Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Pendekatan Pengubahan Tingkah Laku dalam Pengelolaan Kelas

  • Selasa, 05 Oktober 2010
  • sanjayatrade
  • Seperti dikemukakan terdahulu, pendekatan pengubahan tingkah laku didasarkan atas prinsip-prinsip psikologi behavioral. Prinsip pokoknya ialah bahwa semua tingkah laku itu dipelajari, baik tingkah laku yang disukai maupun tidak disukai. Para penganut pendekatan ini percaya bahwa seorang siswa yang bertingkah laku menyimpang melakukan perbuatannya itu karena satu atau dua alasan:

       1. siswa telah mempelajari tingkah laku yang menyimpang itu, atau
       2. siswa itu belum mempelajari tingkah laku yang sebaiknya.

    Pendekatan pengubahan tingkah laku dibangun atas dua anggapan dasar:

       1. ada empat proses yang perlu diperhitungkan dalam belajar bagi semua orang pada segala tingkatan umur dan dalam segala keadaan dan
       2. proses belajar itu sebagian atau seluruhnya dipengaruhi (dikontrol) oleh kejadian-kejadian yang berlangsung di lingkungan. Dengan demikian, tugas pokok guru adalah menguasai dan menerapkan keempat proses yang telah terbukti (bagi kaum behavioris) merupakan pengontrol tingkah laku manusia, yaitu: penguatan positif, penghukuman, penghilangan dan penguatan negatif.

    Para penganut pemberian penguatan menekankan bahwa apabila seorang siswa menampilkan tingkah laku tertentu, maka tingkah lakunya itu diikuti oleh akibat (konsekwensi) tertentu. Ada empat kategori dasar dari akibat:

       1. apabila ganjaran diberikan,
       2. apabila hukuman diberikan,
       3. apabila ganjaran dihentikan, dan
       4. apabila hukuman dihentikan.

    Pemberian ganjaran disebut penguatan positif dan pemberian hukuman disebut saja penghukuman. Penghentian pemberian ganjaran disebut penghilangan (extinention) atau penundaan (time out), tergantung pada keadaannya. Penghentian hukuman disebut penguatan negatif. Frekuensi munculnya tingkah laku tertentu sejalan dengan jenis mana yang mengikuti tingkah laku itu. Penguatan positif, yaitu pemberian ganjaran setelah ditampilkannya tingkah laku yang dimaksud, mengakibatkan ditingkatkannya frekuensi pemunculan tingkah laku yang dimaksud. Tingkah laku yang memperoleh ganjaran itu diperbuat dan diulangi lagi di waktu mendatang.

    Contoh:

    Bambang menulis laporan dengan rapi dan menyerahkannya kepada guru (tingkah laku siswa). Guru memuji pekerjaan Bambang itu dan memberikan komentar bahwa laporan Bambang yang ditulis dengan rapi lebih mudah dibaca dibandingkan dengan yang ditulis secara tidak rapi (penguatan positif). Untuk laporan-laporan berikutnya, Bambang terus memperhatikan kerapian laporan itu (frekuensi tingkah laku yang dikuatkan itu meningkat).
    Penghukuman menampilkan perangsang yang tidak diinginkan atau tidak disukai (yaitu hukuman) setelah dilakukannya suatu perbuatan tertentu yang menyebabkan frekuensi pemunculan tingkah laku itu menurun.

    Contoh:

    Jamilus menyerahkan kepada guru laporan yang kurang rapi (tingkah laku siswa). Guru memahami Jamilus karena tidak memperhatikan kerapian laporan itu, mengatakan bahwa laporan yang tidak rapi sukar dibaca dan menyuruh Jamilus menulis laporan itu kembali (hukuman). Untuk laporan-laporan selanjutnya, Jamilus telah memperhatikan kerapian laporan itu (frekuensi tingkah laku yang mendapatkan hukuman itu menurun). Penghilangan adalah menahan (tidak lagi memberikan) ganjaran yang diharapkan akan diberikan seperti yang sudah-sudah (menahan pemberian penguatan positif). Penghilangan ini menghasilkan penurunan frekuensi tingkah laku yang semula mendapat penguatan.

    Contoh:

    Susi, yang laporan-laporan sebelumnya memperoleh pujian dari guru, menyerahkan kepada guru laporan yang rapi (tingkah laku siswa yang sebelumnya mendapat penguatan). Guru menerima laporan itu dan setelah dibaca mengembalikan laporan itu tanpa komentar (menahan pemberian penguatan positif). Untuk laporan-laporan berikutnya Susi menjadi kurang rapi (frekuensi tingkat laku yang telah dikuatkan menurun). Penundaan merupakan tindakan tidak jadi memberikan ganjaran atau mengecualian pemberian ganjaran untuk siswa tertentu. Penundaan seperti ini menurunkan frekuensi penguatan dan menurunkan frekuensi tingkah laku yang dimaksudkan itu.

    Contoh:

    Para siswa di kelas Ibu Eti (guru Bahasa Inggris) yakin bahwa guru mereka itu akan menyelenggarakan permainan kata-kata (word game) jika para siswa mengerjakan tugas dan baik. Permainan seperti itu amat digemari oleh para siswa. Ternyata siswa-siswa memang mengerjakan tugas dengan baik, kecuali Jayeng. Ibu Eti mengatakan bahwa Jayeng tidak diperkenankan ikut serta dalam permainan itu dan duduk sendiri terpisah dari kelompok-kelompoknya (mengecualikan pemberian ganjaran untuk siswa tertentu). Selanjutnya, Jayeng mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik (frekuensi tingkah laku laku menurun).

    Penguatan negatif adalah peniadaan perangsang yang mengenakkan atau tidak disukai (yaitu hukuman) setelah ditampilkannya suatu tingkah laku yang mengakibatkan menurunnya frekuensi tingkah laku yang dimaksud.
    Peniadaan hukuman itu memperkuat tingkah laku yang ditampilkan dan meningkatkan kecenderungan diulanginya tingkah laku tersebut.

    Contoh:

    Jamilus adalah salah seorang siswa yang harus menerus menyerahkan kepada guru laporan-laporan yang ditulis dengan tidak rapi. Meskipun guru terus menerus menegur dan memarahinya, laporan-laporan Jamilus itu tidak lebih baik. Pada suatu ketika Jamilus menyerahkan laporan yang agak rapi. Guru menerima laporan Jamilus itu tanpa komentar dan tanpa teguran atau marah yang selama ini ditempatkan kepadanya (peniadaan hukuman). Selanjutnya, laporan-laporan Jamilus menjadi lebih rapi (frekuensi tingkah laku meningkat).

    Dapat diringkaskan, guru dapat menumbuhkan tingkah laku yang diinginkan pada diri siswa melalui penerapan penguatan positif, yaitu pemberian ganjaran dan penguatan negatif yaitu peniadaan hukuman. Guru dapat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan pada diri siswa melalui penerapan penghukuman, yaitu pemberian perangsang yang tidak mengenakkan; penghilangan yaitu menahan pemberian ganjaran yang biasanya diberikan dan penundaan, yaitu mengecualikan siswa dari pemberian ganjaran tertentu. Perlu diingat bahwa penerapan masing-masing jenis akibat (konsekuensi) itu berkaitan dengan diterus atau dihentikannya penampilan suatu tingkah laku di masa depan. Jika guru memberikan penguatan terhadap perbuatan yang menyimpang, maka besar kemungkinan perbuatan yang menyimpang itu akan diulangi atau diteruskan; dan sebaliknya, apabila guru menghukum tingkah laku yang baik, maka besar kemungkinan perbuatan yang sebenarnya baik it akan dihentikan penampilannya.

    Tentang kapan penguatan itu diberikan juga penting. Tingkah laku siswa yang dianggap baik dan perlu diteruskan hendaknya diberi penguatan sesegera mungkin setelah tingkah laku itu ditampilkan. Tingkah laku siswa yang tidak diinginkan dan perlu dihentikan hendaklah diberi hukuman sesegera mungkin setelah tingkah laku itu ditampilkan. Tingkah laku yang tidak segera diberi penguatan akan cenderung melemah dan tingkah laku yang tidak segera diberi hukuman akan cenderung berkembang (menguat). Dengan demikian, unsur waktu dalam pemberian penguatan dan hukuman adalah penting. “Makin cepat makin baik” merupakan kata-kata yang perlu diperhatikan bagi guru berkenaan dengan keefektifannya dalam mengelola kelas.

    Frekuensi pemberian penguatan juga perlu diperhatikan. Penguatan terus menerus yaitu yang diberikan setelah setiap kali tingkah laku yang dimaksudkan ditampilkan, berakibat makin seringnya penampilan tingkah laku itu. Dengan demikian, jika guru ingin memperkuat tingkah laku tertentu dari seorang siswa maka guru itu hendaklah memberikan ganjaran pada setiap penampilan tingkah laku yang dimaksud. Penguatan yang terus menerus itu terutama sekali efektif bagi tahap-tahap awal penguasaan suatu tingkah laku khusus tertentu, dan sekali tingkah laku itu sudah terbina pada diri siswa, penguatan berkala akan lebih efektif. Ada dua macam penjadwalan dalam penguatan berkala, yaitu penjadwalan interval dan penjadwalan rasio. Penjadwalan interval dilaksanakan apabila guru memberikan penguatan kepada siswa setiap setelah jangka waktu tertentu.

    Misalnya, guru memberikan penguatan setiap jam. Penjadwalan rasio dilaksanakan apabila guru memberikan pengaturan kepada siswa setiap setelah siswa menampilkan sekian kali tingkah laku yang dimaksud.

    Misalnya, guru memberikan penguatan setiap siswa telah menampilkan empat kali tingkah laku yang dimaksud. Pada umumnya, penjadwalan interval lebih efektif diterapkan untuk mempertahankan agar tingkah laku yang dimaksudkan itu terus menerus dapat berlangsung secara tetap, sedangkan penjadwalan rasio lebih efektif untuk meningkatkan frekuensi penampilan tingkah laku itu.

    Dalam proses pemberian penguatan, ganjaran yang diberikan disebut penguat (reinforce). Jenis-jenis penguat dapat digolongkan ke dalam dua klasifikasi besar:

       1. penguat besar, yaitu penguat-penguat yang tidak dipelajari dan selalu diperlukan untuk berlangsungnya hidup (seperti makanan, air, udara yang segar), dan
       2. penguat bersyarat, yaitu penguat-penguat yang dipelajari (seperti pujian, kasih sayang, uang).

    Penguat bersyarat meliputi:

       1. penguat sosial, yaitu pemberian ganjaran terhadap tingkah laku tertentu oleh orang lain dalam kaitannya dengan suasana sosial (seperti tepuk tangan, pujian);
       2. penguat penghargaan yaitu jenis ganjaran yang merupakan tanda penghargaan, yang mana tanda penghargaan itu mungkin dapat ditukarkan dengan ganjaran nyata yang dapat bermanfaat (seperti uang tanda tukar kebutuhan sekolah lainnya);
       3. penguatan kegiatan, yaitu jenis ganjaran yang berupa kesempatan untuk melakukan kegiatan tertentu (seperti kesempatan berekreasi, membaca bebas di perpustakaan). Dalam menyelenggarakan penguatan haruslah diperhatikan pengaruh penguatan itu pada diri masing-masing siswa. Keberhasilan suatu usaha penguatan harus dilihat sampai berapa jauh penguatan itu mampu meningkatkan frekuensi penampilan tingkah laku yang diberi penguatan itu. Dengan demikian, arti suatu ganjaran hanya bisa dimengerti dalam kaitannya dengan siswa tertentu.

    Ganjaran bagi seorang siswa mungkin memang merupakan ganjaran, tetapi bagi siswa lainnya justru merupakan hukuman. Tanggapan guru terhadap tingkah laku siswa yang dimaksudkan sebagai pujian dan ganjaran, dirasakan oleh siswa sebagai hukuman dan sebaliknya, yang dimaksudkan sebagai hukuman justru seringkali terjadi. Seringkali siswa melakukan tindakan yang menyimpang untuk menarik perhatian orang lain. Tanggapan guru yang berupa marah atau omelan, bagi siswa yang haus akan perhatian orang lain dirasakan lebih sebagai ganjaran daripada sebagai hukuman, dan sebagai akibatnya siswa itu terus bertingkah laku menyimpang dengan tujuan menarik perhatian orang lain.

    Contoh diatas mengisyaratkan bahwa guru harus amat hati-hati dalam memilih dan menerapkan penguat-penguat yang tepat untuk siswa-siswa tertentu. Hal ini tampaknya sukar, namun sebenarnya tidaklah demikian. Jenis-jenis penguat tertentu sebenarnya tidak terlepas dari kebutuhan siswa tertentu, bahkan siswa itu dapat (secara tidak langsung) menunjukkan penguat-penguat yang dibutuhkannya. Ada tiga cara untuk mengenali jenis-jenis penguat yang bersangkutan dengan siswa tertentu:

       1. melihat petunjuk-petunjuk (gelagat) khusus berkaitan dengan jenis penguat tertentu dengan jalan mengamati hal-hal apa yang ingin dilakukan oleh siswa;
       2. melihat petunjuk-petunjuk tambahan dengan mengamati apa yang terjadi setelah siswa menampilkan tingkah laku tertentu; dalam hal ini guru mencoba menerapkan tindakan atau tingkah laku apa yang dilakukan guru dan teman-teman siswa itu yang tampaknya menguatkan tingkah laku siswa yang bersangkutan; dan
       3. memperoleh petunjuk-petunjuk tambahan dengan jalan langsung menanyakan kepada siswa yang bersangkutan tentang apa yang ingin dilakukannya jika dia memiliki waktu terluang, apa yang ingin dimilikinya, dan untuk apa atau untuk siapa biasanya siswa itu melakukan sesuatu yang berarti. Setelah secara singkat membahas penggunaan ganjaran, marilah kita singgung sedikit lagi tentang hal yang sebenarnya masih merupakan suatu dilema atau masih diperdebatkan, yaitu penggunaan hukuman untuk mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak disukai. Dalam kaitan ini ada tiga pokok pandangan, yaitu:

        * penggunaan hukuman secara tepat adalah amat efektif untuk mengurangi atau menghilangkan tingkah laku siswa yang menyimpang;
        * penggunaan hukuman secara bijaksana terhadap hal-hal tertentu secara terbatas dapat menimbulkan akibat yang baik secara cepat (segera), tetapi guru harus dengan hati-hati mencatat akibat-akibat sampingan dari hukuman itu, dan
        * penggunaan hukuman itu hendaklah sama sekali dihindarkan karena penanggulangan terhadap tingkah laku siswa yang menyimpang dapat dilakukan dengan cara-cara lain yang tidak perlu menimbulkan akibat sampingan sebagaimana dapat ditimbulkan oleh hukuman.

    Keuntungan dan kerugian penggunaan hukuman perlu dikenali.

    Beberapa keuntungan ialah:

       1. Hukuman dapat menghentikan dengan segera tingkah laku siswa yang menyimpang, dan dapat mencegah berulangnya kembali tingkah laku itu dalam waktu yang cukup lama.
       2. Hukuman berfungsi sebagai pemberi petunjuk kepada siswa dengan kenyataan bahwa siswa dibantu untuk segera mengetahui tingkah laku mana yang dapat diterima.
       3. Hukuman berfungsi sebagai pengajaran bagi siswa-siswa lain dengan kenyataan bahwa hukuman itu mungkin mengurangi kemungkinan siswa-siswa lain meniru tingkah yang mendapat hukuman itu.

    Kerugian penggunaan hukuman:

       1. Hukuman dapat ditafsirkan secara salah. Kadang-kadang penghukuman terhadap tingkah laku tertentu digeneralisasikan untuk tingkah laku-tingkah laku lainnya. Misalnya, seorang siswa yang dihukum karena berbicara tanpa mengindahkan giliran mungkin tetap akan tidak berbicara meskipun kesempatan berbicara baginya terbuka luas.
       2. Hukuman dapat menyebabkan siswa yang bersangkutan menarik diri sama sekali.
       3. Hukuman dapat menyebabkan siswa agresif.
       4. Hukuman dapat menimbulkan reaktif negatif dan kawan-kawan siswa yang bersangkutan. Misalnya, siswa-siswa dapat menampilkan tingkah laku yang tidak diinginkan (seperti menertawakan, simpati) terhadap siswa yang menerima hukuman.
       5. Hukuman dapat menimbulkan sikap negatif pada diri sendiri atau terhadap suasana diluar dirinya. Misalnya, hukuman dapat merusak perasaan bahwa diri sendiri cukup berharga atau dapat menumbuhkan sikap negatif terhadap sekolah. Dalam mempertimbangkan keuntungan dan kerugian penggunaan hukuman, pilihan-pilihan yang akan diterapkan harus benar-benar dipertimbangkan secara hati-hati. Jika cara hukuman tertentu memang sudah dipilih, maka penerapannya harus dicatat secara diteliti.

    Disamping itu, dalam melaksanakan hukuman itu guru harus sudah mempertimbangkan hal-hal atau akibat yang mungkin terjadi dan guru harus sudah siap pula menanggulangi apa yang mungkin terjadi itu. Lebih jauh disarankan agar guru juga mampu memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang baik sambil sekaligus mampu menahan pemberian penguatan atau hukuman terhadap tingkah laku yang tidak disukai.

    Pembicaraan tentang pendekatan pengubahan tingkah laku dapat disimpulkan sebagai berikut:

       1. Mengabaikan tingkah laku siswa yang tidak diinginkan dan menunjukkan persetujuan atas tingkah laku yang diinginkan adalah amat efektif dalam menumbuhkan tidak langkah yang baik bagi siswa-siswa di kelasnya.
       2. Menunjukkan persetujuan atas tingkah laku yang baik tampaknya merupakan kunci dari pengelolaan kelas yang efektif.

    Kesimpulan-kesimpulan diatas dapat diartikan sebagai berikut:

       1. Memberikan ganjaran terhadap tingkah laku siswa yang baik dan menahan pemberian ganjaran tingkah laku yang tidak baik adalah amat efektif untuk membina tingkah laku siswa yang lebih baik didalam kelasnya.
       2. Menghukum tingkah laku siswa yang tidak baik dapat meniadakan tingkah laku itu tetapi mungkin menimbulkan akibat sampingan yang bersifat negatif.
       3. Memberikan ganjaran terhadap tingkah laku yang baik tampaknya merupakan kunci bagi pengelolaan kelas yang efektif.

    SUMBER BACAAN
    Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.

    0 komentar:

    Posting Komentar