Perhatian yang t ercurah pada amanat itu demikian besar. Dalam kondisi pada semua bidang orang-orang bersaing, tentu penyelenggara sekolah berharap agar sekolah yang dikelolanya dapat mencapai derajat kebaikan sesuai dengan karakter yang dinyatakan undang-undang. Harapannya tercermin pula pada visi dan misi serta tujuan sekolah. Pada programnya ditetapkan kriteria yang menandai tercapainya tujuan. Sekolah yang bertanggung jawab menentukan alat evaluasi dan melaksanakan pengukuran. Hasil evaluasi mereka olah untuk menunjukkan hasil kinerja penyelenggara sekolah. Jika mencapai target yang diharapkan, maka mereka dinyatakan efektif. Efektif artinya mencapai target mutu sebagaimana yang ditetapkan dalam program.
Penyelenggara mengharapkan agar sekolah yang dibinanya lebih unggul daripada sekolah lain. Keunggulan itu ditunjukkan dengan prestasi siswa yang meraih nilai sempurna pada mata pelajaran tertentu dalam ujian, misalnya, meraih nilai 10, siswa meraih hasil ujian akhir yang lebih baik daripada tahun sebelumnya, nilai rata-rata hasil ujian sekolah lebih baik daripada sekolah sewilayah, siswa memenangkan perlombaan bidang akademik atau nonakademik, siswa menguasai ilmu dan mengamalkan agama lebih baik daripada di sekolah lain, siswa meningkatkan daya baca dan kemampuan mengekspresikan pikiran dalam bentuk tulisan lebih baik daripada pengusaan siswa sekolah lain. Harapan seperti itu sekolah tetapkan sebagai penanda atau indikator keberhasilannya.
Menurut A. Wiley Imprint (2002) jika kita tidak menggunakan standar, maka cara yang dapat digunakan untuk menentukan mutu adalah dengan cara mengevaluasi kinerja belajar siswa melalui dua altertinatif. Pertama, membandingkan mutu kinerja belajar terhadap tujuan. Kedua, membandingkan mutu kinerja belajar siswa dengan siswa yang lain.
Wiley menjelaskan lebih lanjut bahwa dengan tidak menggunakan standar, maka membandingkan siswa merupakan langkah realisitik dan jelas lalu melihatnya dalam sebaran kurva normal atau distribusi normal. Menurut Wiley hal ini tentu di samping sulit melakukannya, juga belum tentu akurat dan tidak adil. Jika seseorang siswa dinyatakan cakap maka kecakapannya harus dibandingkan dengan kecakapan siswa yang lain. Ini tentu sekali lagi tidak mudah.
Dengan menggunakan standar para guru dapat mudah menyatakan bahwa jika 85% siswa mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) maka pembelajaran secara klasikal dinyatakan tuntas. Jadi, standar memudahkan guru dan pimpinan sekolah menyatakan berhasil atau belum berhasil dalam mencapai derajat mutu.
Apakah Standar?
Standar adalah kriteria minimal, batasan ini terdapat dalam UUSPN Nomor 2o tahun 2003. Pernyataan singkat itu belum memberikan gambaran yang jelas.
Gambaran yang lebih luas dikemukakan Wiley dalam bukunya The Leader’s Guide to Standard yang menyatakan bahwa:
Standar adalah aturan main, perhatikan anak-anak yang ceria bermain congklak. Tiba-tiba seorang anak berteriak “kamu bohong!”. Permainan berhenti karena ada yang tidak jujur, permainan tidak memenuhi standar. Degnan demikian standar itu bukan sesuatu yang baru, melainkan telah melekat dalam kehidupan termasuk dalam permainan anak-anak.
Standar itu sedang-sedang saja (mediocity), menerapkan stnandar berarti bukan menetapkan kriteria yang paling unggul.
Standar itu konsistensi, jika anda gunakan standar berarti anda menetapkan harapan. Menerapkan standar berarti ajeg dalam harapan yang ditetapkan dan berusaha mewujudkannya.
Standar itu nilai tambah, jaka anda menerapkan standar maka harus fokus pada prioritas. Kolaborasi pendidik dan tenaga kependidikan harus fokus pada memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Standar itu kejujuran kepada publik, dengan menerapkan standar sekolah apabila kita menyatakan bahwa dalam mata pelajaran matematika “siswa memenuhi standar” maka itu berarti kita telah memenuhi kewajiban dan dengan jujur menyampaikan kepada publik. Menerapkan standar berarti melaksanakan tugas dengan mendeskripsikan harapan dengan tepat dan memenuhi harapan sebagai penunaian kewajiban.
Standar itu efektivitas, memenuhi standar artinya menehi kriteria mutu yang telah ditetapkan dalam tujuan.
Hal penting lain yang diperlukan dalam menerapkan standar adalah sebagai berikut:
- Pelaksana yang jujur dan objektif
- Patokannya ditetapkan secara kooperatif melalui kesepakatan.
- Efektivitasnya diukur dengan instrumen evaluasi sehinga dapat diketahui hasilnya melebihi, memenuhi, atau belum memenuhi standar.
- Penerapan standar ditentukan oleh kualitas pengujian untuk menghasilkan data yang akurat.
Pada sisi lain urian memandu kita untuk menentukan unsur yang sangat penting yaitu meningkatkan penguasaan dalam menentukan indikator dan kriteria keberhasilan. Sekolah perlu memilih dan menetukan indikator dan kriteria keberhasil pengelolaan sekolah, pengelolaan kelas, keberhasilan kepala sekolah, guru, dan siswa.
Standar adalah Kriteria Sistem Pendidikan
Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan definisi yang ditegaskan dalam USPN bahwa standar itu berkaitan dengan penetapan kriteria minimal tentang sistem pendidikan. Oleh karena itu dalam penerapan standar perlu didukung dengan pemahaman tentang makna sistem pendidikan.
Sistem adalah sekelompok komponen yang terintegrasi, yang saling berhubungan, dan menunjukkan hubungan fungsional satu sama lain dalam kesatuan yang kompleks. Sistem meliputi komponen input, proses, dan output. Seluruh komponen dalam sistem bertransformasi dari input, proses, hingga menjadi output dalam bentuk siklus (Leigh Stelzer, 2010, http://pirate.shu.edu/).
Pendekatan sistem merupakan model yang tepat untuk menganalisis kompleksitas keterkaitan komponen organisasi yang saling berkaitan. Setiap komponen yang diletakan dalam sistem dapat dengan mudah diperhitungkan dengan cara membandingkan selisih nilai input dan output sehingga dapat mencerminkan efektivitas kinerja.
Jika 8 SNP dikelompokan berdasarkan sistem maka akan diperoleh diagram siklus yang dinamis sebagai berikut:
Diagram mendeskripsikan bahwa proses peningkatan mutu merupakan kegiatan yang berlangsung tanpa henti. Sekolah mengolah input, menyelenggarakan proses dan menghasilkan lulusan. Mutu lulusan menjadi input untuk perbaikan selanjutnya dalam siklus sistem.
Tiap standar memiliki keterkaitan dalam sistem. Tiap standar dapat dikembangkan dalam struktur yang memiliki hubungan fungsional dengan sistem yang lain. Contoh keterkaitan antar sistem dapat dilihat pada pada diagram standar pendidik sebagai berikut:
Model keterkaitan itu pada dasarnya membentuk hubungan kausal (sebab-akibat) sehingga keunggulan pada satu sistem mempengaruhi keunggulan yang pada sistem yang lain.
Hubungan kausal yang lebih kompleks yang melibatkan seluruh komponen SNP dapat dilihat dalam hubungan yang kompleks dan dinamis pada diagarm Fishbone seperti di bawah ini.
Diagram (Diagram Sistem dan Pendukung Penyusunan Program (68)) di atas mememberikan gambaran bahwa seluruh upaya pendidikan di sekolah mengarah pada keberhasilan siswa meraih prestasi. Dalam mewujudkan satu prestasi yang tinggi diperlukan input dan proses yang tejamin mutunya pada tiap komponen standar. Diagram pun memberi pelajaran bahwa penerapan standar dengan cara memperbaiki mutu pada tiap komponen pendukung sistem yang dikembangkan dengan dukungan perencanaan yang baik.
Bagaimana mengukur efektivitas?
Menurut Wiley, yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan standar adalah kinerja belajar siswa, praktek pembelajaran, dan prilaku kepemimpinan (p11). Sementara itu, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan pentingnya menjamin suana dan proses belajar dengan menetapkan standar pada 8 komponen sistem pendidikan.
Penjelasan itu menyiratkan bahwa di samping 8 komponen SNP terdapat masalah pokok lain yang perlu diukur efektivitasnya adalah kepemimpinan. Pemimpin yang efektif adalah yang dapat membantu warga sekolah mewujudkan keunggulan. Keunggulan utama sekolah terletak pada penciptaan suasana dan proses pembelajaran sehingga potensi peserta didik berkembang optimal.
Dengan demikian, bidang utama pengukuran efektivitas sekolah adalah seberapa banyak siswa yang memenuhi kriteria level kinerja belajar sesuai dengan derajat mutu diharapkan. Kinerja belajar dapat diukur dalam sejumlah mata pelajaran atau kecakapan tertentu yang sekolah pilih untuk bekal hidup siswa. Dengan demikian dipandang secara substansial mengukur efektivitas berarti mengukur pencapaian kecakapan dalam meningkatkan mutu pada berbagai bidang komponen yang sekolah tetapkan.
Untuk menentukan efektivitas sekolah perlu mendeskripsikan posisi awal, posisi yang diharapkan, dan posisi pencapaian kinerja. Seluruh posisi itu berdasarkan pengukuran yang valid, objektif, dan menegakan etika kejujuran.
Dengan diperlukannya posisi awal dan posisi diharapkan untuk mengukur efektivitas kinerja dalam menerapkan standar, maka sekolah wajib menyusun Model Kerangka Rencana Kerja Jangka Menengah (64) maupun Rencana Kerja Tahunan (RKT) sebagai dasar untuk melakukan pengukuran.
Kerangka sederhana yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan rencana kerja dapat menggunakan format analisis prioritas kegiatan sebagai berikut:
Pelaksanan pengukuran dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia seperti menggunakan instrumen akreditas, Instrumen EDS (219), atau sekolah mungkin membuat sendiri mengacu pada standar nasional pendidikan.
Referensi:
- A Wiley Imprint, 2002. The Leader’s Guide To Sandard: A Blueprint for Educational Equity and Excellence.
- http://education.yahoo.com/reference/dictionary/entry/system
- http://silvae.cfr.washington.edu/ecosystem-management
- PP 19 tentang Standar Nasional Pendidikan tahun 2005.
- Stelzer, L. Management and Organizational Behavior. http://pirate.shu.edu/~stelzele/daymbalectures/systems_theory.htm
- Undang-undang Sistem Pendidikan Nomor 20 tahun 2003.
Keterangan: Naskah di atas disusun sebagai bahan kajian pada workshop program bantuan Sosial SDSN tahun 2010 Angkatan 1 yang diselenggarakan Direktorat Pembina SD dan TK Ditjen Mandikdasmen Kementrian Pendidikan Nasional RIdi Hotel Danau Toba, Medan pada tanggal 06 s.d 08 Juli 2010
0 komentar:
Posting Komentar