaturan tempat duduk, dan pengelompokan siswa. Dengan mereduksi data tentang proses pembelajaran bahasa Inggris yang demikian, akan dapat ditarik kesimpulan apakah guru menekankan pengembangan keterampilan berkomunikasi atau hanya mengajarkan unsur-unsur bahasa seperti struktur, kosakata, lafal, dan ejaan, atau hanya menekankan keterampilan membaca tanpa menghiraukan keterampilan berbicara. Juga dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran dikelola sedemikian rupa sehingga cukup kondusif bagi terjadinya pembelajaran yang menyenangkan tetapi cukup efektif.
Setelah direduksi data siap dibeberkan. Artinya, tahap analisis sampai pada pembeberan data. Berbagai macam data penelitian tindakan yang telah direduksi perlu dibeberkan dengan tertata rapi dalam bentuk narasi plus matriks, grafik, dan/atau diagram. Pembeberan data yang sistematik, interaktif, dan inventif serta mantab akan memudahkan pemahaman terhadap apa yang telah terjadi sehingga memudahkan penarikan kesimpulan atau menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
Seperti layaknya yang terjadi dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sepanjang proses pelaksanaan tindakan penelitian. Penarikan kesimpulan tentang peningkatan atau perubahan yang terjadi dilakukan secara bertahap mulai dari kesimpulan sementara, yang ditarik pada akhir Siklus I, ke kesimpulan terevisi pada akhir Siklus II dan seterusnya, dan kesimpulan terakhir pada akhir Siklus terakhir. Kesimpulan yang pertama sampai dengan yang terakhir saling terkait dan kesimpulan pertama sebagai pijakan.
Perlu dicatat bahwa data yang dikumpulkan tidak hanya terbatas pada data tentang perubahan yang diharapkan, melainkan juga mencakup data tentang peningkatan/perubahan yang tak diharapkan (di luar rencana). Maka, kesimpulan yang ditarik juga harus mencakup perubahan yang direncanakan/diharapkan dan yang tidak diharapkan sebelumnya. Misalnya, peningkatan/perubahan yang diharapkan adalah (a) peningkatan keterlibatan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris, terutama dalam praktik berbahasa Inggris, (b) peningkatan pemahaman guru peneliti terhadap hakikat proses pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, dan (c) peningkatan suasana pembelajaran dari suasana membosankan menjadi mengasyikkan dan menyenangkan. Namun, ternyata guru peneliti juga menjadi sadar atas kekurangannya dalam hal kelancaran, ketepatan dan keakuratan berbahasa Inggris, dan kepala sekolah terkait juga mengalami perubahan sikap, yaitu dari sikap berpihak pada kelas yang diam/sunyi ke sikap yang menghargai kelas yang agak bising penuh suara siswa yang praktik berbahasa Inggris, misalnya seperti yang terjadi dalam penelitian Madya dkk (2002). Pendeknya, kesimpulan yang dibuat hendaknya mencakup semua perubahan/peningkatan pada diri peneliti dan anggota penelitian lainnya serta situasi tempat penelitian dilakukan.
Teknik-Teknik Pemantauan dalam Penelitian Tindakan
Banyak teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pemantauan dalam penelitian tindakan. Penggunaan setiap teknik tentu saja ditentukan oleh sifat dasar data yang akan dikumpulkannya. Teknik-teknik yang dimaksud disajikan berikut ini.
1. Catatan Anekdot
Catatan anekdot adalah riwayat tertulis, deskriptif, longitudinal tentang apa yang dikatakan atau dilakukan perseorangan dalam kelas Anda dalam suatu jangka waktu. Deskripsi akurat ditekankan untuk meenghasilkan gambaran umum yang layak untuk keperluan penjelasan dan penafsiran. Deskripsi tersebut biasanya mencakup konteks dan peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah peristiwa yang gayut dengan persoalan yang diteliti. Metode ini dapat diterapkan pada kelompok dan individu.
2. Catatan Lapangan
Teknik ini sejenis dengan catatan anekdot, tetapi mencakup kesan dan penafsiran subjektif. Deskripsi boleh mencakup referensi misalnya pelajaran yang lebih baik, perilaku kurang perhatian, pertengkaran picik, kecerobohan, yang tidak disadari oleh guru atau pimpinan terkait. Seperti halnya catatan anekdot, perhatian diarahkan pada persoalan yang dianggap menarik.
3. Deskripsi Perilaku Ekologis
Teknik ini kurang terarah pada persoalan jika dibandingkan dengan teknik pertama di atas. Teknik ini berusaha untuk mencatat observasi dan pemahaman terhadap urutan perilaku yang lengkap. Tingkat-tingkat deskripsi yang berbeda dapat dipakai, misalnya dalam situasi belajar-mengajar:
Kelas dalam suasana serius, tetapi tawa meledak …
Seorang siswa bernama Toni mendeskripsikan hobinya dalam acara “tunjukkan dan katakan”
Dengan kakinya diseret di lantai dan kedua tangannya saling menggenggam di punggung seorang siswa …
Deskripsi sebaiknya mengurangi penafsiran psikologis dan terminologis, seperti telah disinggung di atas. Misalnya, ketika seorang siswa diamati tertawa terbahak-bahak, peneliti tidak boleh memberi komentar tentang maksud tertawa siswa tersebut. Atau ketika beberapa siswa menolak mengerjakan tugas, peneliti tidak boleh menafsirkan bahwa penolakan tersebut karena malas atau alasan lain. Kecenderungan untuk memberikan penilaian seperti ini banyak dialami oleh peneliti pemula. Mereka belum terlatih untuk menunda penilaian sampai refleksi dilakukan.
4. Analisis Dokumen
Gambaran tentang persoalan, sekolah atau bagian sekolah, kantor atau bagian kantor, dapat dikonstruksi dengan menggunakan berbagai dokumen: surat, memo untuk staf, edaran untuk orangtua atau karyawan, memo guru atau pejabat, papan pengumuman guru, papan pengumuman siswa, pekerjaan siswa yang dipamerkan, garis besar, tes formal dan informal, publikasi siswa atau karyawan, kebijaksanaan, dan/atau peraturan. Dokumen-dokumen ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk berbagai persoalan.
5. Catatan Harian
Catatan harian adalah riwayat pribadi yang dilakukan secara teratur seputar topik yang diminati atau yang diperhatikan. Catatan harian mungkin memuat observasi, perasaan, reaksi, penafsiran, refleksi, dugaan, hipotesis, dan penjelasan. Persoalan mungkin berkisar dari riwayat tentang pekerjaan siswa atau karyawan individual sampai pemantauan diri tentang perubahan dalam metode mengajar atau metode pengawasan. Siswa atau karyawan dapat didorong untuk membuat catatan harian tentang topik yang sama untuk memperoleh perspektif alternatif.
Catatan harian dapat digunakan untuk salah satu atau beberapa tujuan berikut:
merekam secara teratur informasi faktual tentang peristiwa, tanggal dan orang, dengan klasifikasi judul, misalnya Kapan? Di mana? Siapa? Yang mana? Bagamana? Mengapa? Data yang direkam dapat membantu peneliti merekonstruksi urutan waktu atau peristiwa sebagaimana terjadi.
Aide mémoire untuk merekam catatan pendek tentang penelitian yang sedang dilakukan untuk refleksi kemudian.
Memotret secara rinci peristiwa dan situasi tertentu yang memberikan data deskriptif lengkap yang akan digunakan untuk laporan lengkap tertulis.
Catatan introspektif dan evaluatif-diri di mana peneliti mencatat pengalaman, pemikiran, dan perasaan pribadi dalam rangka memahami penelitiannya.
6. Logs
Teknik ini pada dasarnya sama dengan catatan harian tetapi biasanya disusun dengan mempertimbangkan alokasi waktu untuk kegiatan tertentu, pengelompokan kelas, dan sebagainya. Kegunaannya ditingkatkan jika mencakup komentar seperti yang terdapat dalam catatan harian tentang organisasi dan peristiwa lain.
7. Kartu Cuplikan Butir
Teknik ini mirip dengan catatan harian tetapi sekitar enam kartu digunakan untuk mencatat kesan tentang sejumlah topik, satu untuk satu kartu. Misalnya: satu set kartu boleh mencakup topik-topik seperti pendahuluan pelajaran, disiplin, kualitas pekerjaan siswa, efisiensi penilaian, kontak individual dengan siswa, dan perilaku seorang siswa. Kartunya dikocok dan catatan harian dibuat untuk satu topik setiap harinya, dan dengan demikian membangun gambaran tentang semua persoalan sebagai dasar refleksi tanpa resiko memberikan tekanan terlalu berat atau menimbulkan kebosanan dengan aspek tertentu.
8. Portfolio
Teknik ini digunakan untuk membuat koleksi bahan yang disusun dengan tujuan tertentu. Portfolio mungkin memuat hal-hal seperti tambatan rapat staf yang gayut dengan sejarah suatu persoalan yang diteliti, korespondensi yang berkaitan dengan kemajuan dan perilaku subyek penelitian, kliping korespodensi dan surat kabar yang berkaitan dengan persoalan di mana lembaga tempat penelitian menjadi pusat perhatian khalayak ramai, dan/atau tambatan rapat staf yang relevan; singkatnya dokumen apa pun yang relevan dengan persoalan yang diteliti dapat dimuat.
9. Angket
Angket terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis yang memerlukan jawaban tertulis. Pertanyaan ada dua macam.
Terbuka: meminta informasi atau pendapat dengan kata-kata responden sendiri. Pertanyaan macam ini berguna bagi tahap-tahap eksplorasi, tetapi dapat menghasilkan jawaban-jawaban yang sulit untuk disatukan. Jumlah angket yang dikembalikan mungkin juga sangat rendah.
Tertutup atau pilihan ganda: meminta responden untuk memilih kalimat atau deskripsi yang paling dekat dengan pendapat, perasan, penilaian, atau posisi mereka.
Pertanyaan harus secara cermat diungkapkan dan tujuannya harus jelas dan tidak taksa (bermakna ganda). Mengujicobakan pertanyaan dengan teman atau cuplikan (sample) kecil responden akan meningkatkan kualitasnya. Membatasi lingkup topik yang dicakup merupakan cara yang bermanfaat untuk meningkatkan jumlah angket yang kembali dan kualitas informasi yang diperoleh.
10. Wawancara
Teknik ini memungkinkan meningkatnya fleksibilitas dari pada angket, dan oleh sebab itu berguna untuk persoalan-persoalan yang sedang dijajagi daripada yang secara jelas dibatasi dari mula. Wawancara dapat:
Tak terencana: misalnya, omong-omong informal di antara para pelaku penelitian atau antara pelaku penelitian dan subyek penelitian.
Terencana tetapi tak terstruktur: Satu atau dua pertanyaan pembukaan dari pewancara, tetapi setelah itu pewancara memberikan kesempatan bagi responden untuk memilih apa yang akan dibicarakan. Pewancara boleh mengajukan pertanyaan untuk menggali atau memperjelas.
Terstruktur: Pewancara telah menyusun serentetan pertanyaan yang akan diajukan dan mengendalikan percakapan sesuai dengan arah pertanyaan-pertanyaan.
11. Metode Sosiometrik
Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah individu-individu disukai atau saling menyukai. Pertanyaan-pertanyaan sering diajukan dengan niat untuk mengetahui dengan siapa subyek tertentu ingin bekerja sama, atau berhubungan dalam suatu kegiatan bersama. Pertanyaan juga mungkin berusaha mengungkapkan dengan siapa subyek tertentu tidak suka bekerja sama atau berhubungan. Hasilnya biasanya diungkapkan dengan diagram pada sosiogram.
12. Jadwal dan daftar tilik (checklist) interaksi
Kedua teknik ini dapat digunakan oleh peneliti atau pengamat. Teknik-teknik ini boleh berdasarkan waktu, atau berdasarkan peristiwa, yang pencatatannya dilakukan kapan saja peristiwa tertentu terjadi. Berbagai perilaku dicatat dalam kategori waktu perilaku itu terjadi untuk membangun gambaran tentang urutan perilaku yang diteliti. Misalnya dalam situasi sekolah, kategori jadual dan daftar tilik (checklist) dapat menunjuk pada:
Perilaku verbal guru: misalnya bertanya, menjelaskan, mendisiplinkan (individu atau kelompok), memberi contoh melafalkan kata/frasa/kalimat.
Perilaku verbal siswa: misalnya, menjawab, bertanya, menyela, berkelakar, mengungkapkan diri, menyanggah, menyetujui.
Perilaku nonverbal guru: misalnya, tersenyum, mengerutkan kening, memberi isyarat, menulis, berdiri dekat siswa pandai, duduk dengan siswa lamban.
Perilaku nonverbal siswa: misalnya menoleh, mondar-mandir, menulis, menggambar, menulis cepat, tertawa, menangis, mengerutkan dahi, mengatupkan bibir.
13. Rekaman pita
Merekam berbagai peristiwa seperti pelajaran, rapat diskusi, seminar, lokakarya, dapat menghasilkan banyak informasi yang bermanfaat yang tertakluk (tunduk) pada analisis yang cermat. Metode ini khususnya berguna bagi kontak satu lawan satu dan kelompok kecil di mana perekam jinjing dapat digunakan atau analisis satu perilaku dapat dilakukan. Jika transkripsi ekstensif diperlukan, prosesnya mungkin menjadi sangat panjang dari segi waktu.
14. Rekaman video
Perekam video dapat dioperasikan oleh peneliti untuk merekam satuan kegiatan/peristiwa untuk dianalisis kemudian, misalnya kegiatan pembelajaran di kelas. Akan lebih baik jika satuan rekamannya pendek karena pemutaran ulang akan memakan waktu. Bila ada asisten yang membantu, lebih banyak perhatian dapat diberikan pada reaksi dan perilaku subyek secara perorangan (guru dan siswa), yang aspek-aspeknya disepakati sebelum perekaman. Peneliti sendiri dapat merekam aspek tertentu dari pelaksanaan pekerjaannya sendiri. Subyek-subyek terpilih mungkin juga dapat merekam beberapa aspek pelaksanaan pekerjaan mereka untuk dianalisis kemudian.
15. Foto dan slide
Foto dan slide mungkin berguna untuk merekam peristiwa penting, misalnya aspek kegiatan kelas, atau untuk mendukung bentuk rekaman lain. Peneliti dan pengamat boleh menggunakan rekaman fotografik. Karena daya tariknya bagi subyek penelitian, foto dapat diacu dalam wawancara berikutnya dan diskusi tentang data.
16. Penampilan subyek penelitian pada kegiatan penilaian
Teknik ini digunakan untuk menilai prestasi, penguasaan, untuk mendiagnosis kelemahan dsb. Alat penilaian tersebut dapat dibuat oleh peneliti atau para ahlinya. Pemilihan teknik pengumpulan data ini tentu saja disesuaikan dengan jenis data yang akan dikumpulkan.
Pemilihan teknik pengumpulan data hendaknya dipilih sesuai dengan cirri khas data yang perlu dikumpulkan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Untuk keperluan trianggulasi, data yang sama dapat dikumpulkan dengan teknik yang berbeda.
Prinsip-prinsip Etis Proses Penelitian Tindakan
Peneliti tindakan, sebagai praktisi, melakukan penelitian untuk mencapai peningkatan dirinya dan peningkatan situasi bersama orang-orang di dalamnya. Dengan kata lain, peneliti tindakan melakukan penelitian untuk mempengaruhi orang lain menuju peningkatan/perbaikan yang diinginkan. Dalam hal ini hendaknya dia melakukan perubahan tersebut dengan cara yang etis. Di bawah akan disajikan uraian singkat tentang prinsip-prinsip etika yang perlu diterapkan dalam melakukan penelitian tindakan (McNiff, Lomax dan Whitehead, 2003).
Kelengkapan Dokumen
Peneliti tindakan hendaknya membagikan dokumen etika ke semua peserta penelitian. Dokumen etika tersebut mencakup pernyataan etika dan surat ijin. Ketika melaporkan hasil penelitian, kedua dokumen ini perlu dilampirkan tetapi semua nama orang dan nama organisasi harus ditutup (disembunyikan). Pada surat ijin, harus juga ditutup nama, alamat dan tanda tangan yang ada.
Negosiasi Akses
a. Dengan Yang Berwenang
Pelaku PTK hendaknya menghubungi kepala sekolah dan pimpinan lain sebelum melakukan penelitian. Peneliti hendaknya juga memperoleh persetujuan tertulis tentang hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Jika ada perubahan rencana atau hal lain, peneliti hendaknya memberitahukan perubahan ini kepada pimpinan terkait dan minta ijin untuk meneruskan penelitian dengan perubahan tersebut.
b. Dengan Peserta
Pelaku PTK hendaknya minta persetujuan kepada sejawat orang-orang yang diharapkan akan terlibat dalam penelitiannya. Mereka hendaknya secara terus menerus diberi informasi tentang penelitian tersebut. Mereka hendaknya diyakinkan bahwa mereka adalah peserta penelitian dan peneliti-pendamping, bukan sekedar ’subjek garapan’. Peneliti hendaknya meyakinkan bahwa dia meneliti dirinya sendiri dalam kaitannya dengan mereka. Hal ini hendaknya dijelaskan sesering mungkin bila diperlukan untuk membuat mereka merasa enak dengan apa pun yang dikerjakan peneliti. Karena mereka ini merupakan sumber daya yang berharga, mereka perlu diperlakukan dengan hati-hati.
c. Dengan Orangtua atau Wali Murid
Karena PTk Anda melibatkan siswa, Anda hendaknya minta ijin kepada orangtua mereka. Surat permohonan ijin sebaiknya dikirim ke rumah mereka. Apabila orangtua mengalami kesulitan membaca, Anda sebaiknya memberi penjelasan lisan. Anda hendaknya berupaya agar orang-orang terkait mendukungnya dari permulaan dan hendaknya kepercayaan mereka dijaga dengan baik.
3. Menjaga Kerahasiaan
a. Kerahasiaan Informasi
Anda sebagai peneliti hendaknya menyatakan dengan tegas bahwa Anda hanya akan menggunakan informasi yang termasuk wilayah publik dan yang sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Anda juga harus menegaskan bahwa informasi yang bersifat pribadi tidak akan dilaporkan. Jika ada informasi yang sensitif yang akan digunakan, peneliti hendaknya minta ijin kepada sumber informasi tersebut.
b. Kerahasiaan Identitas
Anda sebagai peneliti tindakan hendaknya tidak menyebut nama orang atau tempat kecuali telah mendapatkan ijin untuk menyebutnya dalam laporan. Anda juga tidak boleh menyebut nama fiktif karena nama tersebut mungkin sama dengan nama milik orang lain. Untuk identitas peserta, sebaiknya peneliti menggunakan inisial, nomor atau simbol lain. Jika mempeoleh ijin tertulis dari organisasi atau lembaga terkait, Anda boleh menyebut nama organisasi atau lembaga tersebut.
c. Kerahasiaan Data
Jika Anda sebagai peneliti bermaksud menggunakan data asli seperti transkrip, atau saripati dari rekaman video, hendaknya Anda mengecek pada pemiliknya untuk keberterimaannya dan hendaknya dia minta ijin kepada mereka. Anda hendaknya selalu minta sumber data untuk mengecek keakuratan informasi dan menyunting transkrip untuk mengecek kontribusi mereka. Anda hendaknya juga minta orang lain untuk membaca versi deskripsinya tentang peristiwa-peristiwa yang diteliti sebelum diterbitkan.
d. Menjamin Hak Peserta untuk Mengundurkan Diri dari Penelitian
Dari waktu ke waktu Anda hendaknya memastikan bahwa peserta penelitian merasa enak dengan prosedur penelitian dan bebas bersikap dalam penelitian terkait. Mereka perlu diberitahu bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa mereka bisa mengundurkan diri jika menghendaki, dan semua data tentang mereka akan dimusnahkan setelah pengunduran diri mereka.
e. Menjaga Kode Etik Profesional dan Akademik
Pengumpulan data dan pembuatan laporan PTK Anda lakukan dengan memenuhi persyaratan akademik dan profesional. Perekaman perkuliahan atau kegiatan kelompok hendaknya dilakukan dengan ijin. Ketika mewawancari orang, Anda hendaknya menjelaskan bagaimana data akan digunakan dan tepati komitmen ini. Ketika membuat laporan, Anda hendaknya mengakui kontribusi intelektual orang lain dan tidak menggunakan perkataan orang lain tanpa pengakuan. Sebagai pelaku PTK, Anda hendaknya selalu ingat bahwa meneliti adalah pekerjaan profesional yang menuntut komitmen kerja keras dan tanggung jawab pribadi.
f. Jaga Kepercayaan
Dari awal Anda hendaknya meyakinkan orang-orang yang terlibat dalam penelitiannya bahwa dia dapat dipercaya, dan akan menepati janji tentang negosiasi, kerahasiaan dan pelaporan. Anda hendaknya selalu melakukan pengecekan bilaman ragu-ragu atau ada kesalahpahaman. Selain itu, Anda hendaknya melindungi orang lain dan juga diri Anda.
Sumber: http://www.ktiguru.org
Langganan:
Postingan (Atom)
About Me
- sanjayatrade
Labels
- Artikel (3)
- Bahan Ajar (29)
- Bank Soal dan Tryout (1)
- Berita Pendidikan (29)
- Berita/NEWS (8)
- BSE (7)
- CD Interaktive (8)
- Cerita Fiksi (6)
- Daftar Harga BSE (15)
- Download Free (8)
- eLearning (19)
- Info Diknas (19)
- IPTEK (5)
- Kajian Islam (7)
- Kurikulum 2013 (1)
- LPMP (4)
- Metode Pembelajaran (21)
- Model Interaksi Edukatif (11)
- Multimedia (17)
- NUPTK (1)
- Perangkat Pembelajaran (32)
- PLPG (6)
- Promo (2)
- PTK (10)
- Rahasian Kaya (1)
- Rencana Menjadi Kaya (1)
- sertifikasi guru (8)
- Silabus dan RPP (33)
- Software (6)
- Software Sekolah (5)
- Tips (3)
- Tips Pendidikan (3)
- Tori Belajar (1)
- Tutorial (6)
- Tutorial Blogspot (2)
- UKG (8)
- Video (7)
- Web Design (5)
Followers
Diberdayakan oleh Blogger.
uma hist�ria para contar.
-
▼
2011
(207)
-
▼
Juni
(25)
- Format Proposal PTK (Classroom Action Research)
- Sistematika Proposal PTK
- Model Interaksi Edukatif untuk Menciptakan Kreativ...
- Penelitian Tindakan Kelas 5
- Penelitian Tindakan Kelas 3
- Penelitian TIndakan Kelas 3
- Implementasi Penelitian Tindakan Kelas 2
- Implementasi Penelitian Tindakan Kelas 1
- TGL 27 Juni 2011 pukul 20.30 Ada Asteroid Setenga...
- Besar Kecil Normal Bagikan36 0 Lampu Ini...
- Besar Kecil Normal Bagikan5 0 Ketikan Bi...
- LIPI Temukan Ratusan Mikroba Jenis Baru
- 50 Penerima Beasiswa Unggulan Ditatar
- Undip Buka Prodi Baru HI
- PTS Tak Tambah Jumlah Mahasiswa
- Siswa UNPP Tak Bisa Lanjutkan di Sekolah Negeri
- IAIN Walisongo Kerja Sama dengan UTM
- Penerimaan Mahasiswa Baru dengan SPP Reguler
- Beasiswa CSR Jaya Group
- Program Bantuan Operasional Sekolah
- Program Kemdiknas
- Hasil Reformasi Birokrasi Internal (RBI) Kemdiknas
- PAMERAN PRODUK KREATIF INDONESIA 2011
- PERATURAN BERSAMA MENDIKNAS DAN MENAG TENTANG PENE...
- Mau dapat Uang Tambahan
-
▼
Juni
(25)
vaguearam por aqui
Arsip Blog
-
▼
2011
(207)
-
▼
Juni
(25)
- Format Proposal PTK (Classroom Action Research)
- Sistematika Proposal PTK
- Model Interaksi Edukatif untuk Menciptakan Kreativ...
- Penelitian Tindakan Kelas 5
- Penelitian Tindakan Kelas 3
- Penelitian TIndakan Kelas 3
- Implementasi Penelitian Tindakan Kelas 2
- Implementasi Penelitian Tindakan Kelas 1
- TGL 27 Juni 2011 pukul 20.30 Ada Asteroid Setenga...
- Besar Kecil Normal Bagikan36 0 Lampu Ini...
- Besar Kecil Normal Bagikan5 0 Ketikan Bi...
- LIPI Temukan Ratusan Mikroba Jenis Baru
- 50 Penerima Beasiswa Unggulan Ditatar
- Undip Buka Prodi Baru HI
- PTS Tak Tambah Jumlah Mahasiswa
- Siswa UNPP Tak Bisa Lanjutkan di Sekolah Negeri
- IAIN Walisongo Kerja Sama dengan UTM
- Penerimaan Mahasiswa Baru dengan SPP Reguler
- Beasiswa CSR Jaya Group
- Program Bantuan Operasional Sekolah
- Program Kemdiknas
- Hasil Reformasi Birokrasi Internal (RBI) Kemdiknas
- PAMERAN PRODUK KREATIF INDONESIA 2011
- PERATURAN BERSAMA MENDIKNAS DAN MENAG TENTANG PENE...
- Mau dapat Uang Tambahan
-
▼
Juni
(25)